Topic
Home / Berita / Nasional / Ceramah Ekonomi Keumatan, JK: Nabi dan Sahabat adalah Pengusaha

Ceramah Ekonomi Keumatan, JK: Nabi dan Sahabat adalah Pengusaha

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla (Foto: tempo.co)
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla (Foto: tempo.co)

dakwatuna.com – Depok.  Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) menghadiri Sarasehan Nasional Ulama Pesantren & Cendekiawan Tentang Keagamaan, Keumatan dan Kebangsaan Harlah ke-III Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Beji, Depok.

Dalam sambutannya di pesantren milik Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi tersebut, JK mengungkapkan sudah saatnya membangun ekonomi keumatan.

Menurutnya, penduduk Indonesia 80 persen adalah Islam. Namun, kenyataannya masih belum sejahtera. Dirinya meminta kepada para ulama dan kyai agar memberikan pencerahan pada umatnya dalam keseimbangan dunia maupun akhirat.

“Kunci kemajuan bangsa adalah semangat. Kita sebagai bangsa yang kaya akan alam. Tapi, ada bangsa yang miskin sumber daya alam seperti Korea Selatan, New Zealand dan lainnya,” ujar JK yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Sabtu (08/02/2014) malam.

Menurutnya, dalam berdakwah sudah saatnya menyampaikan pesan pada umat agar memiliki kemampuan dalam semua bidang temasuk ekonomi. Pasalnya, muamalah itu bermula dari pedagang. Untuk itu, perlu adanya keseimbangan untuk menguasai banyak bidang, profesionalisme dan salah satunya ekonomi.

“Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang. Namun, seringkali mendengar sunnah rasul hanya pada pernikahan. Sering menyebutkan dalam hadits Nabi kakinya bengak saat Shalat Tahajjud. Tapi, tak disebutkan bahwa tangan Nabi bengkak, kaki bengkak saat berdagang dari Syam,” paparnya.

Ia mencontohkan gejolak di beberapa negara seperti Suriah, Libya dan lainnya adalah karena ketidakseimbangan dalam ekonomi. Untuk itu, dalam membangun ekonomi keumatan harus dibarengi semangat.

“Indonesia masyarakatnya masih 50 persen petani. Kalau produksi petani tidak naik, maka akan tersaingi oleh bangsa lain. Mari kita jadikan masjid sebagai rumah besar umat Islam. Di sekitarnya, kita dirikan Bank Syariah dan lainnya. Tujuannya, agar masyarakat bisa mempelajari perekonomian secara langsung dengan baik,” terangnya.

Ia menilai, belum saatnya NU atau Muhammadiyah mendirikan lembaga keuangan. Meskipun baik, namun dibelakangnya timbul masalah seperti Bank Nusuma dan lainnya. Saat ini, lanjutnya, agar diajarkan pada masyarakat bagaimana cara mendirikan toko, perusahaan, pertambangan dan lainnya. Kalau terpenuhi, bisa dipastikan keseimbangan akan tercapai.

“Bukannya mendorong menjadi pedagang, namun seorang pengusaha harus memiliki semangat, kreativitas dan berani mengambil resiko. Dengan banyaknya pengusaha, maka akan banyak yang membayar membangun masjid. Sebab, Nabi sendiri adalah pengusaha begitu juga sahabatnya Usman, Abu Bakar dan lainnya,” ujarnya. (okezone/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization