Topic
Home / Pemuda / Essay / Mendingan Ajak Nikah Dulu, Baru Ajak Jalan

Mendingan Ajak Nikah Dulu, Baru Ajak Jalan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (griyapernikahan.com)
Ilustrasi (griyapernikahan.com)

dakwatuna.com – Menarik melihat fenomena anak muda di era keterbukaan informasi publik terutama masalah relationship (berhubungan). Baik sebatas pertemanan, TTM (teman tapi mesra) dan berpacaran karena sudah melewat batas. Baru-baru ini, terjadi pembunahan pada pelajar yang dilakukan pacaranya sendiri. Latar belakang lelaki membunuh pacarnya dengan sadis karena kecemburuan dan tidak mau diajak bersatu kembali. Bukan hanya kali ini kisah memilukan tersebut terjadi pada anak muda. Sudah teramat sering masyarakat dipertontonkan perilaku kaula muda yang jauh dari ajaran Ilahi.

Lihat pula bagaimana anak muda begitu berani meminta izin kepada orangtua pacarnya untuk diajak jalan-jalan mengililing kota, menulusri jalan, duduk di kafe kemaksiatan, menemani ke suatu tempat dan mengajak bertamu ke rumah. Terkadang, sikap yang mereka tunjukkan kepada masyarakat luas seperti pasangan sudah menikah. Semua boleh disentuh, dan melakukan hal-hal tidak beretika di tempat keramaian. Mengherankannya lagi, sebagian orangtua juga mendukung dan mengizinkan anak meraka dibawa oleh lelaki yang belum pasti berjodoh. Jika boleh jujur, yang dirugikan adalah pihak perempuan. Seperti dikatakan oleh salah satu motivator Islam, “Perempuan dilihat masa lalunya, sedangkan laki-laki dilihat masa depannya.”

Terkadang, kita bingung untuk menginterpresentasikan perilaku seperti itu. Tentu, kita heran dengan fenomena tersebut. Apa sesungguhnya yang membuat kawula muda begitu vulgar? Apakah kekeringan iman atau budaya barat sudah diadopsi dalam kehidupan anak muda kita? Atau, mungkin pemuda beranggapan bahwa pemikiran barat adalah suatu keniscayaan yang harus disambut serta diaplikasikan tanpa pemikiran atau kajian dari sudut agama maupun budaya?

“Enak aja nikah, kalau belum mapan? Makan cinta?” | Udah tau belum mapan, ngapain pacaran? Emang pacaran lalu mapan?
Kalo nikahnya karena Allah, berbekal iman dan ilmu, pasti Allah mapankan | Pacaran, udah maksiat nggak mapan pula| Pilih mana?
Nikah karena Allah, itu lelaki yang tanggungjawab cari duit dengan tangan sendiri | Udah pacaran pakai duit bapaknya pula? Haduh!

Cinta nggak akan telat datang pada yang sudah pantaskan diri | Tapi belum memantaskan diri, lalu bilang cinta, itu cemen.
Pernikahan bukan layaknya bisnis yang trial & error | Lha kamunya mau dipacarin trial & error?!
Lelaki mana yang nggak kepengen wanita yang nggak pernah di-trial-error? | Semua lelaki senang dengan wanita yang khusus bagi dirinya.
Pantaskan diri, lalu engkau lisankan cinta | Bila belum, lebih baik dalam diam berdoa. (Felix Siauw, 22 Maret 2014)

Padahal, apa yang dilakukan adalah sesuatu yang sangat dilarang oleh agama. Sayangnya, meskipun banyak ayat menjelaskan bahwa perilaku tersebut dilarang, hal itu tidak merubah alunan kawula muda untuk menikmati kenikmatan sesaat. Jika boleh menyarankan, segara menikah untuk mengurangi kemaksiatan pacaran yang dilakukan setiap hari. Sebaiknya, minta dengan baik-baik pada orangtuanya dengan menikahinya. Setelah itu, barulah membawa pasanganmu jalan-jalan ke manapun yang kalian inginkan. Karena mengajak pasangan hidup setelah menikah bisa jadi bagian dari ibadah. Sangat berbeda jika mengajak lawan jenis yang belum diikat dengan ikatan suci. Sebab yang diperoleh adalah dosa.

Barang siapa menggembirakan hati istri, (maka) seakan-akan menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka. Sesungguhnya ketika suami-istri saling memperhatikan, maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Manakala suami merengkuh telapak tangan istri (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami-istri itu dari sela-sela jarinya.” (HR. Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi’ dari Abu Sa’id Al-Khudzri)

Jadi, nikahi dulu. Baru diajak jalan. Bukan jalan-jalan, dulu baru diajak menikah. Karena diajak menikah setelah jalan-jalan kebanyakannya karena keterpaksaan dan sudah terjadi aksiden. Na’udzubillahi min Dzalik.

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumni Unpad dan UGM. Berprofesi sebagai Dosen, Penulis Lepas dan Penyiar

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization