Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Fiqih Islam / Fiqih Ahkam / Amalan Sunnah Selama Bulan Ramadhan (Bag. Ketiga)

Amalan Sunnah Selama Bulan Ramadhan (Bag. Ketiga)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Salah satu sudut masjid di Mesir
Salah satu sudut masjid di Mesir

dakwatuna.com – Berikut ini adalah amalan yang sesuai sunah Nabi, baik sunah qauliyah dan fi’liyah yang bisa kita lakukan selama bulan Ramadhan.

8.       Qiyamur Ramadhan (Shalat Tarawih)

–          Keutamaannya:

Shalat Tarawih memiliki keutamaan dan ganjaran yang besar, sebagaimana yang disebutkan oleh berbagai hadits shahih, yakni di antaranya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37, Muslim No. 759)

Hadits lain:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi SAW. dia bersabda: “Barangsiapa yang shalat malam ketika lailatul qadar karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 1901, Muslim No. 760, ini lafazh Bukhari)

Mengomentari hadits di atas, Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata:

أَنْ يُقَال قِيَام رَمَضَان مِنْ غَيْر مُوَافَقَةِ لَيْلَة الْقَدْر وَمَعْرِفَتهَا سَبَب لِغُفْرَانِ الذُّنُوب ، وَقِيَام لَيْلَة الْقَدْر لِمَنْ وَافَقَهَا وَعَرَفَهَا سَبَب لِلْغُفْرَانِ وَإِنْ لَمْ يَقُمْ غَيْرهَا

“Bahwa dikatakan, shalat malam pada bulan Ramadhan yang tidak bertepatan dengan lailatul qadar dan tidak mengetahuinya, merupakan sebab diampuni dosa-dosa. Begitu pula shalat malam pada bulan Ramadhan yang bertepatan dan mengetahui lailatul qadar, itu merupakan sebab diampuni dosa-dosa, walau pun dia tidak shalat malam pada malam-malam lainnya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/41)

Imam Abu Thayyib Muhammad Syamsuddin Abadi Rahimahullah berkata dalam kitabnya, Aunul Ma’bud:

( إِيمَانًا ) : أَيْ مُؤْمِنًا بِاللَّهِ وَمُصَدِّقًا بِأَنَّهُ تَقَرُّب إِلَيْهِ ( وَاحْتِسَابًا ) : أَيْ مُحْتَسِبًا بِمَا فَعَلَهُ عِنْد اللَّه أَجْرًا لَمْ يَقْصِد بِهِ غَيْره

(Dengan keimanan) maksudnya adalah dengan keimanan kepada Allah, dan meyakini bahwa hal itu merupakan taqarrub kepada Allah Taala. (Ihtisab) maksudnya adalah mengharapkan bahwa apa yang dilakukannya akan mendapat pahala dari Allah, dan tidak mengharapkan yang lainnya.” (‘Aunul Ma’bud, 4/171)

 

Begitu pula yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullah:

 

وَالْمُرَاد بِالْإِيمَانِ الِاعْتِقَاد بِحَقِّ فَرْضِيَّةِ صَوْمِهِ ، وَبِالِاحْتِسَابِ طَلَب الثَّوَابِ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى

“Yang dimaksud ‘dengan keimanan’ adalah keyakinan dengan benar terhadap kewajiban puasanya, dan yang dimaksud dengan ‘ihtisab’ adalah mengharap pahala dari Allah Taala.” (Fathul Bari, 4/115)

–          Hukumnya

Hukum shalat tarawih adalah sunah bagi muslim dan muslimah, dan itu merupakan ijma’ (kesepakatan) para ulama sejak dahulu. Berkata Imam An-Nawawi Rahimahullah:

وَاجْتَمَعَتْ الْأُمَّة أَنَّ قِيَام رَمَضَان لَيْسَ بِوَاجِبٍ بَلْ هُوَ مَنْدُوب

“Umat telah ijma’ bahwa qiyam Ramadhan (tarawih) tidaklah wajib, melainkan sunah.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/40, Imam Abu Thayyib, ‘Aunul Ma’bud, 4/171)

Sunahnya tarawih, karena tak lain dan tak bukan adalah ia merupakan tahajudnya manusia pada bulan Ramadhan, oleh karena itu ia disebut Qiyam Ramadhan, dan istilah tarawih baru ada belakangan. Sedangkan tahajjud adalah sunah (mustahab/mandub/tathawwu’/nafilah).

Allah Taala berfirman:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah tahajjud sebagai nafilah (tambahan) bagimu.” (Al-Isra’: 79)

Imam Qatadah Radhiallahu ‘Anhu berkata tentang maksud ayat “ nafilah bagimu”:

تطوّعا وفضيلة لك.

“Sunah dan keutamaan bagimu.” (Imam Abu Ja’far Ath Thabari, Jami’ Al-Bayan Fi Ta’wil Al-Quran, 17/526)

–          Boleh dilakukan sendiri, tapi berjamaah lebih afdhal

Shalat terawih dapat dilakukan berjamaah atau sendiri, keduanya pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya.

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

قيام رمضان يجوز أن يصلى في جماعة كما يجوز أن يصلى على انفراد، ولكن صلاته جماعة في المسجد أفضل عند الجمهور.

“Qiyam Ramadhan boleh dilakukan secara berjamaah sebagaimana boleh pula dilakukan secara sendiri, tetapi dilakukan secara berjamaah adalah lebih utama menurut pandangan jumhur (mayoritas) ulama.” (Fiqhus Sunnah, 1/207)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah SAW. shalat di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah SAW. tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:

قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ

“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)

Imam An-Nawawi Rahimahullah mengatakan:

فَفِيهِ : جَوَاز النَّافِلَة جَمَاعَة ، وَلَكِنَّ الِاخْتِيَار فِيهَا الِانْفِرَاد إِلَّا فِي نَوَافِل مَخْصُوصَة وَهِيَ : الْعِيد وَالْكُسُوف وَالِاسْتِسْقَاء وَكَذَا التَّرَاوِيح عِنْد الْجُمْهُور كَمَا سَبَق

“Dalam hadits ini, menunjukkan bolehnya shalat nafilah dilakukan berjamaah, tetapi lebih diutamakan adalah sendiri, kecuali shalat-shalat nafilah tertentu (yang memang dilakukan berjamaah, pen) seperti: shalat ‘Ied, shalat gerhana, shalat minta hujan, demikian juga tarawih menurut pandangan jumhur, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/41)

Di dalam sejarah, sejak saat itu, manusia melakukan shalat tarawih sendiri-sendiri, hingga akhirnya pada zaman Umar Radhiallahu ‘Anhu, dia melihat manusia shalat tarawih sendiri-sendiri dan semrawut, akhirnya dia menunjuk Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu untuk menjadi imam shalat tarawih mereka, lalu Umar berkata:

نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ

“Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini.” (HR. Bukhari No. 2010)

–          Jumlah Rakaat

Masalah jumlah rakaat shalat tarawih sejak dahulu telah menjadi polemik hingga hari ini. Antara yang menganjurkan 8 rakaat dengan 3 rakaat witir, atau 20 rakaat dengan 3 rakaat witir, bahkan ada yang lebih dari itu. Manakah yang sebaiknya kita jadikan pegangan? Ataukah semuanya benar, karena memang tak ada ketentuan baku walau pun Rasulullah SAW. sepanjang hidupnya hanya melaksanakan 11 rakaat? Dan apakah yang dilakukan oleh nabi tidak berarti wajib, melainkan hanya contoh saja?

bersambung….

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Jakarta, Juni 1978. Alumni S1 Sastra Arab UI Depok (1996 - 2000). Pengajar di Bimbingan Konsultasi Belajar Nurul Fikri sejak tahun 1999, dan seorang muballigh. Juga pengisi majelis ta'lim di beberapa masjid, dan perkantoran. Pernah juga tugas dakwah di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, selama dua tahun. Tinggal di Depok, Jawa Barat.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization