Topic
Home / Berita / Opini / Harus Ingat Sejarah Siapa Sebenarnya Partai yang Pro Kepada Rakyat?

Harus Ingat Sejarah Siapa Sebenarnya Partai yang Pro Kepada Rakyat?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – “Sudah jatuh tertimpa tangga pula”Demikianlah untaian sebuah peribahasa: digunakan untuk menggambarkan kemalangan yang datang berturut-turut, kepada rakyat kecil Indonesia.

Ingatkah sejarah mencatat Inilah partai yang memilih BBM naik 6 bulan ke depan secara otomatis oleh pemerintah: 1. GOLKAR 2. DEMOKRAT 3. PPP 4. PAN 5. PKB. Partai yang menolak kenaikan BBM kapan pun, sampai ada oknum yang menggugat. 1. PKS 2. GERINDRA. Partai walk out, tidak memberi suara dalam voting 1. PDIP 2. HANURA.

Opsi yang di sahkan ialah, pasal 7 ayat 6a, yang berarti pemerintah akan menaikkan BBM dalam waktu 6 bulan ke depan. Setelah hasil rapat paripurna pada waktu itu! Ternyata bukan hanya berdampak pada kenaikan BBM saja tapi ada efek naiknya gas elpiji yang kita rasakan karena gas elpiji adalah bagian dari aset Pertamina.

Memang untuk sementara waktu ini pemerintah melalui badan usahanya Pertamina, hanya baru menaikkan beberapa bagian saja di antaranya: bensin, solar, Pertamax dan Pertamax plus. Akan tetapi, dampak negatif yang ditimbulkan dari kenaikan ketiga jenis bahan bakar tersebut menjadikan keresahan yang signifikan di kalangan masyarakat luas terutama masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.

Sebetulnya menaikkan harga BBM, sudah mulai terintis sejak orde Megawati mula. Namun nampaknya sejak pemerintahan SBY-KALLA telah berani mengambil tindakan-tindakan yang dianggapnya demi menyelamatkan keberlangsungan Pertamina dan kocek pemerintah itu sendiri. Walaupun ratusan juta rakyat miskin akan semakin sengsara bahkan ada anak-anak yang terancam putus sekolah karena orang tuanya sudah tidak menyanggupi lagi untuk membiayai pendidikan. Ekstremnya boro-boro untuk anak sekolah beli minyak tanah saja, sudah engap-engapan pada waktu rezim itu.

Keputusan dilematis memang, di saat pemerintahan baru dengan ekspektasi rakyat yang begitu besar kepadanya. Ibarat buah simalakama makan nggak dimakan tetap membuat orang menderita. Begitu juga dengan pemerintah di satu sisi mungkin ingin menyejahterakan rakyatnya. Namun, apa daya tangan tak sampai keadaan ekonomi sebuah negeri yang dikenal dengan seribu pulau dan negara kaya akan kekayaan alam yang terdapat di dalamnya ini belum mampu memberikan pelayanan seoptimal mungkin dan memenuhi harapan-harapan rakyat yang sebelumnya sempat dijual dengan murah kepada publik saat kampanye pemilu pilpres pada rezim itu. Lantas timbul pertanyaan benarkah negeri kita ini kaya raya? Kalaupun benar negeri ini kaya raya kemudian kenapa pada tataran realitasnya adalah kaum Dhuafa/fakir miskin?

Ungkapan yang mengatakan bahwa negeri kita ini kaya akan sumber daya alam (nature resources), nampaknya ada benarnya juga dan itu bisa kita lihat lingkungan yang ada di sekitar kita. Kalau kita mau jujur dan cermat dalam mengamati kekayaan alam yang terkandung di perut bumi Nusantara ini dari Sabang sampai Merauke pasti kita akan menemukan daerah-daerah yang dikenal dengan pertambangan minyak, tembaga, emas dan lain-lain. Begitu juga dengan rempah-rempahnya. Permasalahannya adalah sudahkah sumber daya alam kita diolah dengan baik? Kalaupun sudah siapakah yang mengelolanya? “Apakah orang-orang kita atau orang-orang kita telah berubah warna rambutnya menjadi pirang dan berkulit putih serta berbadan besar bahkan beralih bahasa malah pasih dalam bahasa Inggris ketimbang Indonesia”?

Hal in semakin jelas mengindikasikan bahwa pendidikan Islam/ Tarbiyah Islamiyah merupakan faktor penting dalam mencetak sumber daya manusia (human resources) yang handal tanpa harus meninggalkan moral. Suatu negara akan berkembang dan maju kalau pemerintahan yang berkuasa di negeri itu menempatkan pendidikan sebagai komponen utama dan pertama bagi terciptanya stabilitas ekonomi dan keamanan yang pada akhirnya menjadikan negara tersebut berkembang dan maju. Tanpa harus banyak diintervensi oleh negara-negara lain ketika dalam mengurusi persoalan-persoalan dalam negerinya sendiri. Sebagai contoh Jepang dilihat dari SDAnya kalau dibanding Indonesia jauh lebih kaya Indonesia tapi kenyataannya Jepang lebih maju dari Indonesia. Begitu juga dengan Swiss negara yang dikenal dengan pegunungan berbatu dan salju, tapi negara kutub ini lebih maju dari Indonesia.

Dengan demikian, tiada kata lain selain membenahi dan mengelola kembali pendidikan dengan kesungguhan dan keseriusan semua pihak yang terkait. Kemudian timbul pertanyaan: apakah selama ini dunia pendidikan kita tidak tertangani dengan baik oleh pemerintah? Apalagi dalam tatanan konsep kurikulum yang selalu berubah rubah dari tahun ke tahun yang membingungkan pagi para pengajar/praktisi pendidikan yang berdampak kepada output dari peserta didik itu sendiri.

Saya berasumsi ada dua hal yang bisa kita lekati untuk menjawab pertanyaan itu. Pertama, kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan Indonesia. Hal ini bisa kita lihat, pemerintah menempatkan pendidikan bukan pada posisi yang pertama dalam rangka memperbaiki kondisi bangsa yang tengah terpuruk ini. Kedua, rendahnya alokasi dana untuk sektor pendidikan yang masih di bawah 10 persen. Padahal undang-undang telah mengamanatkan alokasi dana sebesar 20 persen dari total APBN. Kedua hal ini saya kira telah cukup jelas untuk menjawab pertanyaan itu.

Selanjutnya, jika pemerintah kita intens terhadap dunia pendidikan Indonesia dengan menjadikan komponen pendidikan sebagai instrumen utama dalam rangka memperbaiki kondisi bangsa yang carut-marut ini. Tentunya, kenaikan harga BBM/GAS ELPIJI pun sepertinya tidak akan menjadi persoalan signifikan bagi akselerasi perkembangan dan kemajuan bangsa. Kalau selama ini kenaikan harga BBM dan GAS ELPIJI selalu dipicu oleh tingginya harga minyak di pasaran Internasional. Saya kira hal ini tidak akan memberikan dampak negatif yang berarti bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia pada khususnya, jika sumber daya manusia yang kita miliki berkualitas, profesional, dan mempunyai integritas tinggi.

Dan tentu saja, untuk menciptakan dan membentuk SDM yang berkualitas, bermoral dan mempunyai integritas tinggi itu tiada lain hanya dengan menjadikan pendidikan sebagai obat mujarab untuk mengatasi setiap problematika kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenaikan BBM selama ini merupakan bagian dari persoalan sebuah bangsa yang terpuruk akibat multi krisis. Tapi percayalah pendidikan yang mengkonvergensikan knowledge dan moral itu adalah solusi terbaik bagi setiap persoalan bangsa ini. Mudah-mudahan dengan fenomena kenaikan GAS elpiji ini kita semua sadar dan tahu betapa pentingnya SDM yang berkualitas sebagai produk dari pendidikan yang terintegritas antara knowledge dan moral itu lebih penting ketimbang SDA yang tidak bisa kita berdayakan dengan baik akibat rendahnya kualitas SDM yang ada.

Mumpung negara ini belum jatuh terlalu dalam, masih ada waktu untuk berevaluasi dan memperbaiki diri terutama pendidikan sebagai tonggak utama suatu bangsa yang bervisi progresivitas perubahan demi kemajuan. Mari kita melakukan perubahan dan pembaharuan selama nafas masih berhembus.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ketua Yayasan Pendididkan Latifah Ciwaringin, Cirebon.

Lihat Juga

Partai Moderat Islam ala Erdogan

Figure
Organization