Topic
Home / Berita / Internasional / Afrika / Foreign Policy: Pembantaian Eksistensi Ancam Muslimin Afrika Tengah

Foreign Policy: Pembantaian Eksistensi Ancam Muslimin Afrika Tengah

Milisi Parang di Afrika Tengah (elmarsad.org)
Milisi Parang di Afrika Tengah (elmarsad.org)

dakwatuna.com – Bangui. Majalah politik dunia, Foreign Policy, edisi 31 Januari 2014, mengangkat laporan tentang krisis kemanusiaan yang terjadi di Afrika Tengah. Berikut laporan tersebut seperti diringkas dalam situs elmarsad. Muslimin Afrika Tengah terancam eksistensinya karena pembantaian besar-besaran yang dilakukan kelompok Kristen. Mereka menjarah dan membakari rumah. Sambil menghancurkan masjid, mereka berteriakan, “Kami tidak ingin ada seorang Muslim di sini. Kami akan bantai mereka semua. Negeri ini milik orang-orang Kristen.”

Terdapat berlembar-lembar daftar korban meninggal di ruang otopsi ibu kota, Bangui. Dari tubuh mereka, terlihat sebab meninggal karena dipenggal kepalanya, disiksa, dihukum mati tanpa proses hukum, terkena tembakan, ledakan, dibakar, dan sebagainya. Bau mayat yang menyengat membuat mustahil berada di ruangan itu untuk beberapa saat saja.

Lalu mayat-mayat itu dikubur begitu saja dalam pekuburan massal tanpa didata nama dan identitas mereka. Data di kantor otopsi menyebutkan telah puluhan ribu korban meninggal dalam beberapa bulan terakhir kerusuhan di sana.

Koalisi Seleka adalah kelompok pejuang Muslimin yang telah berhasil mengepung kota Bangui dan menggulingkan pemerintahan Bozize pada awal tahun 2013. Namun tak lama kemudian, mereka kehilangan beberapa kekuatan dan wilayahnya. Sedangkan kelompok Kristen yang menamakan dirinya “Kelompok Perlawanan Parang” semakin menggencarkan serangannya di wilayah-wilayah sipil Muslimin yang telah ditinggalkan pasukan Seleka.

PBB menampakkan usaha meredakan kondisi dengan mengirim pasukan penjaga perdamaian, namun pembantaian tidak juga berkurang. Pada tanggal 14 Januari yang lalu, terjadi peristiwa yang sangat memilukan di kota Buyala, 200 KM utara ibukota. Seorang ibu muda bernama Fathimah Yamasa berada dalam sebuah kendaraan umum. Di tengah perjalanan, kendaraan dihentikan oleh milisi Kristen untuk diperiksa. Karena yakin akan segera meninggal, Fathimah menyerahkan anaknya yang masih berusia 7 bulan kepada seorang ibu Kristen yang bersamanya di kendaraan. Fathimah pun meninggal dunia dengan tubuh terkoyak parang bersama dua ibu lainnya dan empat orang anaknya.

Itu hanya satu kisah di Buyala. Ketika milisi “Parang” Kristen berhasil merebut kota ini sebelumnya, mereka membunuhi warga Musliminnya secara serampangan. Ada mayat-mayat yang dibuang ke sumur. Personil Palang Merah mengevakuasi mayat-mayat tersebut. Air sumur tidak bisa lagi dimanfaatkan hingga akhirnya juga ditutup.

Di tempat pengungsian Muslimin, Dayro Soba (25 tahun) menceritakan kejadian yang dialaminya. Dia tertembak senjata api di lututnya saat milisi “Parang” menyerang kampungnya. Kakak, ayah, dan pamannya meninggal dunia karena sabetan parang bersama 34 orang Muslimin lainnya, termasuk kepala kampungnya. (msa/dakwatuna/elmarsad/foreignpolicy)

Redaktur: M Sofwan

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ketua Studi Informasi Alam Islami (SINAI) periode 2000-2003, Kairo-Mesir

Lihat Juga

Milad ke-19 PKPU, Human Initiative: Spirit of Humanity

Figure
Organization