Topic
Home / Narasi Islam / Khutbah / Khutbah Jum'at / Khutbah Jum’at: Matematika Kehidupan dan Hikmah di Balik Musibah

Khutbah Jum’at: Matematika Kehidupan dan Hikmah di Balik Musibah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Khutbah berjudul “Matematika Kehidupan dan Hikmah di Balik Musibah” yang telah disampaikan pada Jumat 24 Januari 2014 di Komplek Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Sakatiga Indralaya, Ogan Ilir Sumatera Selatan

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اْلأَكْبَرِ، خَلَقَ الْكَوْنَ وَدَبَّرَ، خَلَقَ اْلإِنْسَانَ ثُمَّ أَمَاتَهُ ثُمَّ أَقْبَرَ، وَأَرْسَلَ الرُّسُلَ وَأَخْبَرَ، وَأَنْزَلَ الْقُرْآنَ الْكَرِيْمَ فِيْهِ الْعِظَاتُ وَالْعِبَرُ، فَهَدَى وَأَحَلَّ وَأَمَرَ، وَنَهَى وَحَرَّمَ وَزَجَرَ، فَقَالَ فِيْ سُوْرَةِ الْعَصْرِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، وَهُوَ الْقَائِلُ سُبْحَانَهُ: وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ  وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَهُوَ خَيْرُ الْبَشَرِ، وَصَاحِبُ الْحَوْضِ الْكَوْثَرِ،

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الْمُطَهَّرِ، وَعَلَى مَنْ صَاحَبَهُ وَأَزَرَهُ وَوَقَرَ، وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ فِيْ كُلِّ أَثَرٍ، إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرِ.

أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Jamaah jum’at rahimakumullah…

Pertama dan tidak henti-hantinya, kami selaku khatib mengajak pada Jamaah sekalian termasuk diri kami sendiri untuk memanjatkan puji syukur yang tiada terhingga kepada Allah SWT, karena Dia telah memberi kita karunia dan nikmat yang sangat besar. Karunia dan nikmat itu ialah umur yang panjang, kesehatan yang baik, dan kesempatan yang lapang sehingga kita semua bisa hadir di sini untuk mendirikan shalat Jumat berjamaah pada hari ini. Semoga seluruh amal ibadah jumat kita maupun ibadah lainnya diterima disisi Allah Taala dan mendapatkan Ridha-Nya. Amin.

Oleh sebab itu maka kiranya sebagai salah satu bentuk rasa syukur kita terhadap semua nikmat Allah ini tidak bosan-bosannya pula, khatib menyerukan agar tidak ada jemaah yang sampai tertidur atau berbicara satu sama lainnya ketika khutbah Jumat sedang dibacakan, hal ini agar kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran lain yang bermanfaat. Rasa kantuk memang merupakan fitrah sebagaimana juga rasa lapar dan dahaga namun seyogyanya semua bentuk kefitrahan ini tidak menjadi penghalang kita dari mendengarkan firman-firman Tuhan yang akan disampaikan.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Al-A’raf: 204)

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya. Keselamatan semoga juga tercurah atas para sahabat dan umat beliau dahulu, sekarang dan yang akan datang.

Jamaah umat rahimakumullah…

Tidak terasa, sudah 24 hari kita berada di tahun 2014. Jika dalam 1 hari ada 24 jam, maka 24 hari berarti sama dengan 576 jam atau 34.560 menit sudah kita lewati. Subhanallah. Selama masa waktu itu, hal positif apa yang sudah kita lakukan dan hal negatif apa saja yang sudah kita perbuat? Mari kita tanya pada diri kita masing-masing, dalam tempo 24 hari tersebut, manakah yang paling sering kita lakukan, kebaikankah? Atau justru keburukan?

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Allah bersumpah Demi waktu, sesungguhnya, manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran(Al-Ashr: 1-3)

Sekali lagi kita tanya diri kita dan biarkan hati kita yang menjawabnya: benarkah dalam 24 hari yang lalu kita selalu ada dalam keimanan? Konsistenkah kita dalam melakukan keimanan yang sering kita sebut-sebut di mulut kita dan kita pamer-pamerkan pada orang lain itu selama 24 hari yang lalu? Biarkan hati kecil kita yang menjawabnya, berapa kali kita meninggalkan shalat Subuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib ataupun Isya?

Berapa kali dalam waktu 24 hari yang sudah kita lewati itu, kita melakukan shalat dengan rasa malas dan terpaksa? Berapa kali pula dalam waktu 24 hari itu, kita salah dalam membaca tajwid dalam shalat-shalat kita karena terburu-buru? Berapa kali dalam waktu 24 hari itu, kita membaca bacaan sholat dengan tartil, tenang dan dihayati?

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati oleh Allah, itu baru sedikit saja dari sekian banyak pertanyaan yang bisa digali pada kata iman dalam surah al-Ashr dalam rangka introspeksi diri kita untuk 24 hari di bulan Januari 2014 yang baru saja kita lalui.

Belum lagi mengenai amal shalih, amal shalih apa yang sudah kita perbuat selama 24 hari itu? Benarkah amal shalih atau cuma minta dianggap shaleh atau justru amal sayyiah alias amal buruk saja yang kita perbuat sepanjang 24 hari tersebut? Dan seterusnya dan sebagainya.

Bagaimana dengan waktu yang sudah kita habiskan 1 tahun sebelumnya? Apa saja yang kita perbuat selama tahun 2013 kemarin?

Dalam 1 tahun ada 12 bulan, 52 minggu, 365 hari, 8.760 jam, 525.600 menit dan 31.536.000 detik. Ada berapa jamkah total kita berbuat baik selama kurun waktu tersebut?

Jamaah jum’at rahimakumullah…

Rata-rata umur manusia saat ini meninggal dunia antara 60 s/d 70 tahun, Jikapun ada yang lebih dari itu masih hidup maka merupakan suatu bonus umur dari Allah.  Sekarang kita samakan saja rata-rata manusia meninggal plus minus di usia 65 tahun.

Kita mulai baligh, yaitu awal dari seorang anak manusia mulai di perhitungkan amal baik atau buruknya selama hidup umumnya bagi laki-laki  adalah 15 tahun dan wanita 12 tahun.

Sekarang, mari kita mencari waktu yang ada atau tersisa bagi kita untuk beribadah pada Allah. Kita gunakan saja rumus sederhana : Umur rata-rata kematian – Awal Baligh

Jika rata-rata umur seseorang meninggal pada usia 65 tahun dikurang 15 tahun saat awal ia baligh maka waktu yang tersisa adalah 50 tahun. Apa dan bagaimana perilaku kita selama 50 tahun masa hidup itu?

Jika kita kalikan lagi angka 50 tahun dengan 365 hari/tahunnya maka diperoleh angka 18.250 hari. Nah angka 18.250 hari ini dikurang dengan waktu tidur kita selama 8 jam anggap saja. Maka 18.250 hari dikali dengan 8 jam = 146.000 jam atau sekitar 16 tahun lebih 7 bulan atau kita bulatkan menjadi 17 tahun.

Jadi dalam rentang waktu kita mulai baligh di usia 15 tahun sampai usia kita meninggal di 65 tahun, ada waktu 17 tahun yang hanya digunakan untuk tidur saja. Angka ini belum ditambah dengan jumlah jam yang sering kita pakai pula untuk tidur siang misalnya. Subhanallah.

Dalam 50 tahun waktu hidup kita pasca baligh yang habis dipakai aktivitas adalah 18.250 hari x 12 jam (yaitu waktu di mana siang hari biasanya kita kerja, sekolah, kuliah, berdagang, memasak dan sebagainya) maka diperoleh angka 219.000 Jam atau = 25 tahun

Belum lagi dikurangi dengan waktu kita yang biasanya digunakan untuk bersantai, istirahat sambil menonton televisi, bercanda sesama teman dan sejenisnya  plus minus 4 jam.

Maka total dalam 50 tahun waktu yang dipakai untuk rileksasi tadi adalah 18.250 hari x 4 jam= 73.000 Jam atau selama  8 tahun.

Alhasil, jamaah Jumat sekalian, selama 50 tahun masa hidup kita pasca baligh, ada angka 17 tahun lamanya kita tidur  + 25 tahun untuk beraktivitas di siang hari + 8 tahun untuk sekedar rileksasi dan mencari hiburan diperolehlah angka 50 tahun.

Jadi umur kita 50 tahun setelah dipotong masa baligh impas saja. Lalu jika usia 50 tahun ini tidak diisi dengan banyak hal yang positif, hal-hal yang bersifat ibadah pada Allah, maka manusia benar-benar berada dalam kerugian seperti firman Allah di dalam surat Al-Ashr.

Subhanallah, firman Allah bisa dibuktikan secara matematika. Sangat ilmiah sekali.

Tidak salah sebenarnya ketika kita berargumen bahwa kita saat ini sedang sekolah dan mencari ilmu, bukankah itu juga ibadah? Tidak salah pula ketika ada yang berkata kita bekerja untuk menafkahi anak istri dan ini pun ibadah. Dan argumen-argumen lain sejenis itu.

Tapi sekarang, apakah benar niat kita ketika sekolah, bekerja, memasak, melahirkan, mengajar dan melakukan berbagai profesi lainnya itu sudah diniatkan untuk ibadah ?

Bukankah kita sendiri sering berkata: saya sekolah agar pintar, dapat ijazah dengan angka yang bagus di sana, lalu saya bisa bekerja dan dapat posisi bagus pula di perusahaan tertentu, Nikah punya anak cucu. Bukankah niat seperti ini yang justru sering terlintas dalam pikiran kita?

Mana niat ibadahnya? Makanya, tidak usah heran bila sekarang ini banyak terjadi korupsi di mana-mana, penggunaan narkoba oleh siapa saja serta hal-hal buruk lainnya. Niat kita sudah bukan pada titik ibadah lagi. Kita sekolah untuk dapat ijazah, kita bekerja untuk mencari harta, kita mempunyai  jabatan untuk dipandang orang lain, kita memakai kendaraan agar dihormati oleh orang lain dan bahkan kita shalat, zakat serta berhaji pun agar dianggap orang hebat dan alim.

Na’udzubillahi mindzalik.

Jamaah Jumat rahimakumullah..

Mari kita jujur pada diri kita sendiri, seberapa seringkah kita membaca bismillah saat hendak berangkat kerja ke kantor, berjalan menuju sekolah atau pasar?

Jawabnya secara umum pasti kita pernah membaca basmalah di waktu-waktu tersebut, tapi sesekali, tidak setiap kali. Itulah fenomena diri kita sendiri yang selalu dipengaruhi oleh unsur fujuraha, yaitu sifat jahat yang sering mendominasi hidup kita sehari-hari. Sewaktu mendengar ceramah atau khutbah, air mata kita berlinang, tetapi ketika kaki kita melangkah keluar dari tempat ceramah itu, kita silau dengan gemerlap dunia.

Maka jangan heran bila banjir besar melanda Jakarta, jangan heran bila peperangan di Timur Tengah seakan tidak pernah berhenti. Jangan heran banyak doa-doa kita yang tidak terkabulkan. Jangan heran bila semakin banyak para penyesat bermunculan. Ternyata kita sendiri ikut menjadi penyebabnya. Kita sering lalai dalam menggunakan waktu yang ada.

Seringkali kita merasa cukup dengan hanya mengerjakan shalat 5 waktu, kita beranggapan dengan mengerjakan shalat-shalat tersebut maka pahala kita bertumpuk. Pernahkah kita berpikir bahwa shalat yang sudah kita kerjakan pasti diterima di sisi Allah? Pernahkah kita berpikir bagaimana bila shalat-shalat kita selama ini tidak satupun yang diterima-Nya?

Sekali lagi, sudah berapa kalikah kita shalat secara terburu-buru sehingga tidak jelas apa yang dibaca? Berapa seringkah kita shalat diakhir waktu? Berapa seringkah kita shalat dengan rasa malas, ujub ataupun terpaksa?

Jamaah Jumat rahimakumullah..

Rasanya tidak hanya sekali dua kali bencana terjadi di negeri ini. Mulai dari banjir bandang, semburan lumpur, tanah longsor, gunung meletus, Kebakaran, gempa bumi, sampai tsunami. Semuanya silih berganti melanda negeri ini.

Mengapa bencana demi bencana senantiasa melanda? Para ilmuwan barangkali memiliki alasan-alasan ilmiah yang bisa menjelaskan rawannya negeri kita akan bencana. Namun apapun itu, kita harus percaya bahwa semua bencana tersebut tidak terlepas dari kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dengan izin Allah sajalah semua bisa terjadi.

Menyikapi terjadinya berbagai macam bencana, janganlah sekali-kali kita berburuk sangka kepada Allah. Dia tidak akan sekali-kali berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya. Setiap yang Allah kehendaki pasti penuh dengan hikmah dan kebijaksanaan. Apalagi terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin, Allah pasti selalu memberikan yang terbaik, meski seringkali hal tersebut dianggap tidak menyenangkan.

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (Al-Baqarah: 216)

Sebaliknya, yang harus senantiasa kita lakukan setiap kali ditimpa bencana adalah bersabar. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ  وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ  155
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ  156
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ  وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ 157

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ’Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali)’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 155-157)

Ketika bencana telah terjadi, salah satu hal penting yang harus kita lakukan adalah melakukan introspeksi diri. Bagaimanapun juga, segala macam bencana tidak terlepas dari tingkah pola kita juga. Dalam hal ini, kita hendaknya memahami bencana sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa Taala.

Karena itu, marilah kita semua tanpa kecuali menghitung diri. Sudah seberapa taatkah kita kepada Allah? Apakah kita selama ini telah menaati aturan-aturan Allah? Ataukah sebaliknya kita gemar menerjang larangan-larangan-Nya?

Marilah kita semua kembali kepada Allah, bertaubat kepada-Nya. Marilah kita sesali segala perbuatan buruk yang selama ini kita lakukan, dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Jangan sampai kita malah berbuat sebaliknya, yakni melakukan kesalahan demi kesalahan tanpa henti, seolah-olah tidak peka dengan peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tentunya amat menyayangkan tindakan sebagian orang yang ketika bencana hendak menimpa atau telah menimpa, mereka justru melakukan ritual syirik dengan alasan untuk menolak bala. Padahal semestinya bencana justru menjadi peringatan dan menjadikan kita semua kembali kepada Allah.

Di samping sebagai peringatan, bencana juga hendaknya kita pahami sebagai ujian. Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam QS Al-Baqarah ayat 155 di atas, Dia memang akan menurunkan berbagai macam ujian kepada kita dalam kehidupan ini, salah satunya dalam bentuk bencana yang menyebabkan rasa takut, berkurangnya jiwa, dan sekaligus harta benda. Dengan ujian itu, Allah hendak melihat apakah kita bisa bersabar ataukah tidak.

Jamaah Jumat rahimakumullah…

Ketika suatu bencana melanda, jangan sampai kita yang tidak terkena bencana merasa bahwa kita selamat karena kita lebih baik daripada mereka yang dilanda bencana. Kita harus selalu merasa khawatir kalau-kalau Allah justru memberikan istidraj kepada kita, yakni menunda siksa atas diri kita karena Allah ingin menyempurnakan siksa tersebut kelak di akhirat. Tidakkah kita lihat betapa banyak para pelaku kemaksiatan dan kejahatan yang justru hidup dengan enak dan bergelimang kemewahan? Itulah istidraj yang harus senantiasa kita waspadai.

Ketika terjadi bencana alam, paling tidak ada tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana tersebut. Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan. Kedua, sebagai ujian dari Tuhan. Ketiga, Sunnatullah dalam arti gejala alam atau hukum alam yang biasa terjadi.

Untuk kasus Indonesia ketiga analisa tersebut semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Jika bencana dikaitkan dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi kebanggaan baik di tingkat pemimpin (struktural maupun kultural) maupun sebagian rakyatnya, perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan, orang-orang miskin diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

 “Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (Al-Isra’: 16)

Apabila dikaitkan dengan ujian, bisa jadi sebagai ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum muslimin agar semakin kuat dan teguh keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. Sebagaimana firman Allah:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan: Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”(Al-Ankabut: 2)

Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam pun besar kemungkinannya, karena  bumi Nusantara memang berada di bagian  bumi yang rawan bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung. Bahkan, secara keseluruhan bumi yang ditempati manusia ini rawan akan terjadinya bencana, sebab hukum alam yang telah ditetapkan Allah SWT atas bumi ini dengan berbagai hikmah yang terkandung di dalamnya. Seperti pergerakan gunung dengan  berbagai konsekuensinya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ .

 ———————————————

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُلِلّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. وَاَشْهَدُاَنْ لاَاِلهَ اِلاَّللهُ وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَهُ. اِرْغَامًالِمَنْ جَحَدَبِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُاْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ مَااتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ

اَمَّا بَعْدُ : فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ. وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَفِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْه

وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَاصَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. في ِالْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌمَجِيْدٌ

اَللّهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِالرَّاشِدِيْنَ سَيّدِنَا اَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ سَائِرِ أَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَاوَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّاالْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ. وَسُوْءَالْفِتَنِ مَاظَهَرَمِنْهَا وَمَابَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِالْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَالله اِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمِ يذكركم وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَر

أقيموا الصلاة !!!

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 4.00 out of 5)
Loading...
Pria keturunan Jawa yang kini berlabuh di Palembang guna mengamalkan ilmu yang didapat selama belajar di LIPIA Jakarta.

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization