Topic
Home / Berita / Internasional / Australia / Ditemukan, Batuan Tertua Bumi Berusia 4,4 Miliar Tahun

Ditemukan, Batuan Tertua Bumi Berusia 4,4 Miliar Tahun

Bor raksasa menembus bebatuan terakhir - Foto: ROL
Bor raksasa menembus bebatuan terakhir – Foto: ROL

dakwatuna.com – Sydney.  Sebuah kontroversi geologi berhasil ditetapkan. Sebuah atom tunggal di dalam sebuah kristal zirkon kecil dari Australia, merupakan fragmen batu tertua di Bumi. Usianya 4,375 miliar tahun, plus minus enam juta tahun.

“Kami telah membuktikan catatan kimia di dalam zirkon ini dapat dipercaya,” kata John Valley, penulis utama studi dan seorang ahli geokimia di University of Wisconsin, Madison.

Penemuan ini dipublikasikan pada 23 Februari 2014 dalam jurnal Nature Geoscience. Konfirmasi mengenai usia zirkon memiliki implikasi besar bagi model awal Bumi. Pelacakan pada elemen zirkon yang  berasal dari kawasan Jack Hills tersebut menunjukkan batuan mirip granit yang kaya air, seperti granodiorit atau tonalit.

Itu berarti Bumi mendingin cukup cepat untuk air permukaan dan batuan benua muncul atau hanya 100 juta tahun setelah tabrakan besar yang membentuk sistem Bumi-Bulan. “Zirkon menunjukkan kepada kita Bumi di masa awal kurang lebih seperti Bumi yang kita kenal sekarang. Itu bukan tempat yang ramah,” kata Valley, seperti dilansir Live Science, Ahad pekan lalu.

Zirkon adalah salah satu mineral yang paling kuat di planet ini. Kristal ini muncul 165 juta tahun setelah Bumi terbentuk. Dia bertahan saat perjalanan di sungai, terkubur jauh di dalam kerak Bumi, pemanasan, tekanan hingga perjalanan tektonik kembali ke permukaan.

Namun, kristal ini bukan batuan tertua di Bumi. Sekitar tiga miliar tahun yang lalu, mineral ini terkikis dari kerak benua pertama dan menjadi bagian dari dasar sungai. Ahli geologi telah memeriksa dengan hati-hati lebih dari 100 ribu zirkon mikroskopis yang berasal dari zaman awal Bumi, mulai dari tiga hingga 4,4 miliar tahun yang lalu (Bumi diperkirakan berusia 4,54 miliar tahun). Kristal tersebut mengandung inklusi mikroskopis, seperti gelembung gas yang menjadi jendela yang unik mengenai kondisi di Bumi seiring munculnya kehidupan dan benua pertama kali terbentuk.

Sejauh ini, ilmuwan telah menemukan tiga zirkon tertua. Salah satunya berusia hampir 4,4 miliar tahun yang lalu. Usia ekstrim inilah yang menyebabkan belum adanya kepastian usia karena adanya kemungkinan kerusakan akibat radiasi. Kerusakan radiasi berarti zirkon bisa saja terkontaminasi selama hidup panjang mereka.

Zirkon mengandung dua isotop uranium alami. Isotop adalah atom dari unsur yang sama dengan jumlah neutron yang berbeda. Uranium radioaktif meluruh menjadi biang pada tingkat yang stabil. Penghitungan jumlah isotop biang inilah yang menentukan usia kristal. Namun, saat uranium mengeluarkan atom timah, peluruhan radioaktif melepaskan partikel alfa yang dapat merusak kristal dan menciptakan cacat. Cacat mengakibatkan cairan dan elemen luar dapat menyusup ke dalam kristal. Pada akhirnya menimbulkan keraguan tentang kesimpulan awal Bumi berdasarkan zirkon.

Yang lebih penting, uranium dan timah dapat bergerak di dalam kristal atau bahkan keluar dan masuk ke dalam zirkon. Mobilitas ini dapat membuang jumlah isotop biang yang digunakan untuk menghitung usia zirkon. Selama beberapa dekade hal itu merupakan sumber kontroversi.

“Jika ada proses di mana timbal dapat berpindah dari satu bagian kristal ke tempat lain, maka tempat di mana atom biang terkonsentrasi akan memiliki usia yang jelas lebih tua. Dan, tempat dari mana ia bergerak akan memiliki usia yang jelas lebih muda,” kata Valley.

Valley dan rekannya berharap dapat mengakhiri perdebatan dengan menunjukkan meskipun zirkon Jack Hills mengalami kerusakan radiasi, atom biang tetap tinggal di tempat. Para peneliti dengan susah payah menghitung atom biang dalam zirkon tertua satu persatu. Sebuah teknik yang disebut tomografi.

Di dalam zirkon tersebut, atom biang terkelompok bersama di zona kerusakan dengan lebar hanya beberapa nanometer. Valley mengatakan zirkon ini adalah sistem geokimia tertutup dan ilmuwan tidak tidak pernah bisa melakukan itu sebelumnya. (ROL/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Surat Kabar Global Times: Australia Mata-matai Kedutaan Tiongkok

Figure
Organization