Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Antara Wanita dan Tipu Daya Setan

Antara Wanita dan Tipu Daya Setan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (Inet)
Ilustrasi (Inet)

dakwatuna.com – Saudaraku, korelasi antara hati kita dengan godaan setan itu, serupa rumah dengan banjir. Rasa aman yang kita rasakan di dalam rumah, senyaman apa pun itu, tetap saja tak luput dari terpaan air. Air tetap akan merangsek mencari celah sekecil apapun guna masuk ke dalam rumah dan menenggelamkan diri kita. Ia datang dari depan, belakang, kanan, maupun sisi kiri kita, kecuali dari arah atas. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman, “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” [Al-A’raaf: 16-17]

Mungkin ada di antara kita yang kuat ibadahnya, tapi saat diuji dengan godaan harta, ia lemah. Ada pula yang kuat terhadap goda harta, tapi rapuh dengan tahta. Ada pula yang tidak tergiur dengan harta dan tahta, tapi rupanya takluk kepada wanita. Dan di antara godaan ‘hartawan’ (harta, tahta, wanita) itu, godaan wanitalah yang paling dahsyat dalam melunturkan ‘pertapaan’ seorang ikhwan (laki-laki)Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan Usamah bin Zaid Radhiallahu‘anhu, Saya tidak meninggalkan sesuatu fitnah setelahku yang lebih besar bahayanya bagi kaum lelaki daripada perempuan.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Mari kita bandingkan, mana yang lebih dahsyat antara bisikan setan atau bisikan wanita. Bila bisikan setan, sekeras apapun, tetap saja ia tak nampak. Tapi bisikan wanita? Ia tidak hanya mengganggu dimensi audioindrawi lelaki, tetapi juga tervisualisasi dengan baik melalui pancaran cahaya yang masuk melalui retina mata.

Dalam buku Talbis Iblis, Ibnul Jauzi mengisahkan dari Abdurrahman bin Ziyad rahimahullah, dia berkata, “Tatkala Musa ‘alaihissalaam sedang duduk di majelisnya, tiba-tiba muncul Iblis sambil mengenakan mahkota dicat warna-warni. Ketika sudah dekat, Iblis melepas mahkotanya dan meletakkannya. Dia mendekat ke arah Musa dan berkata, ‘Assalamu’alaika wahai Musa.”

“Siapa engkau ini?” tanya Musa.

“Aku Iblis,” jawab Iblis.

“Kalau begitu Allah tidak mau menerima kedatanganmu. Apa maksud kedatanganmu?”
“Aku datang untuk menyerah kepadamu, mengingat kedudukanmu di sisi Allah dan kehormatanmu di mata-Nya.” jawab Iblis.

“Apa yang engkau lihat pada dirimu?” tanya Musa.

“Aku akan menyambar hati anak keturunan Adam.”

“Apa yang dilakukan manusia ketika engkau mengalahkannya?”

“Saat dia merasa takjub terhadap dirinya sendiri, menganggap amalnya banyak dan lupa dosa-dosanya. Kuperingatkan kepadamu tentang tiga perkara: Pertama, janganlah sekali-kali engkau berkhalwat (berdua-duaan) dengan wanita tidak halal bagimu, karena selagi seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang tidak halal baginya, maka aku menjadi rekannya satu-satunya, sehingga aku membujuknya untuk berhubungan dengan wanita itu. Kedua, janganlah engkau berjanji kepada Allah melainkan engkau harus memenuhi janji itu. sebab setiap kali seseorang berjanji kepada Allah, maka aku menjadi rekan satu-satunya, hingga aku menjadi penghalang antara dirinya dan janjinya. Ketiga, sekali-kali janganlah berniat mengeluarkan shadaqah melainkan engaku harus langsung mengeluarkannya. Sebab setiap kali seseorang mengeluarkan shadaqah dan dia tidak segera mengeluarkannya, maka aku menjadi rekan satu-satunya, hingga aku menjadi penghalang antara dirinya dan kehendaknya untuk bershadaqah.”

Setelah itu, Iblis berbalik sambil berkata tiga kali, “Benar-benar celaka! Karena dengan begitu Musa dan anak keturunan Adam tahu apa yang harus diwaspadai.”

Dalam riwayat yang lain, dari Hasan bin Shalih, dia berkata, “Aku pernah mendengar setan berkata kepada wanita, ‘Engkau adalah separuh pasukanku, engkau adalah anak panah yang kuluncurkan dan aku tidak pernah salah sasaran. Engkau adalah penyimpan rahasiaku dan engkau adalah utusanku jika aku membutuhkanmu.’”

Saudaraku, sungguh ini berlaku dua arah. Tidak hanya menyoroti kaum wanita, tetapi juga mewaspadai bias-bias pesona lelaki kepada wanita. Ini bukan tentang chemistry antar gender semata, melainkan daya tahan keimanan yang menjadi persoalan. Ibnul Jauzi menuturkan, “Iblis menyusup ke dalam diri manusia tergantung pada kadar yang dimungkinkannya, bisa bertambah dan bisa berkurang, tergantung kepada kadar kesadaran dan kelalaian manusia, kemahiran dan kebodohannya.”

Ada sebuah kisah sederhana, di mana suatu ketika ada seorang lelaki yang mendapat kabar bahwa teman wanita sejak kecilnya dulu terserang penyakit. Tubuhnya tergolek tak berdaya di rumah yang lokasinya ternyata cukup jauh dari rumah si lelaki. Lelaki ini pun berniat untuk membesuk. Namun sebelum berangkat, ia siapkan bekal masakan untuk ia berikan kepada teman wanitanya tersebut.

Setibanya di sana, si lelaki mengetuk pintu rumah teman wanitanya itu. Karena tidak mendapat sahutan, ia ulangi lagi hingga terhitung ia telah mengetuk tiga kali. Merasa tidak juga mendapat jawaban, ia memutuskan untuk pulang. Ia ingat betul adab bertamu sesuai sunnah Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Namun tatkala berpaling, setan membisikinya, “Hei, kenapa kau ini? Sudah jauh-jauh datang, repot-repot menyiapkan masakan, apa kau hendak pulang begitu saja hanya karena ketukan pintumu tidak bersambut? Bukankah kau ingin tahu keadaan temanmu itu? Sudah masuk saja. Kalian kan sudah saling kenal dan akrab semenjak kecil. Mungkin ketukanmu itu tadi tidak ia dengar. Maklum, ia kan sedang sakit. Masuk saja. Setelah masuk dan menyerahkan masakan itu, kau kan bisa langsung pulang. Bagaimana?”

Hm, benar juga, pikir si lelaki.

Alhasil, ia mencoba masuk. Dan betul, pintu rumah tak terkunci. Tatkala masuk, ia mendapati teman wanitanya itu sedang lelap beristirahat. Si lelaki menaruh masakannya di meja dekat tempat tidur si wanita. Lantas ia ingin segera pergi. Namun, setan membisikinya, “Mau kemana kau? Kalau kau pergi sedang temanmu tertidur, dia tak akan tahu kalau kau datang kemari. Tunggulah sampai dia terbangun.”

Hm, betul juga, pikir si lelaki.

Beberapa saat kemudian, si wanita terbangun dan mendapati si lelaki terduduk menunggunya di samping kasurnya. Menyadari itu, si lekaki segera memberi salam dan berbincang sejenak menanyakan kabar si wanita. Tak lupa menyerahkan masakannya itu. Setelahnya, ia berniat pulang. Tapi lagi-lagi setan berkata, “Janganlah kau pulang. Tunggulah sejenak. Suapi temanmu itu. Apa kau tega membiarkannya makan sendiri sementara tubuhnya lemah karena sakit?”

Hm, betul juga, pikir si lelaki.

Akhirnya si lelaki menyuapi si wanita. Keheningan sesekali menyapa mereka berdua. Di saat itulah setan berkata, “Hei, ternyata temanmu itu cantik juga ya.”

Hm, betul juga, pikir si lelaki.

Bisikan setan rupanya membuat jiwa hewani dalam tubuh si lelaki bergejolak. Pikirannya saat itu pun keruh.

“Sudah, ‘sikat’ saja. Saat ini hanya ada kau berdua. Dia pun sedang lemah tak berdaya. Belum lagi rumah ini jauh dari keramaian,” imbuh setan.

Hm, betul juga, pikir si lelaki.

Alhasil, perbuatan biadab itu dilakukan oleh si lelaki. Setelahnya, setan bicara, “Ah, parah sekali kau! Apa yang kau perbuat kepada temanmu ini? Bagaimana kalau orang lain tahu dan kau tertangkap? Bisa-bisa kau dihukum mati! Sudah, bunuh saja dia. Mumpung tak ada orang yang melihat. Lalu kau kubur ia di bawah tempat tidur ini.”

Hm, betul juga, pikir si lelaki.

Sesaat kemudian, si lelaki rampung mengerjakan perintah setan. Ia telah membunuh dan mengubur teman wanitanya itu. Saat semua dirasa aman, ia pun beranjak pergi meninggalkan rumah itu.

Waktu pun bergulir dan seperti kata pepatah, serapat-rapatnya bangkai ditutup, baunya akan keluar juga.Terkuaklah kasus pembunuhan si wanita dan dilakukanlah proses investigasi. Dari hasil penyelidikan, data-data bukti dan saksi mengarah kepada si lelaki. Meski tidak mengaku, si lelaki pun digelandang dan dijatuhi hukumqishash (hukum mati).

Saat di tempat eksekusi, dan algojo telah siap menunaikan tugasnya, setan kembali datang dan membisikan sesuatu kepada si lelaki, “Hei temanku, hukuman qishash ini hanya berlaku untuk orang Islam. Mengaku saja kalau dirimu orang kafir. Kalau kau sudah bebas dari hukuman ini, kau tinggal bertaubat kepada Allah. Allah kan Maha Pengampun.”

Hm, betul juga, pikir si lelaki. Si lelaki pun dengan lantang berteriak, “Saya kafiiirr!”

Tapi naas, bersamaan dengan teriakkannya itu, sang algojo mengayunkan tangannya. Si lelaki itu pun akhirnya mati dalam keadaan kafir. Na’udzubillah…

Saudaraku, kisah ini saya adaptasi dan modifikasi dari kisah-kisah yang sempat hadir di telinga. Kisah dengan nada serupa pun terdapat dalam buku Talbis Iblis oleh Ibnul Jauzi. Ini mengingatkan kepada kita, bahwa setan selalu berupaya untuk mengajak kita kepada kekufuran. Bila kita seksamai kisah di atas, malapetaka tersebut bermula dari hal-hal kecil, di mana sunnah terkait adab-adab preventif sudah tidak lagi diindahkan.

Maka Maha Suci Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa yang menjadikan Islam ini sebagai rahmatan lil ‘alamin. Kita sebagai Muslim diajarkan untuk memiliki akhlak dan menjalankan adab-adab mulia agar terhindari dari murka Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa. Pun tak terkecuali adab-adab pergaulan antara lelaki dan wanita.

1.            Menundukkan pandangan

Dari mata turun ke hati. Begitulah pepatah lama. Karena itulah setiap muslim perlu menjaga pandangannya dari hal-hal yang dapat menimbulkan syahwat dan pikiran-pikiran kotor di benaknya. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaamemerintahkan kepada para lelaki muslim untuk menundukkan pandangannya, sebagaimana firman-Nya, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” [An-Nur (24): 30]

Hal ini pun diperintahkan kepada wanita muslim. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman, “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” [An-Nur (24): 31]

2.            Menutup aurat

Menutup aurat tidak hanya dengan menutup kulitnya semata, tetapi juga memenuhi kriteria lainnya, yakni tidak transparan, tidak ketat, dan tidak membuat tonjolan-tonjolan atau lekuk tubuh yang menggoda. Ini tidak hanya untuk wanita, tetapi juga kepada lelaki. 
Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman, “Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” [An-Nur (24): 31].

Juga firman-Nya, yang artinya, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab (33): 59] 

 3.            Adanya pembatas antara lelaki dan perempuan

Seorang muslim tidak boleh ikhtilat, atau tidak berbaur antara laki-laki dan perempuan dalam satu tempat, baik tempat terbuka ataupun tertutup. Karena ikhtilat memungkinkan seseorang untuk melihat lawan jenisnya dalam waktu yang lebih lama.

Apabila lelaki memiliki keperluan terhadap wanita, maka upayakan terdapat tabir pembatas sebagai hijabantara mereka. Bila tidak ada tabir secara fisik, maka seorang muslim perlu menjaga jarak dengan lawan jenis agar posisinya tidak terlalu dekat dan bersungguh-sungguh untuk menjaga hatinya. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman, “Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita), maka mintalah dari balik hijab.” [Al-Ahzab (33): 53] 

4.            Tidak berdua-duaan dengan lawan jenis

Tidak boleh seorang lelaki muslim berkhalwat (berduaan) dengan wanita muslim. Bila ada pertemuan, maka rumus minimalnya adalah 2+1. Minimal ada dua wanita, dan satu lelaki. Hal ini agar sang wanita ditemani oleh mahramnya. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah laki-laki berduaan dengan perempuan (lain) kecuali perempuan itu didampingi mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan (musafir) kecuali didampingi mahramnya.” [HR. Muslim]

Juga sabda beliau Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan perempuan (bukan mahram) karena yang ketiganya adalah syetan.” [HR. Abu Dawud] 

5.            Tidak mendayukan ucapan

Suara mampu menjadi panah-panah beracun yang melalaikan hati kepada kecenderungan-kecenderungan negatif. Karenanya wanita muslim tidak boleh bersuara manja, sok manis, atau dibuat merdu di hadapan lelaki, kecuali kepada suaminya. Begitu pula lelaki muslim, tidak boleh bersuara yang dibuat-buat dengan maksud agar suaranya terkesan jantan dan keren. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman, “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” [Al-Ahzab (33): 32] 

6.            Tidak menyentuh lawan jenis

Biasanya, persentuhan-persentuhan yang sering terjadi adalah saat terjadinya persalaman atau perjabattanganan antara lelaki dan perempuan. Apabila hendak bersalaman dengan lawan jenis, maka lakukanlah ta’zhim (penghormatan) dengan cara merapatkan kedua telapak tangan yang didekatkan di depan dada sambil menunduk.
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” [HR. Thabrani]

Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah menyentuh wanita yang bukan mahram dalam kondisi apapun. Hal ini diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat.” [HR. Bukhari. No.4891]

Itulah etika pergaulan seorang muslim. Dengannya kita beradab mulia, sebagai upaya menjaga kesucian diri. Pun begitu, kita tetap perlu waspada terhadap godaan setan yang selalu menggoda kita. Bahkan ia bermain pada tataran yang halus sekalipun, atau bahkan pada ranah yang sebelumnya kita rasa tidak berbahaya. Ia mencoba masuk dari segala sisi, berusaha mendeteksi celah kelemahan di hati. Ia datang dari depan, belakang, kanan, dan kiri, kecuali dari atas. (Ya, karenanya kita sering berlindung ke atas tatkala banjir, bukan?) Maka sudah seyogyanya, hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa yang Maha Tinggi kita memohon perlindungan agar tidak tenggelam pada godaan setan. Ibnul Jauzi mengatakan, “Selagi baju besi yang berupa iman tetap menempel pada diri orang Mukmin, maka anak panah musuh tidak akan sampai ke kancah peperangan.

Allahu a’lam…

 

Referensi:

  • Manajemen Syahwat, Ustadz Jasiman, Lc.
  • Riyadush Shalihin, Imam an-Nawawi.
  • Talbis Iblis, Ibnul Jauzi.
  • 1100 Hadits Terpilih, Muhammad Faiz Almath.
  • Sebuah situs internet yang saya lupa alamatnya (‘afwan).

 

Redaktur: Deddy S

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak kecil menggemari segala jenis masakan. Hingga kini senang membaca dan mengakrabi aksara.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization