Topic
Home / Berita / Nasional / Anggota DPR Minta RUU JPH Farmasi Ditunda

Anggota DPR Minta RUU JPH Farmasi Ditunda

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (Inet)
Ilustrasi (Inet)

dakwatuna.com – Jakarta.  Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Demokrat, Muhammad Baghowi, meminta pengesahan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) untuk produk farmasi ditunda dahulu alias tidak dipaksakan. Jika dilakukan pengesahan lebih banyak masalah, salah satunya adalah  potensi persaingan usaha.

Ia mencontohkan, jika ada dua pengusaha, yang satu dijamin halal dan satu lagi diragukan (kehalalannya) akan menyebabkan yang halal akan  menggugat. Akibatnya yang diragukan akan berdampak pada produksinya.

Persoalan lainnya adalah siapa berhak mengeluarkan sertifikasi terhadap kehalalan suatu produk, yang selama ini masih dipegang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan juga uang pengurusan.

“Masa berlaku sertifikasi halal adalah tiga tahun, dan harus mulai mengurus perpanjangan sejak enam bulan sebelum masa berlakunya habis. Dalam lima tahun, pengusaha harus dua kali mengurus jika sekali urus  Rp 6 juta, berarti Rp12 juta dalam lima tahun. Nah, siapa yang akan mengelolanya uangnya,”  katanya, Rabu(13/11/2013).

Dikatakannya,  MUI meminta mereka yang  memegang sertifikasi dan negara hanya mengurus administrasi saja. Itu tarikan yang masih alot dalam pembahasan RUU karena  MUI tidak berhak melakukan penarikan terhadap uang dari masyarakat.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukannya, angkanya bisa mencapai Rp 480 triliun. “Mestinya yang berhak menarik uang dari masyarakat hanya negara,” katanya.

Jika kehalalan adalah sebagai urusan agama, maka bukan hanya MUI saja yang paham soal agama. “Kan juga masih ada Muhammadiyah, dia juga punya ahli-ahli agama,” katanya.

Ia mengusulkan  sebaiknya negara melakukan penguatan-penguatan terlebih dahulu. Karena nanti, daerah pun juga akan terkena dampak dari aturan ini. “Harus ada pengawas di daerah. Kalau belum ada, kan harus melakukan pelatihan juga. Anggaran kita belum kuat, pengusaha juga belum kuat,” tandasnya.

Secara pribadi ia ingin RUU Jaminan Produk Halal segera menjadi undang-undang mengingat pembahasan sudah sejak 2008 yang hanya berkutat pada lembaga penjamin halal, dan akhirnya deadlock.

Ditambahkannya, ia mendapatkan informasi  dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), masih banyak terdapat obat dankosmetik yang mengandung turunan babi. “Jika ini dipaksakan, maka akan ada potensi produksi dalam negeri yang menjadi rapuh. Pengusaha harus melakukan penambahan anggaran agar produknya terjamin halal, dan kemudian dinilai layak dinikmati masyarakat,” ujarnya. (tribunnews/ded/dakwatuna)

Redaktur: Deddy S

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak kecil menggemari segala jenis masakan. Hingga kini senang membaca dan mengakrabi aksara.

Lihat Juga

Ustadz Yusuf Supendi Meninggal Dunia

Figure
Organization