Topic
Home / Berita / Nasional / Hakim Jatuhkan Vonis 16 Tahun Penjara pada Luthfi Hasan Ishaaq

Hakim Jatuhkan Vonis 16 Tahun Penjara pada Luthfi Hasan Ishaaq

Lutfi Hasan Ishaaq saat mendengarkan vonis Hakim di Pengadilan Tipikor, Senin, 9/12 (Foto: dakwatuna.com)
Lutfi Hasan Ishaaq saat mendengarkan vonis Hakim di Pengadilan Tipikor, Senin, 9/12 (Foto: dakwatuna.com)

dakwatuna.com – Jakarta.  Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, hari ini menjatuhkan putusan terhadap terdakwa kasus dugaan suap pengurusan penambahan kuota impor daging sapi pada Kementerian Pertanian dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq, dengan pidana penjara selama 16 tahun. Menurut majelis hakim, mantan Anggota Komisi I DPR fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu terbukti bersalah menerima suap dari PT Indoguna Utama sebesar Rp 1,3 miliar dan melakukan pencucian uang.

“Mengadili, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq selama 16 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis, saat membacakan amar putusan Luthfi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (9/12).

Hakim Gusrizal menambahkan, Luthfi juga dituntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar. Jika tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama satu tahun.

Hakim Ketua Gusrizal menyatakan, hal yang memberatkan hukuman Luthfi adalah meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap DPR, memberikan citra buruk pilar demokrasi dan mencederai citra PKS, dan tidak memberikan teladan. Sementara itu, pertimbangan meringankannya adalah bersikap sopan selama masa persidangan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga.

Menurut Hakim Ketua Gusrizal, dalam perkara suap Luthfi terbukti melanggar dakwaan alternatif ke satu, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara dalam perkara pencucian uang dan gabungan beberapa kejahatan, Luthfi dianggap terbukti melanggar dakwaan secara berlapis. Yakni Pasal 3 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana, Pasal 6 ayat (1) huruf b dan c Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana, dan Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Menurut Hakim Anggota I Made Hendra, Luthfi terbukti menerima sogokan sebesar Rp 1,3 miliar melalui Ahmad Fathanah. Duit itu diduga merupakan uang muka dari komisi Rp 40 miliar yang dijanjikan oleh Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, supaya Luthfi mau mengusahakan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya sebesar sepuluh ribu ton.

“Perbuatan itu supaya Luthfi sebagai penyelenggara negara atau pejabat negara tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya,” ujar Hakim Anggota I Made Hendra.

Kemudian, Hakim Anggota Purwono Edi Santoso mengatakan, Luthfi Hasan Ishaaq juga terbukti bersalah melakukan praktik pencucian uang. Dia menambahkan, Luthfi sengaja menyembunyikan atau menyamarkan berbagai harta yang diduga didapat berasal dari tindak pidana korupsi. Luthfi juga dianggap memiliki profil keuangan menyimpang, dibandingkan dari penghasilan sebelum dan saat menjabat Anggota DPR RI.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, Luthfi mencantumkan rekening atas nama dia dan keluarganya. Akan tetapi, menurut Hakim Edi, Luthfi tidak mengisi LHKPN dengan jujur karena tidak mencantumkan beberapa rekening bank atas nama pribadi dengan maksud menyembunyikan asal usul harta kekayaannya.

“Majelis hakim berpendapat terdakwa dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sengaja tidak mencantumkan rekening koran BCA dan rekening giro BCA. Majelis hakim berpendapat harta kekayaan yang ditempatkan di rekening patut diduga berasal dari tindak pidana,” kata Hakim Edi.

Putusan majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi akhir November lalu. Saat itu, mereka menuntut Luthfi dengan pidana penjara selama 18 tahun dalam dua delik pidana. Jaksa juga menetapkan pidana denda buat Luthfi. Dalam perkara suap, Luthfi dituntut pidana denda sebesar Rp 500 juta. Jika tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama enam bulan. Sedangkan dalam delik pencucian uang, dia didenda Rp 1 miliar subsider kurungan penjara 1 tahun 4 bulan. Jaksa juga menuntut penjatuhan pidana tambahan, yakni supaya mencabut hak-hak politik Luthfi.

Saat itu jaksa menyatakan, hal yang memberatkan tuntutan Luthfi adalah meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap DPR, keberpihakan pada kepentingan kelompok dan pengusaha tertentu serta menyingkirkan peternak sapi lokal, mengorbankan hak-hak ekonomi masyarakat, memberikan citra buruk pilar demokrasi dan mencederai citra PKS serta kader PKS lain yang pernah memiliki slogan ‘Jujur, Bersih, Peduli,’ dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, pertimbangan meringankannya adalah belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga. (merdeka/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Densus Anti Korupsi Polri Untuk Kepentingan Siapa?

Figure
Organization