Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Bagaimana Menyikapi Kecurangan?

Bagaimana Menyikapi Kecurangan?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi - Foto: Kembara Pramesywara
ilustrasi – Foto: Kembara Pramesywara

dakwatuna.com – Kecurangan. Tidak ada manusia yang tidak membencinya. Namun, kadar kebencian itulah yang kerap menipu. Apa maksudnya? Begini, ada orang yang apabila dicurangi, ia tidak tanggung-tanggung bencinya. Tetapi, dia tidak merasa bersalah melakukannya pada orang lain. Baik sengaja maupun tidak. Baik sadar maupun tidak.

Inilah yang sangat bahaya. Persepsi kita menentukan apa yang akan diperbuat oleh badan kita. Bila kita merasa benci hanya apabila kita dicurangi saja, kita tidak akan pernah menemukan kebijaksanaan di dalam kehidupan. Yang harus dibenci adalah esensi dari kecurangan itu sendiri. Sifatnya yang harus dibenci, bukan pelakunya. Dengan membenci sifat kecurangan itu, kita akan menghindari kerja-kerja yang di dalamnya ada kecurangan. Kita pun akan menjauhi orang-orang yang gemar melakukannya.

Lantas, apa gunanya kalau kita hanya membenci pelakunya? Tanpa sadar, sifat itu akan menjalar di dalam diri kita dan tidak menutup kemungkinan kelak kita yang akan melakukan. Kalau sudah seperti itu, relakah kita membenci diri sendiri? Mau tidak mau, kita akan membenarkan diri —yang secara tidak langsung akan membenarkan kecurangan. Begitu pula, jika yang melakukannya adalah anggota keluarga kita.

Padahal, Rasulullah saw yang mulia telah mencontohkan. Tidak ada kecurangan di dalam hidup beliau. Dalam menegakkan hukum misalnya, beliau tidak pernah condong ke salah satu orang. Beliau hanya condong kepada kebenaran. Makanya beliau pernah bersabda, “Kalau sekiranya Fathimah binti Muhammad yang mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.”

Di dalam al-Qur’an diceritakan begitu banyak kisah tentang orang-orang yang berbuat curang dan menzhalimi orang lain. Balasan bagi mereka adalah kehinaan, siksa, dan malapetaka. Bahkan, di dalam al-Qur’an tertulis satu buah surah yang membahas tentang akibat kecurangan, yaitu surat al-Muthaffifyn (orang yang curang dalam timbangan).

Nah, tidakkah kita menemukan makna di dalam kenyataan ini?

Islam adalah agama yang mengajarkan pemeluknya untuk menyelamatkan saudara-saudara seimannya dari kejahatan dirinya. Termasuk kecurangan. Dengarlah sekali lagi sabda Rasulullah Saw ini, “Orang beriman adalah orang yang orang-orang muslim selamat dari kejahatan lisan dan tangannya.”(HR. Bukhari).

Lebih dahsyat lagi, apabila kita mengetahui firman Allah di dalam hadits Qudsi ini, “Aku mengharamkan kezhaliman bagi diri-Ku. Aku pun mengharamkannya di antara kalian. Maka janganlah kalian saling  menzhalimi.”

Jangan heran kenapa balasan bagi orang-orang yang berbuat curang (zhalim) itu akan sangat pedih dan perih. Ya, Allah Yang Mahakuasa untuk berbuat curang (zhalim) saja mengharamkan kezhaliman bagi diri-Nya. Lantas, kita yang tidak mampu apa-apa ini berani-beraninya berbuat zhalim? Pantaslah Allah membenci pelaku kecurangan dan menyiapkan bagi mereka azab-Nya yang pedihnya tidak tanggung-tanggung.

Saudara-saudaraku sekalian, satu-satunya yang harus kita lakukan adalah mendengarkan kebaikan dan mengikutinya. Sudah nyata bagi kita bahwa kecurangan dalam bentuk apa pun akan mengembalikan kerugiannya pada diri sendiri. Tidak ada keuntungan yang bisa didapat darinya. Dalam hal politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Mungkin kita bisa merasakan sedikit kesenangan karena mendapatkan hasil dari berbuat curang, tapi ketahuilah itu tidak akan lama. Itu pun tidak pantas disebut keberhasilan. Allah pun tidak akan mengucurkan barakah-Nya. Padahal, tidak ada artinya hidup ini tanpa barakah Allah.

Nasihatkanlah kebenaran dan kebaikan pada mereka yang berbuat curang, mudah-mudahan dengan bahasa yang lembut hati mereka bisa menerima. Jauhkan sifat ini dari diri dan keluarga kita, semoga dengan begitu kita bisa terhindar dari siksa yang pedih.

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan USU. Ketua �Al-Fatih Club�. Murid. Penulis. Beberapa karyanya yang sudah diterbitkan; Istimewa di Usia Muda, Beginilah sang Pemenang Meraih Sukses, Cahaya Untuk Persahabatan, dan lain-lain

Lihat Juga

Berharap Rahmat Allah

Figure
Organization