Topic
Home / Narasi Islam / Life Skill / Bila Damai Telah Dirindu Hati

Bila Damai Telah Dirindu Hati

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan kehidupan yang tenang, aman, dan damai. Sebabnya, tidak salah bila semua orang merindukan suasana yang demikian. Namun, ada sesuatu yang harus kita pahami di sini. Ketenangan, keamanan, dan kedamaian dalam hidup kita tidak akan tercipta dengan sendirinya. Kita tidak bisa sebatas merindukannya. Kita yang harus menciptakannya. Mau tidak mau, ini harus kita lakukan sendiri. Sebab, Tuhan pun memberikan peringatan bahwa Ia tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang merubahnya. Catat ini!

Hati memang sering dibuat miris oleh suasana yang sangat memprihatinkan di dalam keseharian kita. Jangankan rasa persaudaraan, kepedulian terhadap sesama pun sudah pudar. Jangankan memuliakan tetangga, bahkan sudah banyak yang tidak mengenali tetangganya sendiri (benar kan?). Jangankan saling membantu, tahu kesulitan teman saja tidak. Bagi sebagian orang, semua kondisi yang saya sebutkan adalah keadaan yang wajar terjadi. Apalagi di perkotaan. Metropolitan lagi. Namun, jauh dalam lubuk hati yang paling dalam, saya masih bisa merasakan dan terus percaya bahwa masih ada sekian banyak jiwa yang sama dengan saya. Masih punya harapan terciptanya masyarakat yang harmoni dan madani.

Saya yakin saya tidak sendirian. Namun, jarang didapatkan yang benar-benar mau dan rela berjuang untuk mewujudkan. Kebanyakan masih betah mengeluh, menyalahkan, bahkan mengutuk. Ya, hanya sebatas itu! Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh. Kita bisa dengar apa yang akan diucapkan oleh seorang supir angkot ketika diserobot oleh seorang pengendara sepeda motor, “Dasar! Kurang ajar! Kau pikir ini jalanan moyangmu?!” Yang ini masih mending, dan jarang terucap. Yang lebih sering diucap adalah nama-nama binatang tak bersalah. Semisal, monyet, babi, anjing, dan sebagainya. Padahal, semua kesemrawutan dan ketidakteraturan yang terjadi tidak ada hubungannya dengan semua binatang yang mereka sebutkan. Betul?

Itu hanya sebuah contoh. Saya tidak ingin menuding semua supir angkot seperti itu. Tidak. Namun, sejauh yang sering saya alami ketika menumpang, kebanyakan begitu. Saya pun tidak ingin menjadikan kasus kesemrawutan dan ketidakteraturan ini hanya sebatas dalam lingkup angkot. Masih ada sekian banyak contoh lagi yang bisa kita lihat. Hanya saja, jalan raya adalah wahana yang paling pas kita pelajari. Kepribadian semua orang akan tampak di sana. Lihat saja, di jalan raya dibutuhkan ketenangan, kesabaran, dan juga kepatuhan terhadap aturan. Di tempat lain pun memang semua sifat itu dibutuhkan, namun sering tidak seperti aslinya. Maksudnya, sering dibubuhi dengan Impression management (pengelolaan kesan). Ada kepalsuan. Di jalan raya, saat orang-orang tidak saling mengenali satu sama lain, semua kepalsuan itu akan buyar. Tidak ada kepalsuan, tidak ada kesan yang dibuat-buat.

Bagi siapa saja yang juga merasakan kejenuhan, kejemuan, dan kebosanan yang sama, saya katakan. “Bila semua kejadian yang membuat kita kesal ini memang sudah terjadi, itu bukan salah kita! Namun, kalau tidak ada hasrat dan usaha untuk merubahnya, itu baru salah kita!”

Saya tahu, sebagian orang akan menyetujui. Tetapi, saya juga tahu, ada sebagian yang berujar, “Peduli amat?!” Yah, saya tidak menyalahkan dan tidak ingin membantah. Hanya saja, sebagai perwakilan, saya ingin menyampaikan, “Bila Anda tidak menginginkan kehidupan yang aman, jangan mengganggu keamanan orang lain! Jika Anda tidak ingin merasakan ketenangan, jangan mengusik ketenangan orang lain! Jika Anda tidak ingin dirugikan, jangan merugikan!”

Sangat banyak orang yang dirugikan oleh kejahatan, kebengisan, dan keegoisan. Kita maklum, bahwa semua orang punya urusan masing-masing yang harus dilaksanakan. Jadi, kenapa kita harus menganggap hanya diri kita yang punya urusan sehingga merasa sok penting? Saya rasa tidak ada alasan. Sebabnya, manusia yang hidup dalam kebersamaan (zoon politicon) haruslah saling memahami satu dengan lainnya. Dan, semua itu akan terwujud dengan adanya rasa saling bersaudara. Pasti ada alasan untuk bersatu. Bila bukan persaudaraan karena darah, agama bisa menyatukan. Bila berbeda agama, daerah bisa menyatukan. Bila berbeda daerah, suku, atau marga, negara bisa menyatukan. Bila berbeda negara, alam bisa menyatukan. Seterusnya…

Kita bisa membayangkan, betapa indahnya hidup dalam jalinan persaudaraan yang harmonis. Bila kita punya masalah, tidak sulit untuk mencari bantuan. Bila kita kehilangan sesuatu, tidak sulit untuk menemukan. Bahkan, bila kita khilaf meninggalkan sebuah barang berharga di suatu tempat, kita tidak khawatir akan ada orang yang mengambilnya. Itu semua indah! Begitu indah!

Sahabat-sahabat sekalian, salah satu dari beberapa kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow –yang teori-teorinya banyak dipakai sebagai rujukan di berbagai bidang ilmu– adalah kebutuhan akan rasa aman. Kita membutuhkan rasa aman sama seperti membutuhkan hal-hal yang lain. Misalnya, Anda membutuhkan makanan. Ketika Anda sudah mendapatkannya, Anda juga membutuhkan keamanan untuk melahapnya. Bila Anda punya harta yang banyak, Anda butuh keamanan untuk menjaga semuanya. Bila Anda punya jabatan, Anda butuh keamanan dari para musuh yang berusaha mengguncang posisi Anda. Betul?

Salah satu dampak yang paling miris akibat tidak adanya rasa persaudaraan adalah hilangnya kepercayaan. Yah, akan menjadi sangat sulit untuk percaya, apalagi kepada orang yang baru dikenali. Kalau yang kita lakukan adalah berhati-hati dan mawas, itu wajar. Namun, bila yang dilakukan adalah curiga, ini yang gawat!

Angka kejahatan yang semakin meninggi menyebabkan kepercayaan menjadi surut. Sampai-sampai, bila ada orang yang meminta tolong sekalipun kita akan merasa curiga. Sebabnya,  kehidupan kita terasa sesak oleh ancaman. Coba bayangkan, bila Anda yang sedang membutuhkan bantuan, dan ketika Anda meminta tolong semua orang malah menuding Anda punya niat jahat. Bagaimana rasanya? Pasti sangat menyedihkan. Tetapi, kita pun tidak bisa menyalahkan orang-orang. Mereka memendam kecurigaan itu bukan tanpa alasan.

Sebelumnya, kita berbicara tentang rasa aman. Nah, itu pulalah yang mereka khawatirkan. Sebab, secara alamiahnya, akan terjadi hukum kebalikan di setiap sisi. Misalnya, bila kita membutuhkan keamanan, kita pun akan berusaha agar keamanan yang kita punya tidak diganggu-gugat oleh siapa pun. Sekilas, hal ini manusiawi. Akan tetapi, permasalahan ini tidak berhenti di sini saja. Persoalannya akan meruncing. Yah, semua orang akhirnya cenderung egoistis. Ia hanya memikirkan semua kebutuhannya tanpa rela berpikir bagaimana keadaan orang-orang yang ada di sampingnya sekalipun. Miris!

Sampai di sini, kita punya beberapa pertanyaan yang harus kita jawab sendiri;

  • Apakah kita merasa nyaman di dalam kehidupan yang seperti ini?
  • Adakah kerinduan untuk memperbaiki?
  • Apakah kita masih bisa memaksakan diri kita untuk terbiasa padahal hati kita bergejolak menolak?
  • Naluri kita sebagai manusia membimbing untuk peduli terhadap sesama, tapi kenapa kita malah meredam dan menggantikannya dengan keegoisan?
  • Kita paham, bahwa manusia yang memiliki akal seharusnya hidup dalam bimbingan akal dan nuraninya, jadi kenapa kebanyakan yang terjadi malah hukum rimba yang biasa dilakoni oleh binatang?
  • Kita tidak ingin kepentingan kita diganggu, tapi kenapa tanpa peduli kita mengganggu kepentingan orang lain?
  • Apakah tidak akan pernah lagi tercipta kehidupan yang harmoni tanpa bayang-bayang ketakutan, kegelisahan, dan kecurigaan?
  • Bila bukan kita yang merasakannya, apakah kita tidak ingin anak dan cucu kita kelak bisa merasakan kehidupan yang aman, tenang, dan damai?

Apa pun jawaban yang kita haturkan, saya yakin kita semua punya alasan. Kematangan berpikir dan kedewasaan jiwa yang akan membimbing. Mudah-mudahan, saya bukanlah orang yang merasa sok pintar, sok cerdas, dan sok tahu. Mudah-mudahan tidak. Saya hanya ingin kita mendengarkan kata hati kita yang sudah lama terabaikan. Saya tahu, kita semua merindukan suasana kehidupan yang aman, tenang, damai, dan harmonis. Jadi, kenapa tidak kita ciptakan? Akankah dengan kerinduan saja, semuanya akan berubah?

Agar tidak berlarut dalam kekecewaan yang mendalam. Inilah beberapa hal yang saya sarankan:

Pertama: Niat

Semua mesti diawali dengan niat. Apa pun kebaikan yang ingin kita lakukan, seharusnya niat yang diucap di awal akan memotivasi, menguatkan, dan mengingatkan ketika terlengah. Sebab, niat adalah bahasa hati. Bahasa hati yang terpaut langsung dengan Tuhan. Bagi sebagian orang, kata-kata impian, harapan, cita-cita, dan asa lebih akrab. Namun, tidak salah bila kita mengganti dengan kata “niat”. Bapak BJ Habibie menganggap bahwa kata “VISI” itu lebih kongkret. Yah, itu juga tidak salah. Terserah kita mau menyebutnya dengan kata apa. Yang jelas maksudnya sama. Tujuannya juga sama.

Selanjutnya, kita harus mengenali masalah-masalah yang ada. Ini yang disebut dengan problem identification. Sama dengan ketika berada dalam pertempuran, yang tak kalah penting dilakukan oleh pemimpin perang adalah mengidentifikasi kekuatan lawan yang akan dihadapi. Bagi kita, begitu juga. Tidak salah, sebelum merancang segalanya, kita pahami pola permasalahan yang terjadi. Kejahatan berupa; pencurian, perampokan, pembunuhan, tawuran, penghinaan, dan sebagainya, sebenarnya apa yang menyebabkan dan memicu?

Mungkin saja karena terjadi ketimpangan. Ketidakseimbangan. Yah, mungkin sebagian orang sudah merasakan kehidupan yang menyenangkan, sementara kebanyakan masih kesusahan. Saya tidak ingin membenarkan kejahatan yang terjadi dengan pernyataan ini. Hanya saja, di sinilah kita menyadari dan memahami mengapa agama sangat menganjurkan kita untuk saling berbagi. Semua itu tidak sia-sia. Ini contoh kongkretnya.

Nah, mulai sekarang, sudah saatnya kita membangun niat yang benar. Niat yang tulus. Niat yang bertujuan untuk membentuk kehidupan yang lebih berarti.

Bila Anda punya jabatan, maka sejak saat ini berniatlah untuk menjadikan jabatan Anda sebagai sarana untuk menciptakan keharmonisan. Bila Anda punya harta yang banyak, sejak saat ini berniatlah untuk berbagi. Bila tidak bisa dengan harta, usahakanlah agar semakin banyak orang yang bisa Anda tolong dengan memberikan lowongan pekerjaan pada berbagai bisnis Anda. Mudah-mudahan usaha Anda akan semakin lancar perjalanannya. Yah, karena yang Anda tampung dan bantu bukan hanya pekerja. Namun, keluarga para pekerja dan semua orang yang juga membutuhkan uluran tangan para pekerja (karyawan) Anda.

Bila Anda seorang siswa atau mahasiswa, sejak saat ini berniatlah untuk menjadi seorang yang peduli terhadap sesama. Bukankah kita sudah sering belajar bahwa kehidupan yang indah adalah kehidupan yang didasari oleh rasa kebersamaan? Apa pun istilahnya, saya yakin sejak lama kita sudah paham.

Bila Anda seorang preman, insaflah kawan. Apakah yang Anda butuhkan bisa dicapai dengan premanisme? Saya yakin tidak. Sekilas memang bisa, namun itu hanya sesaat. Bukankah akan ada rasa takut dan khawatir bila ada seorang yang lebih kuat dan lebih tajam pengaruhnya dibanding Anda? Lagi pula, untuk melakukan aksi-aksi premanisme pun akan dibutuhkan banyak energi dan tenaga. Jadi, kenapa kita tidak mensyukuri anugerah itu? Banyak orang yang tidak punya kekuatan, lemah badannya, cacat anggota badannya, namun tetap giat dan bekerja keras untuk menghidupi diri dan keluarganya melalui usaha yang halal lagi baik. Mulai saat ini, mari sama-sama berniat untuk berubah.

Ada arah yang lebih baik. Ada cahaya yang lebih terang. Ada kehidupan yang lebih indah. Ke sanalah kita akan beranjak. Tidak lama lagi. Mudah-mudahan. Sebabnya, berniatlah.

 

Kedua: Kerja keras

Sahabat-sahabat sekalian, ternyata niat saja tidaklah cukup. Memang, berniat untuk melakukan sebuah kebaikan pun sudah terhitung sebagai satu kebaikan. Namun, tentu itu tidak cukup. Impian tanpa aksi, hasilnya akan tetap nihil. Semangat yang menggebu-gebu tanpa realisasi, hanya juga akan nol. Betul?

Sebabnya, jangan berhenti di sebatas keinginan, harapan, dan asa saja. Masih ada waktu untuk terus berusaha. Saya simpulkan dengan “kerja keras”. Memang, dalam terminologi lain, banyak yang menambahkan dengan istilah lain yang memang tidak kalah penting, yaitu kerja cerdas, kerja tuntas, kerja mawas, dan sebagainya. Menurut saya, semua itu sudah akan terangkum ketika kita mengucapkan “kerja keras” dan berusaha melakukannya. Kita pasti tidak ingin melakukan kerja hanya sebatas kerja saja. Di sanalah semua yang saya sebutkan tadi akan ikut tercantum.

Tidak mudah untuk berubah. Itu pasti! Yang paling sulit adalah merubah kebiasaan yang sudah mendarah daging. Mudah bagi kita mengatakan “Hentikan kekerasan sekarang juga!” Namun, bagi yang sudah terbiasa, akan sangat sulit meninggalkannya di saat ada keinginan yang ingin dicapai. Mudah bagi kita mengatakan “Hentikan pencurian!” Namun, akan terasa sangat sulit bagi yang sudah terbiasa mencuri untuk menahan diri ketika ada kesempatan.

Tetapi, percayalah, sesuatu yang sulit mendapatkannya, akan terasa sulit pula melepaskannya. Bila kita kesusahan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, maka nanti kita juga akan merasa susah untuk mengulanginya lagi. Mudah-mudahan. Jadi, tidak salah bila kita terus berusaha. Nikmati saja semua kendala dan rintangan yang menghadang. Semoga tidak merobohkan niat. Itu yang paling penting!

Bila desakan ekonomi sering memaksa kita untuk mencari ke jalan yang haram, berusahalah mencari jalan halal. Percayalah itu tidak susah! Tidak mungkin Tuhan mengajarkan yang tidak mampu atau susah kita lakukan. Mustahil. Mari kita berdayakan akal kita. Pikirlah dulu sebelum berbuat. Agar tidak ada penyesalan. Saya yakin, tidak ada orang tua yang tidak merasa malu bila memberi makan anaknya dengan uang dari jalan haram. Jadi, daripada terus-menerus memendam kekecewaan terhadap diri sendiri, mending berubah. Yakinlah, tidak susah! Pasti bisa! Asal kita tidak mudah diprovokasi oleh nafsu yang ada di dalam diri sendiri. “Semua orang akan sukses, bila mampu bertahan dalam proses.”

Sahabat-sahabat sekalian! Para generasi muda! Di sinilah kau harus membuktikan integritasmu sebagai penerus. Karyamu dibutuhkan oleh negeri pertiwi. Jiwa mudamu yang akan menuntun. Kita terlahir bukan hanya untuk menjadi pengikut tanpa pertimbangan. Tidak! Anda terlalu cerdas untuk berbuat sebatas di situ! Pahamilah, bahwa sangat banyak orang tak dikenal dan yang dikenal yang ingin berusaha menghancurkan kehidupan masyarakat di negara kita.

Dahulu kita di jajah, lantas kita berjuang dan akhirnya kebebasan pun diraih. Kini, disadari atau tidak, kita kembali dijajah. Hanya saja, bedanya, musuhnya ada di dalam diri kita sendiri. Itulah sebabnya, banyak yang tidak menyadari. Dalam keseharian kita, ditanamkan begitu banyak hal merusak. Mereka membingkainya dengan segala hal yang menyenangkan. Tujuannya? Apalagi kalau bukan agar kita terbiasa, terlena, dan mudah dikalahkan. Jadi, hati-hati!

Ada niat, ada usaha. Ada tujuan, ada ikhtiar. Semoga kita diberikan kemudahan untuk berusaha dalam kebaikan. Semoga kita ditunjuki jalan yang lurus saat diri tersesat dan tak tau arah jalan pulang. Semoga kita disadarkan bila terpedaya. Semoga.

 

Ketiga: Sabar

Sebelumnya, saya sudah menukilkan sebuah kalimat yang menginspirasi. “Semua orang akan sukses, bila mampu bertahan dalam proses!” Semua orang akan berhasil, bila serius dalam berusaha. Bila ada halangan, mampu dihadapi dengan tenang. Bila ada masalah, yang muncul di dalam hati bukan putus asa, melainkan optimisme. Kesiapan untuk bangkit, mencoba, dan berusaha kembali. Sampai apa yang diusahakan bisa digapai dan dicapai.

Dalam usaha, baik senang maupun susah, sama-sama membutuhkan kesabaran. Hanya bentuknya saja yang berbeda. Bila sedang berada dalam kesusahan. Bersabar akan membantu menjalani semuanya. Tidak akan ada keinginan untuk berhenti, sebab masalahnya akan terasa sangat kecil dibanding kesuksesan yang sangat besar. Dibanding keberhasilan dan manfaatnya yang paling besar.

Bila sedang berada di dalam kesenangan, bersabar akan membantu menjaga hati. Ini yang rawan. Mudah puas, merasa cukup, berhenti berharap, adalah wujud ketidaksabaran dalam hal kesenangan. Bisa-bisa, semua itu yang akan menjadi racun penghancur.

Jadi, apa pun, semuanya butuh sabar. Pribadi yang sabar akan tetap tenang. Itulah keistimewaan bagi mereka. Bagi kita yang sedang berusaha untuk berubah, akan ada begitu banyak tantangan. Itu pasti! Dan semua itu pula lah yang akan menjadikan Anda layak diperhitungkan. Tidak hanya di hadapan manusia, juga di hadapan Tuhan.

Sabar, mudah dalam mengucapkan, mudah pula dalam melakukan. Mudah-mudahan. Sejak lama, banyak orang yang mengatakan, “Sabar itu mudah diucapkan, namun sangat sulit melakukan dan bertahan di dalamnya.” Di sini, kita akan berusaha meluruskan. Tidak ada yang susah. Mudah-mudahan. Baik mengucapkan maupun melakukan, keduanya mudah. Asal kita sadar apa yang kita tuju. Asal kita tahu siapa yang layak kita jadikan teman dalam berusaha dan berjuang. Serta, kita juga harus tahu apa yang membuat kita melemah atau semakin bertambah kuat. Bila patokannya manusia, jelas akan sangat susah rasanya. Namun, bila yang kita jadikan teman dalam usaha dalam Tuhan, maka semuanya akan menjadi mudah. Yah, bahkan tanpa proses, Anda bisa berhasil. Bila Tuhan berkehendak!

Bersabarlah dalam berusaha. Mudah-mudahan keinginan kita untuk menciptakan kehidupan yang harmoni dan damai bisa segera terwujud. Menjadi kenyataan. Sehingga, kita layak menjadi contoh teladan bagi orang-orang di daerah lain. Sekarang, tugas kita adalah berusaha, dan kemudian bersabar dalam menjalaninya.

Bila hati merindukan kedamaian

Kerinduan itu baik. Wajar, manusiawi. Tidak ada yang salah dengan kerinduan. Semua orang berhak untuk menyimpan kerinduan di dalam hati. Siapa yang bisa melarang? Tidak ada. Yang benar saja! Sebab itu, tetaplah pendam dan jaga kerinduan yang Anda punya. Sekarang, tugas kita adalah berusaha untuk hanya memendam kerinduan yang baik. Menepis kerinduan yang buruk. Lagi pula, siapa sih yang mau memendam kerinduan yang buruk? Malah, akan merusak hati. Yang memendam pun tidak akan mendapatkan apa-apa selain kekecewaan yang berkepanjangan. Pasti!

Bila hati merindukan kedamaian. Biarkan! Itu baik! Artinya ia masih bisa merasakan segala yang salah. Dan tidak hanya itu, dia juga punya keinginan untuk mengubah. Jarang didapati, namun sangat berarti!

Bila hati merindukan kedamaian. Segera pupuk agar bertambah subur. Tularkan kerinduan yang sama pada orang-orang. Agar semua orang bisa merasakan kebaikan yang sama. Lagi pula, mengubah kebiasaan buruk dalam masyarakat itu tidak mudah. Tidak bisa dilakukan sendiri. Kita menyadari bahwa diri kita tidak semulia para nabi. Sebabnya, pelan-pelan, berusahalah mengajak orang yang terdekat. Mudah-mudahan keinginan dan kerinduan itu tidak lama lagi akan menjadi nyata.

Bila hati merindukan kedamaian. Kenanglah. Mungkin banyak perintah Tuhan yang kita abaikan selama ini. Mungkin ada segudang larangan dan aturan yang kita langgar. Mulai saat ini, berusahalah agar kembali ke jalan yang benar. Minta pertolongan-Nya. Mintakan kepada-Nya agar keinginan baik kita bisa diwujudkan.

Akhirnya, semua bisa dilakukan. Bila saat ini kondisi di daerah kita cenderung tidak karuan. Perselisihan ada di mana-mana. Pertengkaran. Dan kejahatan lainnya. Semoga semua itu bisa diubah kembali. Semoga pula siapa saja yang berkeinginan untuk berubah mendapatkan pertolongan. Dikuatkan oleh-Nya, dibantu, dan dimudahkan jalannya.

Mohon maaf, atas semua kesalahan yang terdapat dalam penyampaian. Mudah-mudahan, niat baik dalam hati kita mendapatkan sambutan yang positif oleh semua orang. Semoga kebaikan menjadi bagian dari kehidupan kita bersama. Semoga!

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan USU. Ketua �Al-Fatih Club�. Murid. Penulis. Beberapa karyanya yang sudah diterbitkan; Istimewa di Usia Muda, Beginilah sang Pemenang Meraih Sukses, Cahaya Untuk Persahabatan, dan lain-lain

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization