Topic
Home / Berita / Internasional / Asia / Bantuan Kemanusiaan Bagi Korban Konflik Myanmar

Bantuan Kemanusiaan Bagi Korban Konflik Myanmar

Bantuan Kemanusiaan dari ACT untuk korban konplik Myanmar - Foto: ACT
Bantuan Kemanusiaan dari ACT untuk korban konplik Myanmar – Foto: ACT

dawatuna.com – Yin Taw.  Ribuan korban konflik kekerasan di Myanmar memaksa mereka harus keluar dari wilayah konflik. Mereka memilih mengungsi ke daerah aman karena mereka terancam keselamatan jiwa raganya.

Kondisi keluarga korban di pengungsian pun bukan berarti aman dari ancaman. Mereka terancam kelaparan, kepanasan dan kedinginan di malam hari. Pasalnya, mereka harus bertahan di rumah-rumah shelter mereka yang terbuat dari bambu dan atap-atap rumah mereka dari seng.

Di kamp Yin Taw, ribuan pengungsi sudah lama menderita kepanasan, kedinginan dan kelaparan. Sesekali bantuan datang, tapi sudah lama mereka bertahan hidup seadanya. Pantauan Tim Global Action ACT yang sedang berada di lokasi, kondisi kamp pengungsi asal Meiktila ini masih sangat memprihatinkan. Rumah petak bamboo sudah rusak, beberapa rumah sudah tidak bisa ditempati dan sanitasi yang buruk. Sudah satu tahun mereka tinggal di kamp pengungsi pasca kerusuhan Maret 2013 silam.

Ada 361 kepala keluarga (KK) atau 2.000 jiwa lebih, 404 di antaranya anak-anak usia sekolah TK sampai SMA. Separuhnya usia TK hingga SD atau sekitar 201 anak di Kamp Yin Taw. Sementara di luar Yin Taw ada tiga kamp lagi sekitar 960 KK yang dikelola oleh pemerintah Myanmar dan NGO tidak diperbolehkan masuk area kamp tersebut.

Kondisi para pengungsi dalam keadaan nestapa yang berkepanjangan mengundang perhatian dan simpati dari para mitra komunitas untuk membantu meringankan beban penderitaan mereka di pengungsian. Ribuan dermawan menyalurkan donasinya melalui ACT yang dihimpun mitra antara lain dari Yayasan Ummul Quro Bogor, Jakarta Islamic International School, Rumah Amal Salman ITB, LAZIS PLN, Baitul Hikmah, dan lain-lain.

Tim Global Action to Myanmar ACT dibantu beberapa relawan lokal asal Myanmar di tengah terik matahari, menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Myanmar. Bantuan sebanyak 361 paket makanan disalurkan kepada 361 kepala keluarga (KK) atau sebanyak 2.000 jiwa lebih, warga yang menghuni shelter di kamp ini, Kamis (20/3).

“Atas nama warga pengungsi di Yin Tawa, kami mengucapkan terima kasih kepada ACT dan para donatur atas bantuannya untuk warga Myanmar, “ ucap Mubarok dalam bahasa Inggris dialek Birma.

Seiring dengan meningkatnya eskalasi politik di Myanmar, pemerintah setempat memberlakukan kebijakan yang ketat terhadap orang asing yang masuk ke Myanmar. Tim Global Action ACT mengambil kebijakan pendistribusian bantuan ke wilayah Meiktila Myanmar untuk para fakir miskin dan kaum dhuafa yang sudah satu tahun lebih menderita di pengungsian.

ACT bahkan turut merasakan dan menyaksikan langsung penderitaan dan kesulitan hidup para pengungsi. Saat berdoa di waktu Dhuha, sebelum memulai belajar Al-Qur’an di Masjid Madinatul Uloom, semua aktivitas di kamp tersebut berhenti,  semua orang baik yang muda, tua dan anak-anak turut serta mengangkat tangan bermunajat, mengaminkan doa yang dipimpin seorang Maulwi (muallim). Bahkan, beberapa di antara mereka, tampak menangis meneteskan air mata sambil mengaminkan doanya.

Beberapa anggota keluarga yang ditinggal syahid suaminya, bahkan menghampiri ACT. “Suami saya sudah meninggal, insya Allah syahid. Almarhum meninggalkan saya dan tujuh anak saya, untuk masa depan mereka, tolong bawa salah satu anak saya,” kata  sambil menunjukkan anak-anaknya dan memanggil mereka.

Kamp Yin Taw Butuh Bangunan Sekolah

Penderitaan pengungsi semakin menjadi-jadi, terutama anak-anak. Tidak ada bangunan sekolah untuk anak-anak belajar.

“Anak-anak usia TK – SD di Kamp Yin Taw hanya bisa belajar di teras masjid Madinatul Uloom yang sudah tidak memadai lagi,” kata Ust Fahruddin dalam bahasa Arab, yang mengajar membaca Al-Qur’an anak-anak pagi hari sambil menunjuk Luffifah, seorang murid yang fasih membaca Al-Quran dengan Tajwid dan lagu.

Tim Global Action-ACT membaur dengan anak-anak yang sedang belajar membaca Al-Qur’an dan ikut menyimak bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dibaca Luffifah (9) yang membaca surat Yaasin dengan suara tilawah yang merdu. Sedangkan Muhibbah (5) mendemonstrasikan bacaan tahsinnya kepada tim ACT, dengan metode membaca Al-Bagdadiyah.

Sedangkan kondisi guru di sini hanya ada 12 orang. “Kami membutuhkan bangunan sekolah di sini dan tenaga guru  khususnya yang bisa bahasa Inggris dan bahasa Arab, “ kata Ustadz Jamaluddin, alumni Naisabur University India yang mengajar di Madrasah Madinatul Ulooom.

H. Polo, pengelola Kamp Yin Taw menawarkan lokasi untuk pembangunan shelter sekolah di belakang kamp pengungsi seluas 133 x 30 meter. “Bisa dibangun untuk 5 lokal dengan luas 7 x 10 meter per kelas. “Untuk mengurus perizinan, insya Allah untuk izin membangun sekolah mudah. Tapi kalau untuk membangun masjid, it’s very dangerous here,” katanya. (lingga/ACT/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Media Relations Directorate Aksi Cepat Tanggap

Lihat Juga

Konflik Air Antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir

Figure
Organization