Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Mayyattaqillaaha Yaj’allahu Makhraja, Wayarzuqhu Min Haitsu Laa Yahtasib

Mayyattaqillaaha Yaj’allahu Makhraja, Wayarzuqhu Min Haitsu Laa Yahtasib

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Ada 2 fakta menarik sekaitan dengan 2 aktivitas menarik. Aktivitas pertama, saat menghadiri kampanye akbar salah satu partai dakwah di RTH Imam Bonjol Padang (25/3/14), saya dihampiri seorang ibu-ibu paruh baya penjual air mineral. Beliau menawarkan sebotol air mineral kepada saya. Lalu saya jawab, “tarimo kasi banyak buk, ambo alun butuh air,” jawab saya. Namun si ibu tetap saja berdiri di samping saya sambil berkata, “Pak, balilah air ambo ko”, seru si ibu dengan nada sedikit memelas. Sayapun tidak tega melihat wajah si ibu, sambil menanyakan harga 1 botol air mineral itu. “Limo ribu ciek Pak”, jawab si ibu. Jawaban dari si ibu cukup membuat saya kaget, karena biasanya di kedai-kedai harga sebotol air mineral sebesar itu hanyalah tiga ribu rupiah. Kok di sini hampir dua kali lipatnya. Meski dengan perasaan agak “terpaksa”, sayapun tetap merogoh uang lima ribu rupiah dari saku, lalu saya berikan kepada si ibu. Dalam hati saya,”mungkin iko rasaki ibuk ko lo mah”.  Beliaupun berlalu pergi.

Aktivitas kedua. Tidak lama berselang, datang lagi seorang bapak-bapak, masih seorang penjual air mineral dan berbagai pernak-pernik makanan lainnya di “jenjengannya”. Namun kali ini beliau tidak menawarkan dagangan, akan tetapi “maago galeh saya”. Tanpa diduga sang bapak inipun meminta baju kaos yang tersandang di pundak saya. Barangkali karena melihat tidak terpakai sehingga sang bapak ini berani “maagonya”. Saya memang sengaja menyandang dan tidak memasangnya karena kurang PD, bersebab kulitasnya yang agak kurang bagus. Lalu saya jawab, “Punyo ambo ciek ko lo nyoh Pak”, jawab saya. Namun sang Bapak tetap saja ngotot sambil berkata,” Ambo simpatisan dan pendukung partai dakwah iko juo mah Pak,” jawab sang bapak. Karena melihat kegigihan sang bapak ini untuk mendapatkannya, sayapun luluh dan memberikan kaos tersebut, meski masih dengan perasaan agak “terpaksa”. Tidak lama setelah itu, kampanye pun berakhir dengan datangnya waktu shalat Ashar yang ditandai dengan kumandang adzan dari berbagai masjid di seluruh penjuru jagat raya. Suara merdu para mu’adzzin menggetarkan jiwa-jiwa para perindu Nur IIahy. Kamipun beranjak menuju Masjid Nurul Iman untuk menunaikan Shalat Ashar secara berjamaah. Karena di jamaah dakwah ini, shalat berjamaah merupakan sebuah kewajiban. Menjadi sebuah aib jikalau ada kader laki-laki jamaah ini yang enggan dan malas untuk shalat berjamaah di masjid, tanpa alasan syar’i. Setelah shalat kamipun pulang, menuju tempat masing-masing.

Fakta Pertama. Di saat semua orang menuju ke rumahnya, saya tidak. Saya masih ingin mengais rezeki Allah, mencari seonggok berlian yang telah Allah janjikan buat hamba-hambanya yang beriman, meski matahari sudah hampir masuk ke peraduan. Setelah tutup hampir seharian, sayapun membuka Pondok Syakuro laundry, dengan harapan masih akan ada pelanggan yang butuh bantuan. Memang rezeki Allah mempunyai banyak pintu. Menjelang masuknya waktu shalat Maghrib, datang seorang mengantarkan kain. Alhamdulillah, hati saya mengucap syukur. Singkat cerita, ketika kedai akan saya tutup, sekitar pukul sembilan malam, Alhamdulillah datang lagi seorang mahasiswa kedokteran Baiturrahmah mengantarkan kain. Alhasil, Alhamdulillah pemasukan hari itu meski buka sudah di ambang sore, lebih enam kali lipat dari uang yang pernah saya sumbangkan untuk membeli air mineral dengan harga yang lebih mahal pada acara di lapangan hijau itu. Subhanallah.

Fakta kedua. Dua hari setelah acara itu, yakni pada (27/3 -2014),  Alhamdulillah baju kaos yang pernah saya sumbangkan pada (25/3-2014) meski dengan perasaan “terpaksa”, Allah ganti dengan yang lebih baik. Saat menuju masjid untuk menunaikan Shalat Dhuha, saya ditegur oleh seorang Ketua DPC  PKS Kuranji. “Stadz, beko sore pai ka DPC dih, ado baju ancak untuak ustadz ciek,” seru beliau. Alhamdulillah, Insya Allah stadz,” jawab saya. Dalam hati saya, barangkali beliau menyaksikan saat saya menyumbangkan baju kaos itu, sehingga Allah gerakkan hati beliau untuk mengganti baju yang saya sumbangkan dengan yang lebih baik. Atau bisa jadi juga Allah gerakkan saja hati beliau, meski beliau sendiri tidak tahu-menahu mengenai hal itu.

Sejak saat  itu, saya semakin yakin bahwa Allah pasti akan membalas setiap sedekah/kebaikan yang dilakukan hamba-hambanya dalam keadaan lapang maupun sempit, dengan perasaan terpaksa ataupun ikhlas. Jadi, meski terpaksa tetaplah berbuat baik. Bahkan diri kita inipun harus dipaksa untuk senantiasa dalam keadaan berbuat baik. Jadi, seandainya pun kita sudah Allah Subhanahu Wata’ala takdirkan mati untuk menghadapnya, maka mati kita Insya Allah hanya akan berada pada 3 keadaan, yakni akan berbuat baik, sedang berbuat baik, atau setelah berbuat baik. Ya, hanya dalam 3 keadaan itu saja, Insya Allah. Bukankah kita merindukan mati pada salah satu dari keadaan yang 3 itu, Saudaraku?

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pegawai Swasta. Anggota Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia.

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization