Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Pergolakan Pemikiran Aqidah Dan Syariat

Pergolakan Pemikiran Aqidah Dan Syariat

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

hanifJudul: Hanif

Penulis: Reza Nufa

Penerbit: Diva Press

Cetakan: Pertama, Mei  2013

Tebal: 384  halaman

ISBN: 978-602-7933-46-0

dakwatuna.com – Hidup di tengah keberagamaan  keyakinan yang bernekaragam dan dengan pola pikir yang berbeda dalam memahami suatu agama adalah suatu hal yang lumrah dalam negeri kita ini. Namun, sesuatu tidak menjadi lumrah apabila perbedaan itu menimbulkan perpecahan maupun pertikaian pada suatu individu maupun golongan.

Novel yang berjudul “Hanif” yang ditulis oleh Reza Nufa adalah salah satu contoh novel yang  cerita-cerita yang berisi keresahan penulis dalam melihat fenomena yang terjadi pada umat islam sekarang ini. Agama islam hanya dipahami dalam satu pemahaman. Sehingga apabila berbeda pemahaman dengannya maka, Dia anggap tabu dan bahkan dianggap sesat.

Selain itu juga bahwa pola pikir umat islam dalam memahami suatu ajaran agama hanya berkutat  masalah ibadah. Tidak banyak para ulama yang menerangkan secara rinci dan lebih mendalam tentang bagaimana cara memberantas kemiskinan.

Dikisahkan ketika Hanif terdampar disebuah pesantren salafi. Selama di pesantren tersebut kegiatannya disitu diisi dengan mengaji dan diskusi. Akan tetapi disana tidak diajarkan sisi islam yang mengajar prinsip-prinsip ekonomi. Dalam kitab Fathul Mu’in, bab yang menjelaskan tentang muamalah biasanya dilewati. Mungkin kiainya juga tidak mengerti bagian bab itu karena tidak belajar.

Padahal hal itu sangat penting untuk merespon kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Setidaknya jika santri-santri itu mengerti tentang mudharabah dan bagi hasilnya, mereka tahu caranya melakukan kerjasama bisnis. Mereka bisa memelihara ayam dan menjualnya kepasar dengan cara yang benar dan menguntungkan.

Hampir seluruh pesantren terfokus pada urusan akidah dan syari’at, sehingga terjadi ketimpangan pengetahuan. Akhirat melulu yang dikejar, dunianya menderita dibiarkan. Menurutnya juga bahwa mengapa umat islam mesih banyak yang miskin dan malas bergerak dari kemiskinan, karena banyak ustadz yang lebih banyak menyuruh umatnya bersabar dalam kemiskinan dibandingkan menawarkan cara baru dalam menghasilkan uang.

Memang bukan uang tujuan hidup ini. Tapi tidak mungkin juga semua orang menjadi sufi atau biksu. Uang bisa membantu orang memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan belajar. Tidak harus menjadi kaya raya, sekedar berkecukupan. Dengan pendidikan dan kesejahteraan, suasana kondusif dalam masyarakat tercipta (hal. 311-312).

Dari sekian banyak pemikirannya tersebut bahkan Dia juga ingin berencana ingin adanya “penghapusan agama” karena agama hanya dijadikan tujuan yang diagung-agungkan, bahkan disembah melebihi Tuhan sehingga menimbulkan egoisme, merasa lebih suci, merasa surga hak mutlak miliknya, merasa makhluk Tuhan paling alim dan lain-lain (hal.203).

Dampak dari pemikirannya tersebutlah Hanif harus menanggung akibatnya Dia dan ayahnya terjadi perbedaan pemikiran. Sang ayah berpikiran bahwa penerapan syari’at lebih penting daripada akhlak. Akhlak muncul ketika syari’at dijalankan dengan sempurna. Sedangkan Hanif berpikiran sebaliknya, bahwa akhlak lebih utama bahwa syari’at itu sistem  dan akhlak itu integritas. Tanpa akhlak, percuma ada negara islam (hal. 107-108).

Tidak tahan dengan sikap ayahnya Dia terpaksa keluar dari rumah untuk mencari pencerahan hidup. Di dalam perjalannya tersebutlah Hanif bertemu dengan beberapa orang  dan mengajaknya berdiskusi diantaranya seorang kiai yang berpoligami, kiai yang melaksanakan praktik qurban, mahasiswa bergama hindu, dan kisahnya terdampar di pondok pesantren salafi.

Cerita dalam novel ini juga tidak kalah serunya ketika ada seorang sahabatnya yang bernama Idham yang ingin membawanya pulang karena sekian lama tidak pulang kerumah. Cara yang diambil oleh temannya tersebut sangat aneh, unik, dan terbilang sangat nekat yaitu menyebarkan gagasan Hanif dengan menulis dua lembar karton dengan spidol yang tulisannya UBAH CARA BERAGAMA, ATAU HAPUSKAN SAJA dan satu lembar lagi bertuliskan JANGAN CUMA NGURUSIN TUHAN, MARI NGURUSIN DUNIA, UNTUK ITU PULA TUHAN MENCIPTAKAN KITA (hal. 321).

Apakah cara tersebut sangat ampuh untuk membawa pulang Hanif yang berpikiran berbeda dengan orang lain dan resiko apasaja yang diambil oleh Idam ketika berkeliling kota membawa dua buah kardus tersebut??. Tentunya semua jawabannya terdapat dalam buku ini.

Alur cerita dalam novel ini adalah alur maju mundur atau jalur cerita yang kadang-kadang menceritakan masa sekarang dan kadang-kadang menceritakan masa lalu. Novel ini juga merupakan novel orang dewasa yang perlu pemahaman dalam mecerna isi novel tersebut.

Selamat membaca….

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Pengajar di SD IT Tarbiatul Aulad, tinggal di Barabai, Kalimantan.

Lihat Juga

Ingat Allah Hatimu Akan Tenang

Figure
Organization