Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Utang Diri Sepanjang Masa

Utang Diri Sepanjang Masa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – “Dan Allah yang mengeluarkanmu dari perut ibumu, dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu bersyukur “ (An-Nahl: 78)

Setiap manusia terlahir dalam keadaan fakir karena tidak membawa apapun, bodoh karena belum mengerti apa-apa, dan lemah karena belum dapat melakukan apapun. Tidak ada manusia yang lahir membawa rumah, kiloan emas, dan kendaraan. Juga tidak pernah ada manusia yang begitu lahir langsung bisa mencuci piring, menulis buku dan berangkat kerja.

Hidupnya diatur oleh Allah, di keluarga mana ia nanti, dijamin kasih sayang untuknya, dan dijamin rezekinya.

  • Mula-mula ia tidak mengerti apapun, tidak dapat melakukan apapun. Tidak sanggup bahkan untuk mengangkat sebuah sendok saja. Kemudian waktu merubah keadaannya. Ia jadi mengenal benda, mengenal bahasa, mengenal materi pelajaran sekolah, mengetahui mana baik buruk, menguasai ilmu kerja dan analisa. Semua karena waktu telah merubahnya. Dan tahukah kamu siapa pemilik waktu itu? Dialah Allah.

Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah Taala berfirman (yang artinya), “Anak Adam telah menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Akulah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.” (HR. Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246, dari Abu Hurairah)

Maka ia telah berutang kepada Allah karena ia telah berubah banyak dari sejak awal kehidupan. Yang tadinya ia seperti seonggok benda hidup kosong, menjadi benda hidup yang berisi.

  • Perhatikanlah, tiap-tiap dari kita memiliki keinginan dan harapan, Namun harus digarisbawahi bahwa dalam konteks ini adalah keinginan terhadap manfaat yang membawa kebaikan dan kemaslahatan bagi dirinya. Tahukah kamu siapa yang mendatangkan keinginan dan harapan itu? Dialah Allah. Adakah keinginan itu muncul tanpa sepengetahuan Allah? Adakah keinginan dan harapan-harapan datang begitu saja tanpa kuasa dari Allah? Bukankah semua yang ada di langit dan di bumi ini dalam genggaman Allah? Bukankah semua terjadi atas izin Allah terlebih dahulu baru kemudian terjadi?

“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” pasti mereka akan menjawab, “Allah.” Maka mengapa mereka bisa di palingkan (dari kebenaran).” (Al-Ankabut: 61)

Maka ia berutang lagi kepada Allah, karena mengilhamkan keinginan dan harapan yang baik dan bermanfaat ke dalam hatinya.

  • Adapun keinginan dan harapan tersebut biasanya berefek terhadap tindakan, lalu dikerjakan tindakan untuk mewujudkan keinginan dan harapan tadi dalam kehidupan nyata. Katakanlah kita ingin pekerjaan yang bagus, ingin rumah bagus, ingin nilai kuliah bagus, ingin memiliki kendaraan bagus, ingin lulus dalam interview pekerjaan, ingin membangun usaha, dan lainnya. Semua keinginan itu akhirnya di wujudkan dengan berusaha mencarinya. Akhirnya mendapatkannya! Adakah kepandaian kita dan tenaga kita itu datang sendiri tanpa pertolongan dan kuasa dari Allah? Lagi-lagi kita berutang kepada Allah, karena memampukan kita berpikir mencari dan berusaha dalam hidup.“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia maha mendengar, maha mengetahui” (Al-Ankabut: 60)
  • Saat kita berhasil dalam pekerjaan, berhasil dalam suatu ibadah rutin, berhasil dalam suatu amalan hebat, berhasil jadi orang baik, adakah semua itu atas kuasa kita sendiri? Kalau Allah swt tidak tumbuhkan semangat di hati kita, tidak beri tenaga, tidak beri kepandaian, tidak beri otak yang sehat, dan tidak gerakkan tubuh kita untuk berusaha, adakah kita yang berhasil itu? Bukankah Allah saja yang maha kuasa atas segala sesuatu? Kembali, kita berutang kepada karena telah menuntun dan mengarahkan petunjuk untuk kita mengerjakan ini dan itu dalam hari-hari kita.
  • Dari sekian banyak kegiatan kita sejak bangun tidur hingga ke tidur lagi, banyak hal yang kita kerjakan, banyak akal yang kita pikirkan, banyak bahasa yang kita ucapkan, makan, minum, berjalan, berspekulasi, berkreasi, berkarya dan masih banyak lagi. Semua itu bisa kita lakukan atas izin dan pertolongan dari Allah. Bukankah manusia adalah makhluk yang lemah dan tak berdaya? Adakah kita mampu melakukan sesuayu tanpa izin Allah? Maka bertambah lagi utang kepada Allah, karena kita dapat beraktivitas dan bekerja cerdas tepat setiap hari, atas izin dari-Nya.
  • Bayangkanlah pasien-pasien di rumah sakit, adakah mereka mampu bekerja seperti biasa? Berjalan dan berlari seperti biasa? Mereka hanya berbaring, bahkan menyuap nasi ke mulut mereka saja mereka nyaris tak kuasa, adakah mereka mampu melakukan apa-apa tanpa di beri tenaga oleh Allah? Adakah kekuatan mereka tanpa di beri kuasa oleh Allah? Lalu Allah datangkan bantuan berupa orang-orang untuk mengurusi mereka, perawat-perawat, dokter-dokter, dan obat-obatan. Semua itu juga atas skenario Allah swt untuk memulihkan kita agar kembali menjadi mampu, menjadi sanggup bergerak lagi, menggunakan otak yang sehat lagi, dan bekerja. Bukankah kita berutang lagi kepada Allah?

Dapatkah Anda bayangkan jika tulisan ini diteruskan hingga ke masalah yang detail-detail dalam kehidupan setiap diri manusia. Berapa banyakkah utang itu dan tak pernah berhenti? Terus menerus utang bersambung dan bertumpuk hingga usia tua.

Dapatkah Anda bayangkan jika utang-utang (nikmat. red) itu ditagih dengan amalan kita yang tidak seberapa ini? Tertutupkah utang-utang tersebut? Namun Allah tidak menagih dari setiap utang kita, Ia memberi hanya karena cinta-Nya pada makhluk. Malah Ia sediakan waktu-waktu shalat untuk kita dapat menambah pinta dan keinginan sebanyak-banyaknya di dunia ini, bahkan di luar waktu shalat pun kita boleh meminta sekehendak kita.

Akan tetapi sayangnya kita tidak banyak yang memahami hakikat hidup ini, kita hanya di sibukkan oleh perkara duniawi dan materi, sehingga kita tidak mengetahui siapa sebenarnya diri kita ini. Bahkan tak jarang kita malah sering mengumpat dan protes kepada Allah, padahal Allah selalu memberi yang baik-baik, memberi kasih dan sayang-Nya kepada kita melalui orang-orang di sekitar kita, memberi tenaga dan petunjuk pada kita agar ke sini dan ke sana, kerja ini dan kerja itu.

Alangkah baiknya jika setiap diri mulai memahami siapa dirinya di dunia ini, yang kemudian dapat merubah jiwanya dan merubah tujuan hidupnya. Insya Allah. Wallahu a’lam…

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Direktur Rumah Tahfidz Ababil dan Aktivis. Pekanbaru.

Lihat Juga

Mencintai Diri Sendiri

Figure
Organization