Topic
Home / Pemuda / Essay / Ada Muhajir Ummu Qais di Tubuh Dakwah Kampus

Ada Muhajir Ummu Qais di Tubuh Dakwah Kampus

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. (Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Bismillah. Mari di awal saya kenalkan, ini dia dua tokoh keren yang menjadi alasan Rasulullah bersabda dalam hadits paling populer nan fenomenal. Hadits yang kata Imam Ahmad dan Imam Syafi’i mencakup sepertiga agama-hadits tentang niat. Dan beda lagi jika kita tanya Abu Dawud ia akan menjawab “Hadits ini setengah dari agama Islam”. Dikatakan sepertiga agama, Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berpendapat karena Islam itu memiliki tiga unsur dalam hal keimanan. Ia harus melibatkan hati, ucapan dan perbuatan. Nah, karena niat itu ada di dalam hati yang merupakan satu dari tiga unsur keimanan maka ia dikatakan sepertiga dari iman atau Islam. Nah, kalau Abu Dawud beralasan karena Islam bertumpu pada dua hal, lahiriah dan batiniah. Nah, karena batin ini wujudnya adalah niat maka niat di sebut setengah agama. Mana nih yang mau dikenalin? O ya lupa. Mari sini ikut saya. Dengarkan.

Assalamu’alaikum, hai (orang kenalan biasanya gitu ya? ^_^). Kenalkan, ini dia Ummu Qais seorang wanita cantik di madinah yang pada waktu itu ketika Nabi hijrah, ia sangat diinginkan oleh seorang laki-laki dari Mekkah yang kemudian nanti akan dijuluki Muhajir Ummu Qais. Ya, selanjutnya kenalkan Muhajir Ummu Qois. Ia adalah julukan untuk seorang laki-laki dari Mekkah yang ‘ikut-ikutan’ berhijrah ke madinah. Niatnya berhijrah bukan untuk berhijrah beneran. Bukan untuk mendapatkan ridha Allah dan menyelamatkan keimanannya tapi karena ia ingin si ‘Dia’, si Ummu Qais yang ia idam-idamkan.

Sejujurnya jika kita telisik sedikit hadits tentang niat ini, ia bercerita tentang ‘antara cintanya dan cinta-Nya’ (tentu ‘nya’ dengan ‘Nya’ beda dong). Maksudnya, ini tentang antara cinta kepada Ummu Qais dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Tapi mari kita mundur sebentar. Kita dengarkan dulu cerita ini. Cerita yang lebih lengkap. Cerita tentang sebab kenapa hadits ‘cinta’ ini disabdakan oleh Rasulullah yang orang Ahli hadits menyebutnya asbaabunnuzul-nya.

Mari langsung ke TPK. Tapi bukan TPK-nya OVJ lho. Ini kisah nyata, bukan wayang! Waktu itu ketika tahun 622 M, tepatnya Kamis 22 September yang bertepatan dengan 26 Safar SH Rasulullah SAW berhijrah dari Mekkah ke madinah. Awalnya Beliau hanya bersama Abu Bakar yang kemudian diikuti oleh para pengikutnya dan tak terkecuali laki-laki yang kemudian dijuluki Muhajir Ummu Qais tadi. Hijrah ini dilakukan karena kondisi Islam di Mekkah pada waktu itu sudah sangat terdesak, diboikot dan berujung pada rencana pembunuhan Rasulullah. Proses hijrah ini berakhir pada tanggal 4 Oktober 622 M bertepatan dengan tanggal 22 Rabiul Awal hari senin. Terus hubungannya dengan Muhajir dakwah kampus apa? Sebentar. Yang runut dong. Ini ada hubungannya kok. Sini ikuti terus.

Ketika peristiwa hijrah ini Rasulullah mengetahui ternyata ada seorang laki-laki yang sebenarnya tak ingin ikut berhijrah. Rasulullah sangat tahu itu. Rasulullah juga tahu alasan kenapa ia akhirnya memutuskan untuk ikut. Bersusah payah menempuh jarak 320 km (200 mil) berjalan kaki ke utara kota Mekkah. Di tengah gurun gersang dan di bawah terik matahari paling panas sebumi. Usut punya usut ternyata laki-laki ini ingin sekali menikahi seorang wanita di madinah. Sekali lagi saya katakan, bukan untuk berhijrah mencari ridha Allah dan menyelamatkan keimanannya tapi ‘hanya’ karena seorang wanita yang ingin dinikahinya. Emang di Mekkah nggak ada wanita lain ya? Na’udzubillah.

Nah, trus dakwah kampus dengan Muhajir Ummu Qais-nya mana? Sebentar, sabar dulu. Sini! Sekarang waktunya lebih fokus. Dengarkan. Saya ingin katakan bahwa peristiwa ini sangat mirip dengan fenomena yang terjadi di ‘tubuh’ dakwah kampus. Tentu kita tahu, tujuan dakwah kampus adalah untuk mendakwahkan agama Allah sebagai jalan kita menuju surga dan ridha-Nya. Namun fenomena yang terjadi adalah disorientasi tujuan ini. Terutama subyeknya yaitu mereka yang mendakwakan diri sebagai seorang da’i sebelum jadi yang lain, mereka yang sudah menghabiskan lima, sepuluh, atau bahkan belasan buku agenda untuk mencatat dan merencanakan agenda-agenda dakwah, mereka yang sangat sulit sekali mencari waktu luang disebabkan hari-harinya full dengan agenda-agenda dakwah, mereka yang kadang harus menunda wisuda karena alasan sibuk dakwah, mereka yang kadang harus ber-IP satu atau dua komaan karena mengkambinghitamkan dakwah, mereka yang kadang harus dicaci, dikelahi, dibentroki dan mereka yang-mereka yang lainnya. Intinya mereka itu kader dakwah kampus.

Ada apa dengan mereka? Jika kita usut punya usut, maka kita akan menemukan ada dari mereka (mungkin sebagian kecil, mudah-mudahan) yang dalam konteks ini mirip dengan Muhajir Ummu Qois dalam sejarah hijrah tadi. Walaupun kita tidak tahu persis niat orang tapi paling tidak itulah yang bisa kita simpulkan dari beberapa kasus. Atau paling tidak pada waktu-waktu tertentu (mungkin saat mereka futur) mereka menjadi si Muhajir Ummu Qais. Contohnya begini. Dia nggak mau datang syura atau acara tertentu kalau nggak ada si fulan/ah atau minimal mereka kurang semangat atau sebaliknya dia semangat gara-gara ada si fulan/ah. Dia ngomongin rekan kerja lawan jenis melulu. Kalau nggak ada si fulan/ah dia nggak datang atau kurang semangat untuk hadir kajian, daurah, training, rihlah dan agenda lainnya. Atau sebaliknya dia ‘ngebet’ sekali kalau ada si fulan/ah. Intinya mereka sudah tidak lagi mampu memurnikan niatnya. Ia sudah ternoda dengan tujuan lain, mendapatkan atau paling tidak mendapatkan perhatian si fulan/ah. Astaghfirullah.

Sederhana. Sebenarnya saya cuma ingin katakan bahwa kita perlu hati-hati dengan niat kita. Apalagi di dakwah ini kita seringkali dipasang-pasangkan ketika bekerja. Ada ketua dengan keputrian atau bendahara, ada koordinator departemen ikhwan dengan koordinator departemen akhwat, ada koordinator divisi ikhwan dengan koordinator divisi akhwat. Bahkan pada hal-hal yang teknis saja kita seringkali dipasang-pasangkan. Walaupun ini juga untuk kehati-hatian, juga untuk membatasi pergaulan yang kurang pantas antara ikhwan dan akhwat. Tapi awas! Mari berhati-hati. Jangan sampai pengorbanan waktu, pikiran dan tenaga kita yang banyak ini terbuang percuma karena niat kita yang salah. Kerja kita salah orientasi atau ia terdistorsi. Mari kita ingat kembali. Bukankah kita hanya mencita-citakan surga dan ridha-Nya? Bukan malah mendapat hal yang secuil pun tak sebanding dengan surga dan ridha itu, si dia. Na’udzubillah. Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Semoga Allah membimbing kita untuk tetap ikhlas dan taat dalam beribadah kepada-Nya. Mari fokus! Cita-cita kita besar. Surga, surga firdaus yang nikmatnya tidak pernah bisa digambarkan di dunia ini. Bukan si dia, sekali lagi bukan! Bukan si dia yang tak secuil pun berharga jika dibandingkan dengan surga firdaus-Nya Allah. Sekali lagi, mari luruskan niat. Fokuskan! Yaa muqallibal quluub tsabbit quluubanaa ‘alaa diinik.

Tulisan ini untuk nasihat diri dan untuk saudara-saudara kami di jalan ini. Wallahu a’lam.

Inspirasi: Syarah Hadits Arba’in An-Nawawi

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Saya adalah mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mataram angkatan 2010. Aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) Al-Iqtishad Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization