Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Dinamika Moral Bangsa-Bangsa

Dinamika Moral Bangsa-Bangsa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ilustrasi – Peta agama utama di berbagai negara di dunia. (Pew/WashingtonPost)
Ilustrasi – Peta agama utama di berbagai negara di dunia. (Pew/WashingtonPost)

dakwatuna.com – Di masa ketika awal Islam turun di Mekah, seluruh dunia tengah diselimuti oleh kegelapan moral dan kemunduran peradaban. Semua itu ditandai dengan betapa banyaknya budaya amoral yang bisa ditemukan pada hampir seluruh bangsa besar pada saat itu. Sebuah pertanyaan sederhana muncul pada saat kita ditanya mengapa mekah dipilih oleh Allah sebagai tempat turunnya Islam. Padahal ada beberapa peradaban besar yang punya kemampuan pada bidangnya masing-masing.

Ketiga peradaban dunia

Tidak begitu jauh dari mekah, ada sebuah bangsa besar bernama Persia. Terkenal dengan kekayaan sumber daya dan kemampuan arsitektural yang mengagumkan menjadikannya termasuk salah satu bangsa besar pada masa itu. Namun dalam kehidupan mereka, bangsa Persia punya suatu anggapan yang menghalalkan wanita. Sehingga budaya amoral juga tumbuh di sana. Tidak hanya itu, mereka juga punya tradisi filosofis yang menyatakan keserbabolehan terhadap segala hal. Menjadikan mereka begitu rendah. Terlihat jelas bahwa ternyata kekayaan sumber daya yang dialaminya justru menjadikan mereka jauh dari predikat kemanusiaan.

Di belahan bumi bagian lain, masih ada sebuah bangsa besar lain yang punya potensi kebesaran. Tidak dalam hal sumber daya melainkan kemampuan militer yang gigantik. Ialah bangsa romawi. Bangsa yang merasa bahwa mereka dilahirkan untuk menguasai seluruh dunia. Kemampuan mereka dalam mengekspansi kerajaannya sangat luar biasa. Dalam berbagai kesimpulan, banyak ahli sejarah yang menyatakan bahwa kelebihan mereka dalam bidang militer membuat mereka cenderung arogan dan merendahkan bangsa lain. Karenanya romawi turut berperan membesarkan budaya perbudakan dan penjajahan. Menjadikan mereka juga termasuk dalam bangsa-bangsa yang jauh dari nilai kemanusiaan.

Pada belahan bagian selatan Asia, masih ada sebuah bangsa yang lumayan besar dan patut diperhitungkan, itulah India. Walaupun mereka secara umum merupakan sebuah bangsa yang tidak memiliki keunggulan baik di bidang sumber daya ataupun militer. Namun bangsa India punya keunggulan di bidang kebudayaan dan filsafat yang kuat. Sayangnya, hampir sama seperti beberapa bangsa kecil di Asia lainnya. India punya tradisi dan budaya yang utopis dan penuh khayalan. Menjadikan mereka tidak berkembang. Menjadikan mereka dahulu saling menyerang satu sama lain hanya karena perbedaan kepercayaan. Sungguh ironis.

Perkembangan yang tidak seimbang

Ketiga bangsa di atas menggambarkan pada kita bahwa keunggulan apapun, kadang justru akan menjadikan kita jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Terlihat bagaimana ketiga bangsa besar tersebut justru terjebak pada permasalahan yang sama. Mereka tidak mampu mengembangkan peradaban bersama-sama nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya. Sehingga mereka tumbuh menjadi bangsa yang berat sebelah.

Kondisi dunia pada saat itu adakalanya tidak jauh berbeda dengan kondisi dunia yang hari ini di mana terdapat Negara-negara yang berkembang dengan pesat dalam paham materialistik serta menyejahterakan namun rendah karena budaya amoral yang juga ikut berkembang. Betapa menyedihkan nya kondisi peradaban manusia di dunia pada saat itu, begitu juga dengan hari ini.

Gejala kemunduran peradaban kemanusiaan juga ikut melanda bangsa Arab yang ada di semenanjung Arab. Mereka berperang hanya demi harga diri mereka serta kejayaan suku dan keturunan. Selain itu mereka membunuh anak-anak mereka demi kehormatan. Dalam segi kepercayaan, mereka terjebak pada kondisi yang penuh dengan kebodohan dan ketidaktahuan. Maka tidak salah jika mereka mendapatkan predikat jahiliah.

Potensi bangsa dan kehadiran Islam

Namun, ada perbedaan besar antara tiga kebudayaan sebelumnya dengan bangsa Arab. Di mana kondisi bangsa Arab walau dekat dengan Persia dan romawi, bangsa ini tidak pernah dianggap punya potensi. Mereka pun juga tidak punya keunggulan dan kemampuan yang superior dibanding bangsa lainnya. Bahkan cenderung dipermainkan oleh bangsa-bangsa kecil di sekitarnya. Dapat diingat bahwa sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab selalu dijajah oleh bangsa-bangsa kecil di sekitarnya. Seperti Yaman dan Habasyah (Ethiopia).

Di luar semua itu, menurut Syaikh Ramadhan Al Buthy, kondisi mereka yang seperti ‘bahan baku’ ini lah yang menjadikan mereka punya potensi yang jauh lebih besar dan ternyata benar. Ketika Islam datang dan kemudian berkembang pada bangsa ini, perkembangan yang dialami olehnya kemudian mampu memimpin perubahan terhadap ketiga bangsa besar di atas. Menjadikannya bangsa yang benar-benar terhormat di mata dunia.

Ada sesuatu yang bisa kita ambil dari hikmah Ilahiyah di atas. Di mana Islam merupakan satu-satunya variabel yang mampu menjadikan suatu bangsa benar-benar berkembang. Menjadikan bangsa tersebut tunduk dan patuh pada Allah sang Maha Pencipta dan tidak terjebak pada ‘ketuhanan’ manusia. Mungkin inilah yang belum disadari oleh para pemimpin di Indonesia. Bahwa asset paling berharga yang mampu mereka kembangkan untuk menjadikan sebuah bangsa ini besar adalah Islam. Islam yang kini hanya dipandang oleh sebagian besar orang hanya memiliki dimensional vertikal. Tanpa menyadari potensi horizontal yang mungkin dihasilkan olehnya.

Semoga kemudian calon pemimpin masa depan bisa belajar dari sejarah bahwa hanya Islam lah yang mampu hadir sebagai metode, konsepsi, paham, ideologi, dan identitas yang akan menghantarkan sebuah bangsa kepada keadilan dan kesejahteraan yang paripurna. Hanya Allah lah yang Maha Menghendaki segala sesuatunya. Dia lah yang Maha Tahu akan keadaan dan kemampuan kita. Sehingga kini secara umum. Peradaban manusia telah mencapai kondisi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa angkatan 2010 yang tengah berstudi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Selain kuliah, penulis merupakan ketua umum dari Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia periode 2013

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization