Topic
Home / Narasi Islam / Politik / Rasulullah SAW Negarawan yang Cinta Damai

Rasulullah SAW Negarawan yang Cinta Damai

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Stempel surat-surat Rasulullah SAW ke para penguasa dunia. (M Widus Sempo)
Stempel surat-surat Rasulullah SAW ke para penguasa dunia. (M Widus Sempo)

dakwatuna.com – Surat-Surat Rasulullah Saw ke penguasa-penguasa dunia yang mengajak mereka mengikuti agama Islam sebagai syariat penutup dengan bahasa kenegaraan yang sopan santun bukti kuat dari rahmat Islam yang cinta damai.

Rasulullah Saw mulai membumikan nilai ini setelah pulang dari Hudaibiyah. Delegasi Rasulullah Saw pun beterbangan mengetuk istana-istana kerajaan mereka dengan dakwah Islam.

Setiap surat tersebut dicap dengan stempel kenabian yang terdiri dari 3 baris: Muhammad Rasulullah (محمد رسول الله). ([1])

Ibn Qayyim menyebutkan 6 delegasi yang diutus pada hari yang sama di bulan Muharram, 7 hijriah, di antara mereka:

Amru bin Umayyah ad-Dhamri yang diutus ke Najasyi Ashamah bin Abjar, penguasa Habsyah (Ethiopia) disambut baik dan meriah. Raja ini diriwayatkan memercayai Islam dan mengimaninya. Rasulullah Saw di Madinah turut berduka di hari kepulangan Raja Najasyi ke rahmat Allah SWT di Habsyah dan melaksanakan shalat gaib untuknya.

Berikut ini redaksi surat tersebut:

Surat Rasulullah SAW ke Najasyi, Penguasa Habsyah. (M Widus Sempo)
Surat Rasulullah SAW ke Najasyi, Penguasa Habsyah. (M Widus Sempo)

“Dari Muhammad Rasul Islam ke Najasyi, penguasa Habsyah (Ethiopia), “keselamatan bagi Anda, Sesungguhnya aku memuji Allah, tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Penguasa, Maha Suci, Yang mengarunia keselamatan, keamanan dan Yang Maha Memelihara. Saya bersaksi bahwa Isa bin Maryam Ruh Allah dan kalimat-Nya yang ditiupkan ke Maryam yang suci dan terjaga. Isa diciptakan Allah dari ruhnya seperti Adam tercipta dengan tangan-Nya. Saya mengajak Anda dan seluruh bala tentara Anda ke agama Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan dan menasihati, maka terimalah nasihatku, dan keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk.”

Dihyah bin Khalifah al-Kalbi diutus ke Heraklius, Kaesar Romawi (Bizantium, kota Yunani kuno) yang ingin mengislamkan dirinya, namun keinginan tersebut tidak terwujud.  Olehnya itu, Rasulullah Saw tidak memercayai berita keislamannya dan berkata: “Dia bohong, dia tidak muslim, tetapi tetap dalam agama Nasraninya.”

Berikut ini redaksi surat Rasulullah Saw:

“Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya ke Heraklius yang diagungkan bangsa Romawi: “keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya aku mengajak Anda dengan dakwah Islam. Islamkan diri Anda, maka Anda pun selamat dan mendapatkan pahala dua kali lipat. Jika Anda berpaling, maka Anda menanggung dosa semua penduduk Bizantium. “Wahai Ahli Kitab, marilah berpegang kepada kalimat (ketetapan) yang disepakati antara kami dan kamu sekalian, yaitu kita tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan tidak sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami orang-orang yang berserah diri kepada Allah SWT. (QS. Al-Imran (3): 64)””

Hatib bin Abi Baltaah yang diutus ke Muqawqis Juraej bin Maena, Raja Koptik Mesir ditanggapi baik oleh raja tersebut dan menghadiahkan Rasulullah Saw Mariyah (yang kelak menjadi istri Rasulullah Saw) dan saudarinya Sirin dan Qaesari. Tetapi itu tidak mendorongnya meyakini Islam sehingga ia terhitung pembual yang pelit kedudukan. Karena takut mahkotanya dicopot, ia pun menjual akhiratnya dan menolak Islam demi tahtanya yang tidak kekal.

Berikut ini redaksi surat tersebut:

“Dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Muqawqis, Raja Koptik Mesir: “keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya saya mengajak Anda dengan dakwah Islam, Islamkan diri Anda, Maka Anda pun selamat dan Allah melipatgandakan pahala Anda 2 kali lipat. “Wahai Ahli Kitab, marilah berpegang kepada kalimat (ketetapan) yang disepakati antara kami dan kamu sekalian, yaitu kita tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan tidak sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami orang-orang yang berserah diri kepada Allah SWT. (QS. Al-Imran (3): 64)””

Di sebuah riwayat:

“Setelah membaca surat ini, Muqawqis bertanya ke Hatib bin Baltaah, “Jika sahabatmu itu seorang nabi, apa yang mencegahnya untuk tidak mendoakan kehancuran orang-orang yang telah mengusirnya dari tanah kelahirannya sehingga Allah membinasakan mereka? Jawabnya, “Apa juga yang mencegah Isa untuk tidak mendoakan kehancuran orang-orang yang melakukan tipu muslihat untuk membunuhnya sehingga Allah mengazab mereka.” Muqawqis menjawab, “Anda delegasi bijak dari seseorang yang bijak.”

Abdullah bin Husâfah as-Sahmi diutus ke Raja Khosrau Anusyirwan, Abruwis bin Hermes di Persia. Raja ini tidak memberikan muka bersahabat dan menyobek surat Rasulullah Saw. Olehnya itu, doa kenabian pun menginginkan kehancurannya: “ya Allah, hancurkan kerajaannya,” dan kerajaannya benar-benar hancur.

Syujâ’ bin Wahab al-Asadi diutus ke al-Harith bin Abi Syamir al-Gassani, Raja Balqa’ (nama kuno dari Yordania sekarang) dan Salith bin Amru diutus ke Hawsah bin Ali al-Hanafi di Yamamah. Raja terakhir ini menyambut baik kedatangannya, tetapi itu tidak mendorongnya mengislamkan dirinya.

Mereka itulah delegasi-delegasi Rasulullah Saw yang diutus pada hari yang sama seperti yang diriwayatkan.

Selain dari mereka al-Ala’ bin al-Hadrami diutus ke al-Mundsir bin Sâwa al-Abdi, Raja Bahrain sebelum penaklukan kota Mekah. Raja ini mengislamkan dirinya dan membenarkan surat Rasulullah Saw.

Berikut ini redaksi surat tersebut:

“Dari Muhammad Rasulullah ke al-Mundsir bin Sawa, Raja Bahrain. Salam bagi Anda. Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad hamba Allah dan rasul-Nya. Aku mengingatkan Anda dengan Allah. Barang siapa yang menasihati, sesungguhnya ia menasihati dirinya sendiri. Barang siapa yang mentaati rasul-rasul-Ku dan mengikuti ajaran-ajaran mereka, maka ia pun telah mentaati-Ku. Barang siapa yang mengajak kepada syariat-syariat mereka, sesungguhnya mereka mengajak kepada-Ku. Sesungguhnya rasul-rasul-Ku memujimu, sesungguhnya Aku memberimu syafaat untuk kaummu dan mengampuni ahli dosa. Barang siapa yang menegakkan agama Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, maka baginya pahala.”

Surat-surat kenegaraan ini menebar pesona kenegarawanan Rasulullah Saw yang cinta damai dari pelbagai sisi, di antaranya:

Pertama: Rasulullah Saw bukan negarawan yang tamak kekuasaan, suka mengintervensi kebijakan politik dalam dan luar pemerintahan-pemerintahan dunia dan tidak gemar memamerkan kekuatan militer untuk menundukkan pemerintahan yang tidak seaqidah atau sealiran.

Kedua: surat-surat kenegaraan Rasulullah Saw tidak dapat dipisahkan dari misi utamanya memenangkan syariat Islam dengan mendakwahkan Islam ke pemimpin-pemimpin dunia sehingga agama terakhir ini membumi dan mendunia.

Ketiga: yang menolak dakwah surat-surat tersebut urusannya dikembalikan kepada Allah SWT dengan mendoakan kehancurannya dan tidak dihakimi sendiri dengan invasi militer. Sikap kenegaraan ini kilauan percikan dari mutiara maknawi QS. Al-Kafirun.

Keempat: Tema sentral surat itu berorientasi ukhrawi. Semuanya diajak mengesakan Allah SWT, meninggalkan kebiasaan buruk yang menuhankan sesama dan mengislamkan diri demi meraih keselamatan dunia akhirat.

Kelima: Kekuatan maknawi surat-surat itu lahir dari tema sentral yang dipancarkan kalimat-kalimatnya dan stempel kenabian yang menyuarakan kerasulan Muhammad Saw untuk semesta alam. Semua pemimpin dunia terlihat sama di bawah kekuatan maknawi ini dan wajib tunduk mengislamkan diri mereka. Yang demikian itu karena Allah SWT sendiri yang mengajak dan Rasul-Nya menyuarakannya dalam bentuk bahasa kenegaraan.

Keenam: yang punya akal sehat dari mereka siap menanggalkan kesombongan dan keangkuhan tahta singgasana karena tersentuh dengan kekuatan maknawi tersebut. Tetapi yang picik dan takut kehilangan mahkota kerajaan rela menjual akhirat demi menjaga kekuasaan semu mereka. Olehnya itu, yang membangkang dari mereka dihancurkan kerajaannya sebagai bukti kuat dari kebenaran kekuatan maknawi surat-surat tersebut.

Ketujuh: jika kita melihat lebih jauh lagi dan mencermati stempel kenabian Rasulullah Saw yang membumbui setiap surat, kita akan melihat peringai rendah dirinya yang mulia. Muhammad negarawan teragung sepanjang zaman ditempatkan di baris paling bawah, kemudian kerasulannya dan tulisan Allah ditulis di baris paling atas. Penyusunan ini seperti memesankan makna kehambaan yang tinggi. Ia seperti berpesan: “yang perlu Anda takuti Allah yang Maha Kuasa, zat yang paling tinggi, raja segala raja dan pemegang mutlak kekuasaan-kekuasaan semu Anda. Wahai raja-raja dunia! Aku tidak takut kepada Anda sekalian karena yang menugaskan aku dalam misi kenegaraan ini adalah Allah SWT, Tuhan semesta alam.”

Di akhir tulisan singkat ini, saya mengajak pemerhati dan pecinta tema-tema kenegaraan Rasulullah Saw menyuarakan kesimpulan berikut:

“Rasulullah SAW negarawan yang cinta damai. Kecintaan itu buah kerasulan yang ditugaskan menyebar rahmat dan membumikannya di seantero alam. Yang menolak dari mereka dakwah surat-surat itu berarti menolak semena-mena rahmat Allah SWT. Yang menolak rahmat-Nya berarti menginginkan kehancuran diri mereka sendiri. Yang hancur tidak memahami orientasi ukhrawi surat-surat tersebut dan lebih melihat kepada fisik lahiriyahnya saja dari pemimpin negara ke pemimpin negara. Sementara itu, goresan pena kenabian tersebut intinya dakwah ukhrawi yang menginginkan keselamatan mereka dari fitnah-fitnah kekuasaan yang membutakan.”


Catatan Kaki:

([1]) Lihat: al-Bidâyah wa an-Nihâyah, vol. 3, hlm. 104, Zad al-Ma’âd, vol. 1, hlm. 119

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Pensyarah antar-bangsa (Dosen) Fakulti Pengajian Alqur'an dan Sunnah, universiti Sains Islam Malaysia (USIM). Degree, Master, Phd: Universiti Al-Azhar, Cairo. Egypt

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization