Topic
Home / Berita / Nasional / Ongkos Politik Mahal, Capres Muda Sulit Bersaing

Ongkos Politik Mahal, Capres Muda Sulit Bersaing

diskusi-tajamdakwatuna.com – Jakarta.  Tingginya ongkos politik untuk menjadi calon Presiden (Capres) RI membuat Capres muda sulit bersaing dengan capres-capres tua yang sudah memiliki  modal politik cukup tinggi.

“Satu capres minimal harus keluarkan dana sekitar Rp 7 triliun dan itu tidak dimiliki oleh capres muda yang memiliki idealis,” terang Pengamat politik dari Universitas Indonesia Dr. Donny Tjahja Rimbawan dalam Diskusi Tajam di kantor Redaksi Pena One, Rawamangun, Jakarta, Senin (24/6/2013).

Bersama narasumber lainnya Ketum PRD Agus Jabo dan Mantan Juru Bicara Presiden Gusdur- Adhie Massardi, Rimbawan sepakat untuk Pilres tahun 2014 mendatang, kekuasaan masih dipegang oleh Status Quo.

“Belum ada perubahan yang mendasar, karena capres-capres tua yang memiliki modal, baik dukungan parpol maupun dana,” tambah Rimbawan.

Hasil penelitian Rimbawan, besarnya ongkos politik yang harus ditanggung oleh para capres ini disebabkan oleh model pemilihan langsung yang mengacu pada demokrasi liberal, “Untuk memenangkan Pilpres dibutuhkan minimal 50juta suara dan itu memerlukan ongkos yang sangat tinggi,” terangnya.

Rimbawan pesimis, jika terdapat capres alternatif yang berintegritas maka  keberadaan capres alternatif ini tidak lebih sebagai pemanis demokrasi, “jika pun capres alternatif ini bisa masuk dalam pencapresan, maka dibelakangnya akan ada pemodal. Dan jika pun terpilih maka capres ini akan dikendalikan oleh pemodal tersebut,” cetus Rimbawan.

Mantan juru bicara Presiden Gusdur – Adhie Massardi menegaskan tingginya biaya politik terjadi sejak masa SBY berkuasa.

Menurut Adhie SBY selama ini sudah merusak moral demokrasi di negara ini. Kerusakan tersebut terkait dengan perkembangan pemanfaatan uang dalam upaya meraih posisi politik.  Strategi SBY tersebut mempengaruhi cost demokrasi  atau biaya politik dalam sistem pemilihan langsung yang terjadi di Tanah Air.

“Saat itu SBY melakukan pencitraan politik yang sangat luar biasa. Pencitraan politik itu membutuhkan uang banyak. Waktu itu SBY menggunakan fox Indonesia (konsultan politik) untuk melakukan pencitraan. Di situlah SBY mulai merasuki politik uang,” papar Adhie.

Senada dengan Rimbawan dan Adhie, Ketum PRD Agus Jabo juga berpandangan keberadaan capres-capres alternatif terutama dari kalangan muda sangat sulit terwujud dalam Pilpres 2014 mendatang, “Jika kondisi seperti ini dan aman-aman saja tanpa adanya gerakan rakyat, maka penguasa selanjutnya tetap status quo,” ungkap Agus.

Namun Agus berkeyakinan, jika kondisi seperti ini tetap berlanjut maka rakyat dengan caranya sendiri akan menentukan pemimpin masa depannya, “cepat atau lambat rakyat juga akan tersadar,” pungkas Agus.  (sbb/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Rusia: Turki Maju sejak Erdogan Memimpin

Figure
Organization