Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Al-Biruni Dalam Lipatan Sejarah

Al-Biruni Dalam Lipatan Sejarah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

al-biruniJudul Buku: Al-Biruni, Pakar Astronomi dan Ilmwuan Muslim Abad ke-11

Penulis: Bill Scheppler

Penerbit: Muara

Cetakan: I, 2013

Tebal Buku: 120 halaman

ISBN: 978-979-91-0543-1

dakwatuna.com – Dalam torehan tinta emas sejarah, banyak sekali tokoh Ilmuan Muslim yang berhasil menelurkan karya-karya momumental. Tokoh-tokoh itu tak jarang menjadi “kiblat” ilmu pengetahuan dunia. Tak terkecuali Abu Raihan al-Biruni. Ilmuwan besar dan pakar astronomi abad ke-11, yang karyanya terbukti mengilhami banyak orang selama seribu tahun.

Tokoh yang lahir pada 4 September 973 M di kota Kath, Tajikistan, Asia Tengah ini, tumbuh dari keluarga yang sederhana. Namun, justru kesederhanaan inilah yang membuatnya sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan. Bila ia lahir dari keluarga kaya, mungkin saja ia “terninabobokan” oleh gemerlap dunia.

Al-Biruni sangat beruntung, karena ia hidup pada abad kesepuluh, yang beragam ilmu pengetahuan begitu mudah didapat. Salah satu tempat bersejarah yang mengantarkanya menjadi ilmuan besar adalah pusat lembaga pendidikan dan penelitian Bait al-Hikmah di Baghdad.

Para ahli sejarah menganggap bahwa Al-Biruni bisa menjadi ilmuan besar serta pakar astronomi pada masanya lantaran faktor bakat dan cintanya terhadap matematika dan astronomi sedari kecil. Namun di antara mereka masih banyak yang belum tahu siapa tokoh yang paling awal mempengaruhi kejeniusannya.

Adalah Abu Nashr Manshur bin Iraq (970—1036 M), ahli matematika dan astronomi dari Persia, tokoh pertama yang menyulut gairah al-Biruni dalam belajar astronomi.  Dengan memperluas karya al-Khwarizmi (780-850 M), yang juga pakar matematika dan astronomi, Abu Nashr berhasil memajukan trigonometri dan astronomi, dan kemudian menemukan rumus yang dikenal dengan “hukum sinus”. Sesudah itu, barulah al-Biruni melanjutkan estafet keilmuan tersebut, memberi sumbangsih terbesar pada zamannya.

Meski mempelajari lusinan karya cendikiawan, dari Aristoteles sampai al-Razi, ia tak menelan kesimpulan secara mentah-mentah. Jika hasil penelitiannya sendiri lebih akurat, tak segan-segan dia mendebat orang-orang sezamannya, bahkan terkadang dengan sikap angkuh dan menantang. Hal ini tentu menambah keyakinannya untuk menasbihkan diri sebagai cendikiawan terpenting pada generasinya (hlm. 64).

Maha Karya

Al-Biruni memang telah sukses menyumbangkan pemikirannya terhadap dunia baik secara kuantitas mapun kualitas. Secara kuantitas, ia berhasil melahirkan karya sebanyak hampir 200 buku. Karyanya meliputi ilmu matematika dan astronomi, ilmu geografi, ilmu alam dan fisika, dan ilmu filsafat dan agama (hlm. 39-48). Namun, sungguh disayangkan, bila banyak dari karyanya yang dinyatakan “hilang”. Maka dari itu, para peneliti mungkin hanya bisa menikmati sedikit dari “percikan pemikiran” tokoh ini.

Sedangkan secara kualitas, sebenarnya tidak ada buku al-Biruni yang tidak berbobot. Tapi, seperti halnya tokoh-tokoh lain, al-Biruni juga memiliki karya terbaik. Pertama, “Kitab Sisa Pengaruh Masa Lalu”. Dalam bukunya itu ia meneliti semua cara mengukur waktu dan mengembangkan cara baru yang lebih akurat melalui cahaya matahari, bayang-bayang dan geometri yang rumit. Dengan metode ini, ia berhasil menentukan panjang siang dan malam, bulan kamariah, dan tahun syamsiah yang universal.

Karya terbesarnya itu tadi sejatinya berangkat atas kegelisahannya terhadap para sejarahwan yang kebingungan dalam melacak serangkaian peristiwa sejarah lintas daerah, yang  masing-masing kebudayaan punya sistem kalender sendiri. Maka, karya al-Biruni ini berhasil memberikan jawaban atas kebingungan para sejarahwan tadi (hlm. 106-109).

Kedua, “Tarikh India” Tidak seperti buku sejarah biasanya yang menitikberatkan kepada peristiwa besar dan dinasti-dinasti. Karya ini lebih mengarah pada kajian budaya dan agama, sehingga menghasilkan laporan yang lebih lengkap mengenai urutan tempat dan waktu.

Tarikh india ini merupakan buku pertama yang mencatat daftar lengkap penguasa india sebelum masuknya Islam sampai penguasa pada zaman itu, lengkap dengan peta lokasi kota-kota dan seluruh pantai barat India. Ia juga menjabarkan adat-istiadatnya, termasuk pernikahan, makanan, warisan, pengadilan, sub-budaya, bahasa, dan naskah yang kurang terkenal.

Keteladanan

Al-Biruni memang merupakan sosok yang mementingkan ilmu lebih dari apapun. Sebab itu, ia membujang seumur hidup. Bahkan dalam kondisi yang tidak memungkinkan—karena ajal sudah dekat—dia masih bersikukuh untuk tetap belajar dan berkarya. Adalah “Kitab Bahan Obat” karya terakhir ilmuan ini.

Bahkan, ketika sekarat, al-Biruni meminta Faqih Abul Hasan, seorang pakar hukum Islam, untuk mengisahkan suatu cerita. Maka Faqih itu menyanggupinya dan menceritakan suatu kasus hukum korupsi yang menyeret Jadat al-Fasidah. Al-Biruni mengingat cerita itu lalu mengulanginya. Tak lama, ia pun wafat.

Buku yang merupakan serial tokoh Islam ini ditulis dengan bahasa yang mengalir dan mudah dicerna. Tak lupa, penulis menyelipkan beberapa ilustasi. Bentuknya memang tipis, tapi isinya bukanlah bacaan sembarangan. Buku ini membuka mata kita semua untuk terus mencari ilmu tanpa kenal lelah. Dan sebagaimana seorang al-Biruni, dibutuhkan tekad dan komitmen kuat serta do’a kepada Yang Maha Kuasa untuk memperolehnya. Selamat membaca!

 

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization