Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / This is First Time

This is First Time

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
(Foto: Bani Asroff)
(Foto: Bani Asroff)

dakwatuna.com – Dengan menyebut asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ahad 26 Februari 2014. Alhamdulillah Allah memberikan begitu banyak pelajaran di hari itu. Berawal dari sebuah cerita BEM FT UNY 2014 yang saat itu tengah melakukan penggalangan dana, guna mengeluarkan sense of social student di kampus teknik ini.

Pagi jam 07.30 WIB sudah mantap hari ini akan ku tebalkan mukaku untuk mengemis sumbangan di SUNMOR, pasar Sunday Morning yang hanya berjarak sekian centimeter dari kampus. Namun, 2,5 tahun aku kuliah di kampus ini belum pernah rasanya menginjakkan kaki di tempat itu. Kembali ke topik, setelah di tunggu-tunggu hingga WAKTU menunjukkan 10.30 WIB hanya ada 4 orang yang siap terjun pagi itu. Miris memang, yah namanya juga manusia ada kalanya merasa prioritas diri itu lebih tinggi daripada prioritas orang lain.

Akhirnya kami putuskan untuk berangkat berapapun orangnya. Langkah demi langkah perjalanan itu terasa begitu cepat sampai ke tujuan. Hingga di 2/3 jalan, rasanya keringat ini ingin deras keluar, suhu jadi begitu panas dan jantung memompa darah begitu kencang. Masya Allah, this is first time sepanjang hidupku turun ke jalan meminta uang dari orang lain. Terlihat jelas dengan mataku 3 wajah yang begitu panik dan canggung dari sahabat-sahabat baikku itu. Dalam hati, “ya sudahlah, sudah jalan ini, bawa kotak pula, toh ini tidak dosa, justru Insya Allah dapat pahala”. Bismillah…

Namun, pagi itu aku belajar begitu banyak, tentang makna kepedulian. Zoon politicon yang di kemukakan Aristoteles memang benar, bahwasanya manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah mungkin bisa hidup tanpa orang lain. Dari situlah muncul makna peduli dan berbagi. Seperti kata yang terucap dari materi orasiku pagi itu, dengan tangan mengepal bak demonstran mulut ini berkata:

“Indonesia hari ini tengah berduka, Indonesia hari ini tengah menangis, maka buka mata kalian, sentuh hati kalian, mereka juga saudara kita yang entah hari ini berapa jalan yang mampu mereka tempuh di saat kita sedang bersenang berjalan di pasar ini!!! Sedikit uluran dari saudara sekalian akan dapat meringankan beban mereka”.

Aneh memang, dengan modal Toa rasanya sudah ingin aksi tuntut pemerintah saja. Ok, titik pembelajarannya adalah, pagi itu sekitar 1000 orang yang melihat tulisan kami, bahkan mendengar suara kami. Namun, berbagi memang berat belum lagi ikhlasnya. Mungkin hanya 30% dari mereka yang rela memasukkan ke kota kami, dan entah tinggal berapa persen yang memang ikhlas merelakan hartanya. Memang secara teori keikhlasan itu bak surat al ikhlas, yang di dalamnya tidak ada kata ikhlas. Kami hanya bisa berdoa bahwa 30% orang itu adalah orang-orang mulia yang ikhlas berbagi, walaupun keikhlasan hanya mereka dan Allah yang tahu.

Next, dari 30% orang itu ada satu orang yang benar-benar ingin kutuliskan dalam catatan ini. Beliau adalah seorang ibu, entah berapa usianya dan di mana tinggalnya. Faktanya pagi itu aku menangis karenanya, beliau pantas untuk dijadikan salah satu inspirasi.

Saat itu toa tengah kupegang dan orasipun ku kumandangkan dengan lantang karena sudah lama dengan situasi ini, mentalpun sudah bisa termanage. Terlihat dari arah barat, ibu itu berjalan pelan dengan gelas air mineral di tangannya. Seketika itu aku berhenti berorasi, pikirku “ah, tidak enak beliau pasti juga membutuhkan uluran tangan”. Ibu itu adalah seorang pengemis yang memang sudah pelan jalannya dan tua umurnya. Ekspresinya biasa saja, hanya menoleh ke arah kotak kami dan menumpahkan isi di dalam gelas di tangannya kemudian ia pindahkan ke kotak kami. Tanpa tingkah banyak beliau pergi dan melanjutkan pekerjaan sebelumnya, yah “meminta minta” dengan gelas kosong karena isinya telah tertumpah. Dan semoga tertumpah ke surganya Allah. Aamiin

Subhanallah, yaa muqallibal quluub, tsabit qalbi ‘aa diinik. Tidak akan ada yang tahu apa yang ada di hati setiap manusia, kecuali Rabbnya. Allah aza wa jalla…

Mungkin beliau adalah orang pinggiran, mungkin beliau adalah orang yang terlihat sebelah mata, mungkin beliau tidak lebih dari kita. Namun, hari itu beliau mampu mengalahkanku, mengalahkan setiap keegoisan dalam diriku. Tidakkah di setiap harta yang kita punya, rezeki yang kita terima ada bagian dari mereka, mereka yang membutuhkan.

Yaa Allah ya Rabb… ringankanlah hati ini, untuk berbagi kebermanfaatan. Karena dengan merekalah hidup ini menjadi bermanfaat. Karena bersama merekalah hidup ini kian berarti.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Jamal Khashoggi Masuk Daftar ‘Person of the Year’ Majalah Time

Figure
Organization