Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Derita Chiro dan Puspa

Derita Chiro dan Puspa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)
dakwatuna.com – Sejak kecil, aku tak terbiasa untuk memegangnya karena Ibuku melarangku dan saudara-saudaraku juga apalagi sampai ada di rumah. Dia suka mencuri ikan, jika ibuku sedang menyiangi ikan atau daging ayam di dapur. Pasti meongnya dan indera penciumannya sangat tajam hingga tanpa undanganpun ia datang seperti layaknya tamu yang datang dengan gagah. Karena ia suka mencuri ikan ataupun ayam, sering buang air kecil sembarangan dan juga sering buang air besar bahkan muntah. Aku sangat tidak suka, benci dan jijik. Pokoknya segala pikiran, rasa yang berhubungan dengannya sangat tidak ku suka.

Aku berada di lingkungan yang berasrama karena aku ingin menambah ilmu tenang Al-Qur’an. Aku bergabung di asrama selama setengah tahun lamanya sambil menyelesaikan kuliahku. Anehnya di lingkungan asrama ini semuanya pada suka dengannya yang sering mencuri ikan atau ayam, buang air kecil dan besar sembarangan kecuali aku yang sangat anti dengannya. Setiap makhluk yang memamah biak berada di lingkungan asrama pasti selalu diberikan nama oleh para penghuni asrama di tempatku tinggal dan menggali ilmu ini. Ya… meong-meongan selalu membuatku harus jauh-jauh dan aku tak mengizinkan diriku sampai kena bulunya. Karena kata Ibuku, bulunya sangat berbahaya buat wanita yang dapat menyebabkan kemandulan pada janin wanita. Jadi keantianku terhadap makhluk yang selalu mengeluarkan suara meongannya ini semakin bertambah pula.

Suatu ketika ada penghuni baru yang datang ke asramaku dan dengan suara meongannya juga. Ia lucu, bersih dan manja terhadap siapa saja serta yang paling ku suka darinya adalah ia tak pernah mengeluarkan cakarnya sembarang bila dalam suasana bermain-main. Tapi kalau sudah dalam keadaan yang genting barulah cakarnya di keluarkan. Sejak saat itu aku jatuh cinta padanya, sepertinya ia tah pada awalnya aku tak menyukainya. Namun, aku sering memberi makan ia dengan nasi yang aku campur lauk pauknya karena aku kasihan melihatnya. Dan ia juga selalu pasang wajah yang iba juga bila diberikan makanan untuknya. Sangat pintar, manis dan bersahaja. Lama-kelamaan aku jadi sering memberikan makananku padanya, karena makananku bersisa namun karena aku menyisakan makanan untuknya karena au memiliki rasa kasihan dan sayang juga padanya. Setelah diberi makan ia pasti langsung mendekati yang memberi makan dan membuatnya kenyang, aku mengartikan kedekatannya itu sebagai tanda ia berterima kasih padaku. Waktu pun berjalan sudah satu bulan aku berada di asrama dan ternyata puspa ini telah hamil entah jantan mana yang menghampirinya.  Sebulan kami menunggunya dan memperkirakan berapa anak-anak yang terdapat di dalam perutnya.

Di asramaku tinggal juga sepasang suami istri dan anaknya. Kami menyebutnya buya, umi dan anaknya bernama syarifah. Syarifah yang sangat aktif ini terkadang membuat kami jengkel, terkadang main sendiri dan berbicara layaknya ada teman yang bermain bersama dengannya. Syarifah tipe anak yang aktif dan tak kenal lelah bermain, egosentris yang tinggi karena didikan orang tuanya yang selalu memanjakan dirinya. Akibatnya setiap permintaan yang ia inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Akibatnya, kami para penghuni asrama sering menjadi bulan-bulanan olehnya.

Sedangkan puspa, sering sekali menjadi bulan-bulanan syarifah juga kalau dia lagi ingin main. Terkadang dibuat hentakan dan puspa terkejut, terkadang di sayang namun, setelah itu kejahilannya pun muncul, melempar, mencubit karena gemes atau memperlakukannya seperti kuda yang bisa dinaik-naikin dan berjalan sesuai dengan kehendaknya.

1,5 bulan berjalan dan perut puspa semakin membesar, dan kami keluarga besar di asrama memprediksikan bahwa ia akan segera melahirkan anak-anaknya beberapa hari lagi. 4 hari sudah dari prediksi kami, sebelumnya puspa sudah sibuk mencari tempat dengan mondar-mandir dan mengais kain-kain yang bisa ia pergunakan untuk kelahiran anaknya nanti. Karena aku baru mengenal kucing dan juga puspa pada saat itu. Jadi aku tak bisa menduga apa yang dilakukannya, tapi aku bertanya pada temanku apa yang terjadi pada puspa, sampai-sampai dia harus bolak-balik, mondar-mandir mengunjungi setiap kamar. Alhasil, temanku memberikan tempat untuknya yaitu kardus yang berisi kain-kain yang sudah tidak digunakan lagi untuk melapisi anak-anaknya agar tidak kedinginan.

Pagi itu, jadwalnya kami menyetorkan hafalan ke ustadzah. Hiruk-pikuk suara dan kadang juga hening. Pertama dibuka dengan doa bersama-sama. Dan setelah berdoa dipersilakan oleh ustadzah siapa yang ingin menyetorkan hafalannya agar segera maju menghadap ustadzah dan menyuarakan hafalannya. Pada saat itu tidak ada yang memperhatikan apa yang dilakukan puspa karena semua penghuni asrama masih fokus dengan hafalannya. Ketika itu ternyata puspa telah melahirkan dengan adanya meongan-meongan tanda ia sekatikan untuk mengeluarkan anak-anak dari dalam perutnya.

Karena rasa sakitnya tersebut, puspa sampai-sampai keluar dari dalam kotak dengan adanya darah yang masih berceceran di daerah rahimnya dan tempat keluar anak-anaknya. Aku dan teman-teman lainnya langsung berlarian mencari tempat yang tak akan di tuju oleh puspa.  Aku sontak langsung teriak dan berlari menjauh dari tempat awal aku duduk, suasana ruang belajar pun menjadi ramai dan heboh. Namun, sikap Ustadzah yang menganggap itu adalah suatu kesalahan kami karena memelihara kucing di asrama. Ustadzah pun, bersikap lembut dan menenangkan, “Kucingnya di bereskan dulu, baru kita bisa belajar lagi”, Ucap ustadzah tanpa dengan wajah yang sumringah yang mengartikan bahwa ia sedang marah kepada kami.

Setelah di bereskan oleh kak Nuril dan Kak Husna, maka suasana rang belajar menjadi kondusif kembali dan dipenuhi dengan suasana ngaji dan hafalan-hafalan Qur’an yang bersenandung indah di kala itu.

Hafalan pun selesai dan ustadzah Shalat Zhuhur, makan dan selanjutnya pulang ke rumahnya.  Kami pun seperti biasa berkumpul untuk membicarakan apa yang terjadi tadi dan pada saat itu pemimpin asrama masih diketuai oleh kak Husna yang menyukai kucing, jadi tak terlalu bermasalah bagi para pecinta kucing juga.

Syarifah, memegang boneka dan mencari-cari mainan seperti biasanya. Dan dia juga menghabiskan waktu bercerita dan bermain sendirian, tapi ketika ditanya bermain dengan siapa? Selalu saja ia menjawab, “ada teman nih yang main sma kakak, ucapnya”. Sungguh aneh, bagiku aneh. Tapi Umi dan Buya membiarkan daya khayalnya melambung tinggi hingga ia menyadari, bahwa sosok yang dia lihat itu, juga kami lihat dengan baik seperti apa yang dilihatnya. Padahal, kami tak melihat anak-anak sebaya atau yang lebih tua umurnya di bandingkan syarifah. Syarifah, anak yang langsung gemes sama sesuatu yang baru, apalagi kalau sampai keinginannya tidak dituruti siap-siap apa yang ada dihadapannya akan menjadi senjata untuk menghajar orang yang dianggapnya sebagai pengganggu atau dengan makian kata-kata yang kasar. Walaupun, Buya dan Umi tak pernah mengatakan hal yang buruk terhadap anak itu, namun apa yang diucapkannya, keluar dari bibir kecil dan wajahnya yang masih sangat kecil itu.

Puspa telah menemukan tempat persembunyian yang indah dan sangat nyaman. Satu hari bertahan, karena Puspa hanya berdiam diri di dalam kotak kardus yang tersimpan di dalam lemari yang tertutup. Tapi, entah mengapa, Syarifah dengan penasaran yang tinggi mencari puspa dan keempat anaknya di berbagai tempat. Pertama kali, Ia mencarinya. Ia tak menemukan tempat Puspa dan anaknya bernaung. Namun, imajinasinya bermain dan eksplorasinya bertanya pada kami di manakah Puspa dan anaknya berada. Sontak saja kami mengatakan tidak tahu dan melihat keberadaan puspa dan anaknya itu.

Dan akhirnya, tempat yang terakhir belum dikunjunginya adalah lemari kaca yang terletak di sudut sebelah kiri yang bertengger di atasnya cermin dan biasanya kami gunakan untuk bercermin dan meletakkan peralatan yang berhubungan dengan kunci, gembok dan gantungan baju. Lemari yang sudah lama terletak di dalam ruangan itu seakan juga membantu Puspa untuk bersembunyi dengan menyatakan diri tidak mengetahui keberadaan Puspa dan tidak ingin menunjukkan keberadaan Puspa. Namun, nasib Puspa memang tidak baik kala itu. Syarifah dengan terus rasa penasarannya mencari-cari sosok Puspa dan anaknya. Dan lemari itu, akhirnya di kunjungi serta diperiksa isinya oleh Syarifah. Bertemulah Ia dengan sekotak kardus yang terdapat di dalamnya Puspa beserta anaknya.

Ia pegangi anak-anaknya Puspa karena lucu dan dengan keimutan mereka, tak berhenti membuat Syarifah memegang dan mengasari anak-anaknya. Syaraf motorik Syarifah yang belum terasah itu, menganggu tidur anak-anaknya Puspa. Sore itu di tutup dengan Syarifah di panggil oleh Buya untuk mandi dan kami melaporkan kepada Buya karena Syarifah memegang kucing. Syarifah tak diizinkan memegang kucing, disebabkan adanya penyakit yang hinggap di tubuhnya, sehingga sangat rentan jika harus berhadapan dengan bulu-bulu yang harus, yang di miliki kucing ataupun hewan sebangsanya.

Keesokan harinya, selesai kami dari menghafal dan menyetor hafalan kepada Ustadzah, Syarifah mencari keberadaan Puspa dan anaknya kembali. Ia mencari di tempat yang sama karena dikiranya tempat persembunyiannya masih di sana. Karena ia belum peka dengan apa yang dirasakan oleh Puspa. Disebabkan Puspa merasa terancam dengan keberadaannya dirinya di dalam lemari dan kardus tersebut. Malam harinya, Puspa sibuk bukan kepalang dengan mondar-mandir mencari tempat baru untuk peristirahatan Ia dan anak-anaknya. Karena kak Nuril tahu bentuk kecemasan yang dialami oleh Puspa, ia membantu Puspa menemukan tempat hidupnya yang baru. Di sudut kamar dan pojok ruangan kamar kami, masih terdapat ruang yang bisa dijadikan tempat peristirahatan untuk Puspa dan anaknya.

Kak Nuril membantu Puspa untuk memindahkan anak-anaknya beserta tempat peristirahatan mereka. Anak-anak yang masih mungil dan lucu-lucu itu masih sangat polos dan tahu-menahu apa yang sedang mengancam diri dan Ibunya. Puspa terlihat lebih tenang karena kami menjaganya dengan baik.

Di sudut lain, Syarifah sedang mencari-cari keberadaan Puspa dan anaknya. Tak berhasil di temukannya di sudut ruang tamu di dalam lemari tersebut, ia pun dengan cekatannya bertanya, “Kakak tahu gak di mana Puspa? Kok di situ gak ada?”, ucapnya dan aku langsung menjawab tidak sambil di dalam hati cemas dan berdoa semoga tingkah Syarifah hari ini tidak sampai menemukan Puspa dan anaknya. Sampai letihnya Syarifah, sore itu tak di temukan olehnya  keberadaan Puspa dan anak-anaknya.

Keesokan harinya, insting dan eksplorasi yang tinggi membuatnya mencari-cari Puspa dan anak-anaknya. Keberadaan mereka menjadi misteri dan rasa penasaran yang tinggi untuk Syarifah. Sehingga ia pun menyelusuri seluruh tempat. Dan ia mengunjungi kamar kami, yang biasanya ia gunakan untuk tempat bersembunyi ketika ia bermain dengan teman khayalannya da juga teman-teman yang berada di daerah asrama kami.

Di telusurinya seluruh sudut kamar, diperhatikannya satu persatu. Dan ia melangkah ke arah yang sangat menegangkan bagiku dan bagi kak Nuril juga, “ini dia….!, si puspa ternyata ada di sini. Kok kakak gak bilang ke aku sih, kalau dia ada di sini?”, ujarnya kepada kami. Di lihatnya, di pegangi dan dengan pegangan yang sangat keras dihempaskannya gerakan tangan motorik kasarnya ke tubuh anak-anaknya Puspa. Dan akibat hentakan yang dilakukannya dan motorik kasarnya yang belum terasah itu, satu persatu anak-anaknya Puspa mati dengan keadaan yang mengibakan hatiku. Entah mengapa Syarifah mengunjungi, mencari dan setelah menemukan segala sesuatu yang berada di tangannya akan segera rusak kalau tidak patah, ya…pecah atau sobek dan kali ini mati. Buya dan Umi hanya bisa meminta maaf dan menaruh rasa kasihan terhadap Puspa sambil menceramahi Syarifah, “Kakak gak boleh pegang Puspa lagi ya…! Tuh kasihan kan dia, pada mati anak-anaknya!”, protesnya kepada Syarifah.

Dan yang tersisa anak-anaknya Puspa Cuma satu, kami beri nama dia Chiro nama pemberian dari kak Nuril yang tidak mengetahui apa artinya, hanya sekadar nama saja dan namanya lucu. Chiro dan puspa hidup dengan sehat dan Chiro tumbuh dengan baik juga walaupun ada sedikit cacat pada kepalanya, disebabkan bergoyang tak tentu arah pada waktu-waktu tertentu. Itu disebabkan puspa sering memindah-mindahkan Chiro dari satu guci ke guci lainnya. Hingga membuat dirinya dan Chiro jatuh berulang-ulang kali.

Suatu hari, karena tak tahan dengan bau yang sering dibuat oleh Chiro akibat pipis dan buat kotorannya yang dibuang sembarangan, para penghuni asrama yang bukan pecinta kucing memiliki inisiatif untuk membuangnya. Pasalnya, mereka telah bertanya hal itu pada aku, kak Nuril, Mia, mengenai persetujuan untuk membuangnya dari Asrama. Namun, kami tak pernah setuju dengan kesepakatan yang mereka lakukan. Karena sudah jengkel yang diakibatkan Chiro membuang kotorannya sembarang dan bau yang dikeluarkannya itu, maka kak Uul yang ingin pulang ke rumah dengan jemputan suami tercintanya mencari karung. Aku saat itu tidak berada di rumah. Dan tanpa pikir panjang lagi, kak Uul meminta suaminya untuk memasukkan Chiro dan Puspa ke dalam karung tersebut dan membawa mereka ke tempat yang jauh dari Asrama. Kabarnya, kak Uul mengatakan membawa dan membuang mereka ke pasar dekat dengan Asrama. Namun, aku tak meyakini apa yang dikatakannya. Aku, kak Nuril sangat tidak suka dengan apa yang dilakukan kak Uul, walaupun alasannya juga ada benarnya juga. Tapi rasa sayang kami terhadap dua ekor meong-meong itu tak pernah tega melihatnya di buang. Dan kata kak Nuril, pada saat di buang itu ternyata Chiro sedang hamil anak pertamanya. Ya Allah, semoga engkau menjaga Chiro dan Puspa di sana. Semoga engkau memberikan karunia kesehatan dan rezeki kepada mereka…aamiin.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Guru SDN 4 Dendang Belitung.

Lihat Juga

Saat Menderita Penyakit, Tak Halangi Rasa Syukur

Figure
Organization