Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Benteng Peradaban Ada pada Kokohnya Peran Perempuan

Benteng Peradaban Ada pada Kokohnya Peran Perempuan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto:  hiiru16.wordpress.com dengan modifikasi)
Ilustrasi. (Foto:
hiiru16.wordpress.com dengan modifikasi)

dakwatuna.com – Saudaraku, sebelum masuk ke bagian inti penjelasan dari sepenggal judul yang mungkin sudah tak asing lagi, atau bahkan Anda sudah bisa menebak isinya, sejenak mari merenungi sebait nasyid Hijjaz, yang mungkin atau pastinya juga sudah pernah Anda dengar sebelumnya. Jika belum, ya tetap ikut renungi saja sejenak.

Ketegasanmu umpama benteng negara dan agama
Dari dirobohkan dan jua dari dibinasakannya
Wahai putriku sayang kau bunga terpelihara
Mahligai surga itulah tempatnya…
(Hijazz: Putriku Sayang)

Sederhana, tapi muatannya sangat bermakna. Itulah sebait nasyid yang ingin menasihati kita kembali, baik perempuan maupun laki-laki, bahwa betapa pentingnya peran perempuan dalam membentengi karakter bangsa. Karakter yang kokoh lagi kuat yang mampu mendobrak tiga batas, yaitu batas kebodohan, kebobrokan moral, dan keterbelakangan ‘mental’. Dari tangannyalah, bangsa ini menjadi harum namanya, menjadi bangkit negeri timur, dan menjadi guncanglah negeri barat. Dari rahimnyalah lahir generasi-generasi emas pemimpin bangsa. Dari keindahan nasihatnya, ia mampu menenangkan jiwa manusia teragung sepanjang sejarah, Rasulullah Muhammad SAW, saat  Beliau masih dalam ketakutan setelah mengalami pengalaman spiritual yang begitu hebat bertemu dengan makhluk yang tidak biasa, Malaikat Jibril alaihis salam.

Ialah Sayyidah Quraisy Ath-Thahirah, Khadijah Binti Khuwailid, perempuan yang mampu menenangkan Rasulullah SAW dengan nasihatnya, “Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali silaturahim, membantu orang yang sengsara, mengusahakan keperluan orang lain, memuliakan tamu, dan menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran”, sehingga sejak saat itulah sejarah dakwah pertama kali ditulis dan cermatilah bahwa ia ditulis dengan adanya peran perempuan. Atau, dari ketegasan Zainab Al-Ghozali yang mampu menolak untuk memberikan kesaksian palsu kepada Rezim Bashar Assad walaupun dirinya harus berulang kali mendapatkan siksaan yang melampaui kekuatan kebanyakan laki-laki sekalipun dan menjadi santapan anjing-anjing lapar di dalam ruangan sempit dan gelap.

Sama persis dengan yang dilakukan oleh Sayyid Quthb saat menjelang eksekusi kematiannya dengan ketegasannya berucap, “Telunjuk yang senantiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalat, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukkan atau menyerah kepada rezim thawaghut….” Sehingga Zainab Al-Ghozali benar-benar mampu menjadi benteng kesucian agama yang agung ini dan membuktikan bahwa Al-Islamu Yu’la wa La Yu’la ‘Alaih (Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya). Ya, demikian memang benar bahwa peran penting perempuan sebagai benteng agama dan negara adalah suatu keniscayaan. Kesemuanya itu merupakan hasil dari optimalisasi tiga peran perempuan muslimah sebagai mar’atus shalihah, jauzatul muthi’ah, dan ummul madrasah.

Ketiga peran tersebut dibentuk dan diperkokoh dengan adanya keteguhan menjalankan bai’atunnisa kepada Rasulullah SAW. sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-mumtahanah ayat 12:

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-Mumtahanah: 12)

Baiat tersebut merupakan pondasi dan dasar yang agung dalam membentuk kekokohan karakter para perempuan beriman untuk membangun masyarakat yang agung sejak mereka berbaiat kepada Nabi Muhammad SAW. Karenanya, perempuan beriman senantiasa merasakan bahwa tanggung jawab masih tergantung di lehernya, sehingga mereka berusaha menunaikan dengan konsekuen. Musuh-musuh Islam pun tidak tinggal diam berusaha mencabut baiat yang mulia tersebut dari lehernya. Mereka melakukan berbagai eksploitasi terhadap perempuan dengan imej-imej sesat, di mana mereka telah mengajarkan bahwa wanita dihargai hanya sebatas kilauan rambut, kemulusan wajah, dan putihnya kulit. Inilah strombus yang menyerang pembuluh sehingga dapat mematikan peradaban dan kemanusiaan dengan seketika.

Saudaraku, jika Hasan Al-Banna dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin pada Bab ‘Kepada Apa Kami Menyeru Manusia: Saatnya Harus Memahami’, menyerukan “Wahai Kaum Muslimin, sekarang kita hidup  dalam abad kebangunan. Maka bangunlah diri kalian agar dengannya kalian dapat membangun umat kalian”. Maka, dari perspektif kali ini, saya mengganti objek yang dibangun adalah perempuan, yakni “Maka bangunlah perempuan agar dengannya kalian dapat membangun umat kalian”.  Membangun sumber daya perempuan berarti membangun peradaban yang lebih baik. Bila baik aqidah dan akhlaq kaum perempuannya, semakin baik pula generasi setelahnya. Karena itu, dakwah kepada perempuan sudah menjadi keharusan bagi gerakan dakwah dalam rangka memperbanyak barisan yang berafiliasi terhadap Islam.

Wallahu’alam bisshawab..

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan, UI, Angkatan 2010 |Ketua Majelis Pertimbangan FPPI FIK UI 2013 | Koordinator Bidang Keakhwatan, Kaderisasi Salam UI 17 (2014) | President Director @Heritage_ID (Bisnis Fashion Muslimah)

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization