Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Cinta yang Menjadi Hijab Antara Manusia dan Allah SWT

Cinta yang Menjadi Hijab Antara Manusia dan Allah SWT

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Hijab secara bahasa bermakna penghalang. Namun dalam keseharian hijab lebih dikenal sebagai tata aturan berpakaian menurut syariat Islam. Makna penghalang adalah adanya sesuatu yang menjadi pembatas, perintang, atau penutup sehingga ada suatu hal yang menjadi tidak dapat dilihat, dijangkau, dan disentuh.

Mungkin kita pernah merasa doa-doa kita tidak dijawab oleh Allah SWT, ibadah yang kita lakukan tak meninggalkan bekas pada diri kita, atau kita tetap merasakan kering walaupun telah berbuat kebaikan. Jika terjadi yang demikian, boleh jadi hal itu mengindikasikan adanya hijab kita dalam berkomunikasi dengan Allah SWT.

Seharusnya tidak ada jarak atau hijab dalam berkomunikasi dengan Allah SWT karena Allah SWT telah menegaskan bahwa Allah SWT itu dekat dengan hambanya (lihat QS Al-Baqarah ayat 186 atau QS Al-Hadid ayat 4). Hijab dalam berkomunikasi dengan Allah  SWT bisa terjadi karena banyak hal. Setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi hijab kita dalam berkomunikasi dengan Allah SWT, yaitu rasa cinta kita kepada dunia, sifat kita yang melebih sifat-sifat Allah SWT, dan adanya kesyirikan dalam diri kita.

Pada kesempatan ini saya akan membahas salah satu saja dari ketiga hal yang dapat menjadikan komunikasi kita dengan Allah SWT terhijab. Satu hal itu adalah CINTA. Cinta adalah fitrah bagi manusia, namun ketika kita tidak meletakkan cinta kepada Allah SWT pada posisi pertama maka hijab itu akan muncul.

Cukuplah apa yang disebut dalam QS Ali-Imran ayat 14 menjadi penanda cinta-cinta selain Allah SWT yang sumbernya dari dunia. Cinta pada istri, anak-anak, harta benda emas dan perak, kuda pilihan atau zaman sekarang bisa disebut sebagai kendaraan yang bagus, hewan ternak dan sawah ladang yang merupakan tanda dari harta yang senantiasa bertambah.

Sebuah notes dari teman berisikan tentang kisah Buya Hamka yang semenjak istri tercintanya sering melakukan shalat taubat dan kadang dilanjutkan dengan tilawah Al-Quran hingga 6 juz. Lalu ketika Irfan, anak beliau bertanya tentang kebiasaan itu, beliau, Buya Hamka menjawab, “Kau tahu Irfan, Ayah dan Ummi telah berpuluh-puluh tahun lamanya hidup bersama. Tidak mudah bagi Ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya bila datang ingatan Ayah terhadap Ummi, Ayah mengenangnya dengan bersenandung. Namun, bila ingatan Ayah kepada Ummi itu muncul begitu kuat, Ayah lalu segera mengambil air wudhu. Ayah shalat taubat dua rakaat. Kemudian ayah mengaji. Ayah berupaya mengalihkannya dan memusatkan pikiran dan kecintaan Ayah semata-mata kepada Allah. Ayah takut, kecintaan Ayah kepada Ummi melebihi kecintaan Ayah kepada Allah. Itulah mengapa Ayah Shalat taubat terlebih dahulu.”

Kisah di atas merupakan sebuah pelajaran tentang bagaimana seorang hamba berupaya mencurahkan cinta kepada Allah sebagai cinta yang pertama dalam dirinya. Maha Suci Allah, semoga kita semua bisa meneladani kepribadian Rasulullah SAW dan Hamba-hamba-Nya yang shalih.

Berbicara tentang cinta dengan lawan jenis. Ada sebuah kisah yang sangat saya sukai dan ingin sekali saya bisa meneladaninya. Kisah itu tentang cinta antara Ali Ra dan Fatimah RA. Siapa sangka keduanya telah saling mencinta sejak lama, sejak masih remaja. Tapi keduanya senantiasa berusaha memosisikan cinta kepada Allah sebagai cinta yang utama. Keduanya kemudian saling menahan rasa cinta itu, sehingga Ali tidak pernah mengetahui bahwa Fatimah mencintainya dan Fatimah juga tidak pernah mengetahui bahwa Ali mencintainya. Cinta mereka dijaga oleh Allah SWT. Bahkan hanya Allah SWT yang mengetahuinya, sehingga setan pun kecolongan dengan tidak mengetahui perasaan cinta kedua hamba Allah itu. Cinta antara Ali dan Fatimah ini baru terungkap ketika Allah menyatukan hati mereka dalam sebuah ikatan cinta yang suci. Lalu apakah keduanya melupakan cinta kepada Allah? Ternyata tidak, keduanya tetap senantiasa meletakkan cinta kepada Allah SWT sebagai cinta yang utama.

Kisah nabi Ibrahim As menjadi contoh tentang cinta kepada anak. Ketika Nabi Ibrahim As telah bertahun-tahun hingga berbilang puluhan tahun merindukan kehadiran buah hati. Kemudian Allah memberikan kepada keluarga Nabi Ibrahim seorang anak yang benar-benar menjadi penyejuk mata orang tuanya. Berbahagialah mereka sekeluarga. Namun ternyata Allah menguji sang Nabi dengan datangnya perintah untuk menyembelih sang anak. Ini adalah salah satu ujian untuk mengetes sejauh mana Nabi Ibrahim meletakkan rasa cintanya pada Allah. Dan Alhamdulillah, beliau lolos ujian itu. Allah kemudian mengganti anaknya dengan seekor domba untuk disembelih.

Harta benda berupa emas perak, kendaraan yang bagus, dan pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan sering menjadi ujian cinta bagi manusia. Harta yang melimpah ruah merupakan suatu keinginan fitrah bagi setiap manusia. Sehingga manusia itu condong untuk menyimpan harta yang dimiliki, dan enggan berzakat. Apalagi harta menjadi status sosial masyarakat di dunia yang semu ini.

Telah banyak mereka yang gagal ketika diharuskan memilih antara pekerjaan atau melepas jilbab. Ada lagi mereka yang gagal dengan kekayaannya lupa untuk berzakat dan bersedekah. Saat ini pun telah menjadi rahasia umum bahwa ada orang-orang yang membeli kendaraan sekadar mengikuti tren hidup atau ingin melebihi tetangganya. Kalau sudah seperti ini kehidupan manusia, sungguh hijab dengan Allah itu nyata, dan sungguh surga itu terasa menjadi amat jauh.

Ujian berupa cinta yang kemudian menjadi hijab antara kita dengan Allah sesungguhnya merupakan tanda bahwa Allah sedang cemburu dengan hamba-Nya. Cara agar bisa lulus dari ujian ini adalah dengan bertaubat dan kembali menata niatan dan orientasi terhadap cinta yang kita miliki dengan meletakkan Allah SWT sebagai yang pertama dan nomor satu di dalam tujuan dan orientasi cinta kita.

Cinta itu ketika niatannya lurus dan prosesnya benar, Insya Allah akan berbunga keberkahan dan berbuah surge kelak. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang mampu meletakkan cinta kepada Allah di atas cinta terhadap dunia. Dan tentu saja kita semua ingin kembali ke sisi Allah SWT, karena di sanalah berada surga tempat terbaik untuk manusia kembali pada-Nya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...
pernah tinggal di Timor Leste, menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Padangpanjang SUmatra Barat, melanjutkan Studi S1 di Psikologi UGM. dan sekarang guru BK di SMA Ihsanul FIkri Kabupaten Magelang

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization