Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Rumput Hijau Tetangga

Rumput Hijau Tetangga

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (ist)
Ilustrasi (ist)

dakwatuna.com – Selalu terlihat baik bahkan seolah sempurna dan tampak selalu bahagia, entah itu tetangga atau siapapun yang kita lihat. Siapa yang tidak iri melihat hal seperti itu? Begitulah kita, lebih sering melihat kelebihan orang lain dibandingkan apa yang ada pada diri kita, mungkin karena sifat manusia yang tidak mau kalah, membuat kita berpikir bahwa penderitaan yang kita alami lebih berat daripada penderitaan orang lain. Maka, kita cenderung melihat kehidupan orang lain jauh lebih indah dan mudah, daripada kehidupan yang kita jalani.

Tapi apakah kita pernah berpikir? Bahwa di balik kelebihan yang terlihat dan kekayaan yang tampak, ada permasalahan yang juga sedang melanda mereka yang memiliki. Pastinya, kita tidak berpikir bahwa kelebihan yang terlihat adalah palsu atau mereka tidak sebahagia maupun sesempurna yang kita lihat!. Tidak ada yang tahu jawaban pastinya, kecuali Anda mau menyelidiki dengan cermat, tapi apakah perlu sampai segitunya? Rasanya perbuatan yang tidak terpuji.

Itu Iri? Bagaimana mendefinisikan? Sifat iri? Rasa iri? Apakah iri merupakan sifat manusiawi yang dirasakan pula oleh semua manusia? Atau iri adalah salah satu pertanda penyakit kejiwaan? Pasalnya rasa itu terkadang sungguh menyiksa bahkan teramat. Kenapa kebahagiaan terasa jauh? Dan terlihat begitu dekat pada orang lain? Melihat orang lain mendapat apa yang kita inginkan, melihat orang lain lebih baik dalam satu atau berbagai hal, melihat orang lain lebih sukses, lebih berbahagia. Bagaimana mungkin hanya kita seorang diri yang merasakannya? Tidakkah kau juga merasa?  Ya, iri? Bahkan ketika di jalan, melihat orang lain lebih baik dalam penampilan, lebih cantik atau lebih tampan, lebih sempurna dan lebih-lebih-lebih  lainnya?

Apakah mata ini digunakan hanya untuk melihat orang lain? Atau memang ini hanya perasaan saja? Perasaan bahwa dengan mudahnya kita merasa iri pada milik orang lain? Perasaan itu begitu nyata! Jika iri merupakan bentuk dari ketidakbahagiaan karena hanya bisa melihat apa yang ada pada orang lain, harusnya kita mencari kebahagiaan bukan pada milik orang lain.

Allah maha adil, mana mungkin membiarkan orang lain bahagia dan kita tidak! Terlalu rumit rasanya jika mendefinisikan kebahagiaan hanya ada dan atau hanya yang terlihat pada orang lain, seharusnya kebahagiaan itu juga merupakan bagian dari kebahagiaan yang dapat kita rasakan. Tapi sekali lagi kita acap kali terpaku pada hal-hal di luar diri kita. Padahal mungkin saja rumput tetangga tidak lebih hijau dari rumput yang ada di depan halaman rumah kita.

Tidak tahukah kita atau telah lupa apa yang disampaikan oleh Nabi kita Muhammad saw “Jauhilah oleh kalian sifat dengki (Iri hati), sebab sesungguhnya dengki itu dapat memakan (menghabiskan) kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar” (HR. Abu Dawud)

Sifat iri memang dapat dengan mudah merasuki siapa saja, kadang tak disengaja atau membuat kita khilaf hanya dengan melihat hal-hal yang tak terduga, begitu mudahnya setan meniupkan kesesatannya pada jiwa manusia, sehingga kebaikan terkadang begitu mudah terkikis oleh sifat iri, itulah mengapa kita musti selalu waspada. Sifat iri pun bukan secara penuh bagian dari sebuah penyakit kejiwaan tapi dapat dengan mudah membuat orang lain gila bila secara terus-menerus merasa demikian dan tak mampu mengendalikan ‘rasa’ itu hingga terus menghantu.

Iri hati atau bahasa lainnya hasad, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman;

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?” (An-Nisa’: 54)

Lihatlah lebih seksama diri kita di cermin dan syukuri apa-apa yang telah tercipta dengan begitu indahnya, tidakkah kita bisa lihat? Begitu sempurna ciptaan-Nya! Kebahagiaan begitu dekat dengan hanya mensyukuri apa yang telah kita miliki, kitalah yang sering membuat jarak yang begitu jauh pada kebahagiaan. Jangan sia-siakan apa yang kita miliki dengan menginginkan apa yang tidak kita miliki; ingatlah apa yang kita miliki saat ini adalah suatu yang dulu hanya kita harapkan.

(Do not spoil what you have by desiring  what you have not, remember that what you now you have was once among the things you only hopes for – Epicurus (Filsuf Yunani BC 341 -270) 

 

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Indonesia Dalam Cengkraman Komersialisasi Sumber Daya Alam

Figure
Organization