Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Erupsi Kelud, ‘Counteract Valentine’ dari Allah Azza Wa Jalla

Erupsi Kelud, ‘Counteract Valentine’ dari Allah Azza Wa Jalla

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Gunung Kelud telah meletus Kamis (13/2) malam sekitar pukul 22.50 WIB. - Foto: metrotvnews.com
Gunung Kelud telah meletus Kamis (13/2) malam sekitar pukul 22.50 WIB. – Foto: metrotvnews.com

dakwatuna.com – Hari Kamis, 13 Februari 2014, udara di sekitar wilayah kecamatan Kras lebih terik dari biasanya. Namun tak terbetik dalam pikiran kami, bahwa beberapa jam kemudian akan terjadi peristiwa dahsyat yang menggemparkan. “Mungkin akan turun hujan deras,” duga kami sebab udara tak juga sejuk meski hari menjelang petang.

Semua orang masih beraktivitas seperti biasa, pun saya. Sore hari, saya mengajar anak TPQ. Usai Maghrib saya lanjutkan dengan mengisi kajian untuk remaja masjid. Seperti biasa, dalam keceriaan yang sama, dalam kedamaian majelis Allah bersahaja yang menenteramkan hati. Adzan Isya mengumandang, kami shalat berjamaah, lalu pulang ke rumah masing-masing. Remaja-remaja belasan tahun berjalan kaki bersama-sama sembari sesekali berkecandaan. Pemandangan yang saya sukai setiap usai mengaji.

Sampai di rumah, saya masih bersantai bersama keluarga. Sekitar pukul 21.00 WIB, saya ajak anak saya berangkat tidur. Tak ada sesuatu pun yang berbeda. Siapa sangka, sekitar dua jam berikutnya saya terbangun oleh suara gelegar yang keras. Bukan hanya sekali, tapi berlanjut dengan gelegar-gelegar berikutnya. Di luar, suara orang-orang riuh terdengar. “Gunung Kelud mbledos …! Gunung Kelud mbledos[1] …!” begitulah yang saya dengar. Saya bersicepat keluar kamar, dan mendapati kedua orangtua pun sudah terbangun. Kami keluar rumah, dan bergabung bersama orang-orang. Langit di atas rumah kami menjelaga. Sementara suara gelegar semakin menghentak membahana. Suasana jalan desa yang biasanya lengang berubah ramai; riuh oleh wajah-wajah panik. Corong-corong masjid bersahutan menyerukan peringatan, dan himbauan untuk terus berdoa. Suasana semakin bertambah miris.

Tanpa dikomando, kami bersama-sama menuju area pesawahan yang berjarak sekitar 200 m dari pemukiman—sama dengan yang kami lakukan 14 tahun yang lalu, saat Kelud meletus. Dari sana, terlihat jelas kilatan-kilatan lidah api membumbung ke angkasa. Warna langit diatasnya menjingga serupa bara. Setiap terdengar gelegar keras, tersemburlah percikan-percikan api menjurai serupa kembang api raksasa. Setelahnya rangkaian kilat bersahutan beriring gumpalan awan hitam mengarak.

Kami semua terdiam dengan rasa masing-masing. Semua mata memandang ke sana; ke arah Timur. Saya yakin, tak peduli yang terbiasa shalat, atau yang tak pernah tersentuh air wudhu, sama-sama menatap Kelud dengan dada yang ruah oleh ketakutan. Takut pada Allah, takut pada bencana yang datang tanpa diundang, takut pada dosa-dosa yang seketika mengemuka satu demi satu, takut pada maksiat yang pernah dilakukan, takut pada kematian, dan segala macam rasa yang hanya bertumpu pada satu; Allah Sang Maha.

Jantung saya berdegup kencang. Sekilas, tak sanggup saya berucap selain Maha Besar Allah ….subhanallah walhamdulillah wallahu akbar! Jarak rumah kami dengan Kelud sekitar 20 km. dan begitu dahsyatnya letusannya terasa. Lalu bagaimana dengan daerah-daerah yang lebih dekat? Pasti lebih memiriskan hati lagi. Menyaksikan lukisan bara di langit Kelud, sungguh terasa begitu tak berartinya manusia. Sekuat apapun, sekaya apapun, sepandai apapun, setinggi apapun jabatan, seorang presiden sekalipun, siapa yang akan mampu selamat darinya kecuali lari terbirit-birit mengungsi. Tak berarti segala kesombongan karena Allah-lah Sang Maha Sombong. Setitik saja Ia jentikkan jari, manusia berhamburan menyelamatkan diri. Subhanallah ….

Tak sampai sejam, saya kembali ke rumah. Suara gelegar terus terdengar. Malam Jumat yang benar-benar mencekam. Tak lama kemudian, terdengar bunyi bergemeletik di atap rumah. Semakin lama semakin sering. Orang-orang yang berada di area pesawahan terdengar berhampuran pulang.

Udan wedi …! Udan wedi[2] …!” kata beberapa di antaranya. Saya kembali keluar. Saya tadahkan tangan. Masya Allah … butiran pasir menyentuh tangan saya. Dan ia terus turun. Turun dan turun hingga hari menjelang dini.

Keesokan paginya—Jumat 14 Februari 2014—Kediri bersaput campuran pasir dan abu. Atap-atap, dan dedaunan memutih. Tanah tak terlihat kecuali hamparan pasir abu keputihan. Jalan-jalan gelap oleh debu yang beterbangan. Sekolah-sekolah diliburkan. Orang-orang mulai sibuk membersihkan halaman dan rumah masing-masing. Sungguh pagi yang sibuk. Ternyata bukan hanya Kediri saja. berita di televisi mengabarkan jika Solo, Yogyakarta, Klaten, Magelang, Bali, Madura, Surabaya, bahkan Cilacap pun hujan pasir. Masya Allah…

Hanya satu gunung berapi, dan sedemikian hebat efek letusannya. Hanya satu gunung berapi, namun telah cukup membuat ribuan orang panik dan sibuk karenanya. Bagaimana dengan kiamat ketika nanti semua gunung akan memuntahkan isi perutnya?

Allah sedang menyapa kita. Kita yang mulai lalai dengan kebesaran kuasa-Nya. Kita yang mulai enggan melaksanakan perintah-Nya. Allah menyapa kita tepat di hari yang selalu dielu-elukan sebagai hari kasih sayang. Sebuah hari yang seolah menjadi pelegalan bagi setiap kemaksiatan. Berapa pemuda-pemudi yang melepas malam Valentine dengan berhura-hura, bahkan berzina? Bukankah tak asing lagi berita jika penjualan kondom senantiasa melejit saat Valentine tiba? Iya, inilah Valentine 2014. Valentine dari Allah untuk merangkul hamba-hamba dalam rengkuhan-Nya.



[1] Meletus

[2] Hujan pasir

Redaktur: Deddy S

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Penulis berprofesi sebagai PNS di lingkup Pemkab. Tulungagung Jawa Timur. Menekuni dunia literasi sejak dua tahun terakhir. Tulisannya tergabung dalam 40 antologi, buku solo Love and Live Undercover, Meraup Pahala Kala Haid Tiba, dan Kitab Gang Pitu telah terbit tahun ini. Dua novel Islaminya insya Allah terbit awal tahun 2014. Penulis aktif dalam jaringan kepenulisan Jaringan Pena Ilma Nafia (JPIN)

Lihat Juga

Musibah Pasti Membawa Hikmah

Figure
Organization