Topic
Home / Berita / Opini / Membumikan (Lagi) Belanja di Pasar Tradisional

Membumikan (Lagi) Belanja di Pasar Tradisional

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: zisindosat.com)
Ilustrasi. (Foto: zisindosat.com)

dakwatuna.com – Pasar dikenal sebagai ruang untuk melakukan transaksi barang dan jasa antara penjual dan pembeli. Pasar tradisional merupakan sumber kekuatan ekonomi kerakyatan yang mampu menyelamatkan sendi perekonomian negara. Akan tetapi, saat ini keberadaan pasar tradisional mulai terancam tergusur oleh pasar modern. Pedagang pasar tradisional semakin gelisah dengan adanya pembangunan gedung-gedung pencakar langit yang terus berkembang. Generasi muda lebih memilih belanja atau sekadar nongkrong di mall. Tak hanya itu, untuk membeli sayuran pun masyarakat memilih di supermarket.

Pasar tradisional yang dahulu menjadi idola semua orang saat ini ditantang dengan keberadaan pasar modern. Image pasar modern bersih, aman dan nyaman menjadi momok eksistensi pasar tradisional. Adanya pasar modern telah menggusurkan pasar tradisional dan menurunkan jumlahnya sebesar 30%. “Kenaikan pasar modern di Indonesia dalam jangka waktu 5 tahun sekitar 8 ribu, pada tahun 2007 pasar modern yang tercatat sebesar 10 ribuan, tahun 2011 jumlah pasar modern menjadi 18.152 buah. Akan tetapi, pasar tradisional mengalami penurunan dari 13.450 pasar pada tahun 2007 menjadi 9.500 pada tahun 2011”, terang Abdullah Mansyuri, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) dalam pidato Deklarasi Pasar Tradisional, Rabu, 29 Januari 2014 di Solo. Adanya revitalisasi dan relokasi pasar dirasa belum efektif karena tidak dapat meningkatkan jumlah pasar tradisional.

“Dalam kurun waktu 5 tahun ini, pertumbuhan retail modern di negara-negara Asia lima kali tumbuh lebih pesat dibandingkan negara Eropa dan Amerika”, terang Priyo Budi Santosa wakil ketua DPR RI dalam pidatonya Deklarasi Pasar Tradisional. Padahal kita ketahui Eropa & Amerika merupakan perintis retail modern. Sistem retail modern menyebabkan nilai gotong royong, musyawarah dan tawar-menawar seakan-akan luntur. Sistem retail modern hanya menghilangkan nilai-nilai dari leluhur dan menciptakan manusia sebagai mesin. Pasar modern tidak memberi kesempatan pada simbok-simbok bakul, petani padi, buruh gendong untuk bisa masuk. Sedangkan di pasar tradisional nilai luhur bangsa Indonesia terjaga dengan adanya gotong royong dan interaksi positif tawar menawar. Dalam tawar-menawar akan diajarkan bagaimana mencari jalan tengah, tidak mencari untung namun kesepahaman. Selain itu, akan menimbulkan kepedulian sosial. Kita akan mengetahui perjuangan penjual sayuran yang harus berjalan puluhan km untuk mendapatkan rupiah.

Pasar tradisional tergusur bukan secara fisik saja, tetapi juga omset perdagangan sehingga kita harus terpanggil untuk membendung itu semua. Kalau itu tidak segera tertangani maka itulah tanda-tanda kiamat perekonomian bangsa. Pasar tradisional saat ini alpha, karena berbagai peraturan kurang melindungi mereka. Perpu Presiden tentang larangan membangun pasar modern di zona 0,5 km dari pasar tradisional, belum diindahkan dan masih dilanggar oleh beberapa pemerintah daerah. Dalam pembangunan pasar tradisional, jangan hanya melihat pasar tradisional sebagai tempat bertukar atau transaksi barang atau jasa, tetapi pasar tradisional sebagai tempat proses budaya. Modernisasi pasar tradisional dalam konteks tradisional bukanlah bangunan yang megah namun adanya nilai budaya, adanya tawar menawar, kehangatan, interaksi sosial, dsb. Bangsa kita berbeda nilai pedagangannya dengan bangsa lain karena adanya nilai kekerabatan. Kita harus mempertahankan nilai tradisional pasar tradisional. Oleh karena itu, menjaga eksistensi ruh pasar tradisional menjadi kewajiban bagi seluruh elemen, baik dari pemerintah, pedagang pasar maupun masyarakat.

Kesadaran masyarakat untuk menumbuhkan kembali semangat belanja ke pasar tradisional diperlukan untuk menegakkan kembali eksistensinya. Pedagang pasar harus kompak dan bersatu membuktikan kepada masyarakat bahwa pasar tradisional tidak kumuh, tidak kotor, dan tidak menjijikan. Dukungan Pemerintah diperlukan terutama dalam kebijakan melindungi perdagangan dalam negeri.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi Fakultas Pertanian UNS, jurusan agroteknologi angkatan 2009. Salah satu penerima beasiswa aktivis Nusantara 3. Aktif di beberapa organisasi, saat ini ini organisasi yang digelutinya Biro Asistensi Agama Islam FP UNS dan IMC UNS. Juga aktif dalam kegiatan mentoring di kampus.

Lihat Juga

Fadly Amran: Pasar Digital Kubu Gadang Tarik Minat Kunjungan Wisatawan

Figure
Organization