Topic
Home / Pemuda / Essay / Kejujuran, Antara Ada dan Tiada  

Kejujuran, Antara Ada dan Tiada  

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: sang-penaklukmimpi.blogspot.com)
Ilustrasi. (Foto: sang-penaklukmimpi.blogspot.com)

dakwatuna.com – Indonesia negeriku. Negeri yang kucinta dan selalu kucinta. Takkan pernah hilang dan lenyap rasa ini, meski ini dan itu. Ungkapan sederhana untuk negeri yang sudah mulai terpuruk, bobrok dan bla-bla-bla.

Apa yang membuat negeri ini semakin terpuruk dan bobrok? Padahal kualitas dari manusianya, “wah”? Kualitas dari alamnya, “Subhanallah”. So, apalagi yang salah di Indonesia ini? Kok, dikatakan negara yang mulai terpuruk?

Banyak ulama modern mengatakan bahwa titik kemajuan dunia suatu saat nanti akan muncul di Indonesia. Mungkinkah? Kalau dilihat-lihat dan ditonton-tonton saja, tanpa ada aksi nyata dari agen perubahan. Maka istilah yang dapat digunakan adalah, “Bagaikan pungguk merindukan rembulan”. Musykil loh bila kita hanya berdiam diri.

Pendapat ulama kontemporer itu ada benarnya bila kita melihat dari segi intelektualitas manusianya dan sumber daya alamnya yang masih natural. Tapi, apakah mungkin bisa segera diwujudkan? Bisa jadi-bisa jadi, seperti Games di TV saja.

Apa yang membuat negara kita seperti ini? Padahal sudah diwacanakan bahwa kualitasnya bagus. So, apalagi? Apanya yang apalagi? Kasi tahu ga ya? Kasi tahu saja lah ya. Check it out.

Sebenarnya ada permasalahan-permasalahan di Indonesia yang sangat klasik, yang sebenarnya mudah diubah, namun butuh waktu yang sangat panjang. Apa itu? Krisis Kepercayaan.

Nah, loh? Kok hanya itu? Sabar Bro, inilah masalah klasik tapi panjang. Krisis Kepercayaan. Apa yang ada di dalam pikiran anda ketika mendengar kata krisis? Terus apa yang anda pikirkan ketika melihat kata kepercayaan?

Secara bahasa, krisis adalah bahaya, genting, konfrontasi, gawat, ketegangan dan lain-lain. Sedangkan kepercayaan adalah percaya. Jadi bila kita persatukan kedua kata itu menjadi tidak ada lagi yang saling percaya. Loh, gitu ya? Iya dong.

Kenapa masalah yang klasik ini yang dibawa? Karena masalah kecil terkadang bisa membuat suatu keadaan lebih merusak situasi dibandingkan masalah yang besar. Misalnya kulit pisang, bisa celaka orang diakibatkannya. Tahu sendirilah ya, gimana efek kulit pisang yang dibuang sembarangan?

Krisis kepercayaan, masalah kecil berdampak besar. Atau mungkin masalah besar dibungkus seolah-olah masalah klasik yang kecil dan dampaknya besar? Bagi saya itu sama saja. Toh dampak buruknya besar.

Masalah klasik yang menghasilkan dampak besar ini menjadi PR besar bagi kita, sang Agen Perubahan. Kalau kita tidak bisa mengubah semua, maka akan lahir lagi anak-anak dari Krisis Kepercayaan. Lihat saja sekarang, begitu banyak anak dari Krisis Kepercayaan itu.

Kalau kita bicara tentang Krisis Kepercayaan maka tak kan jauh-jauh dari kejujuran. Loh, kok? Ya iya lah, masa ya iya dong, duren aja dibelah bukan dibedong. Yupz, tentu saja berkaitan ada korelasi yang erat antara keduanya.

Kenapa sih bisa terkait? Pada dasarnya, jika tidak ada kejujuran, maka tidak akan ada saling percaya. Ya, tentu saja. Rakyat Indonesia mulai saling tidak percaya disebabkan oleh tidak adanya kejujuran dari setiap insannya. Andai kejujuran dijunjung tinggi, maka tidak ada yang akan korupsi. Bila kejujuran dijunjung tinggi, maka para Hakim dan Eksekutor akan berlaku adil kepada seluruh rakyat Indonesia. Loh, kok bawa-bawa Hakim? Lihatlah di TV. Begitu banyak koruptor yang hukumannya lebih ringan dibandingkan seorang nenek yang hanya mengutip biji coklat. Seandainya kejujuran dijunjung tinggi, semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan ada kebohongan-kebohongan yang terpublish di permukaan. Yang ada, hanya kedamaian yang sejati. Itulah impian dari tiap insan.

Tunggu apalagi? Jujur, yuk! Kalau bukan kita yang jujur, siapa lagi? Apa mau nunggu orang lain jujur terlebih dahulu? Kalau nunggu orang lain yang jujur, sempatlah kita mati.

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Wajib atas kalian berlaku jujur. Karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (Shohih. Hr. Imam Muslim (6586)).

Nah, dari hadits di atas, kita bisa tarik beberapa kesimpulan. Pertama, jujur adalah kewajiban. Coba deh bayangin, kalau semua orang di Indonesia jujur. Apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah saling mencintai, harmonis, dan sejahtera. Tentunya koruptor tidak akan ada lagi.

Jujur, mudah tapi sulit. Loh, kok gitu? Bagi sekian persen orang, pasti bingung dengan pernyataan saya. Tapi bagi orang yang menyatukan kekuatan otak kanan dan hatinya, maka akan  mudah menerjemahkan bahasa itu. Karena beririsan dengan kalbu.

Mudah dilakukan, so easy man! Bila memang ada niat di dalam hati, maka semuanya akan terasa mudah. Tentunya harus dibiasakan. Karena, ala bisa karena biasa. Mudah, kan?

Terus, kenapa dikatakan mudah tapi sulit? Sekarang akan diberikan sedikit penjelasan kenapa dikatakan mudah tapi sulit. Sulitnya, adalah kita lihat Indonesia yang sudah terlalu banyak berbohong untuk ini dan itu. Sudah mendarahdaging kebohongan-kebohongan, sehingga kejujuran tertutupi. Tapi tak perlu khawatir, karena kemenangan akan tiba. Kebohongan akan dienyahkan oleh kejujuran. Karena kejujuran di Indonesia antara ada dan tiada.

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa Unimed yang aktif di KAMMI.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization