dakwatuna.com – Jakarta. Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, keinginan para polwan itu sangatlah mulia. Tentu dasar dari mereka mengajukan aspirasi tersebut berangkat dari keinginan untuk beribadah.
Karenanya, Bambang menyarankan kepada para polwan terus memperjuangkan haknya menggunakan jilbab. Caranya, dengan menyampaikan secara berkesinumbangan ide berjilbab ini kepada pimpinan Polri.
Diharapkan dengan cara tersebut, keinginan untuk tetap berjilbab saat berprofesi dapat diwujudkan. “Pemakaian jilbab sebagai simbol wanita Muslim memang diwajibkan dalam Al-Quran, sangat layak diperjuangkan,” ujar Bambang saat berbincang, Senin (10/6).
Professor dari Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan, karena jilbab ialah bagian dari sebuah ritual keyakinan, maka Polri seharusnya mampu memberikan keleluasaan. Peraturan Kapolri (Perkap), katanya, dapat diperbaharui agar memberikan peluang bagi polwan yang beragama Islam untuk mengenakan jilbab.
Bambang menyebut, saat yang tepat para polwan memperjuangkan hak berjilbab adalah ketika pergantian kapolri.
“Sebentar lagi akan ada pergantian Kapolri, momen ini dapat dimanfaatkan untuk mendesak pemimpin yang baru agar menelurkan perubahan Perkap tentang seragam,” katanya
menyarankan.
Sementara itu juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menjelaskan, saat ini adalah momentum yang tepat bagi Kapolri untuk mengubah Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri tidak memungkinkan polwan mengenakan jilbab.
“Insya Allah akan jadi amal jariah penting sebelum dia pensiun,” ujarnya saat dihubungi, Senin (10/6). Jika saat ini Kapolri berhasil mengubah aturan tersebut, ungkapnya, maka jasa Kapolri akan selalu dikenang para polwan muslimah yang ingin berjilbab. Sedangkan, Kapolri yang baru tinggal menindaklanjuti saja.
Mengenakan jilbab adalah hak dasar bagi setiap Muslimah – termasuk polwan – yang tak seharusnya dikekang. (gap/asi/rol)
Redaktur: Saiful Bahri
Beri Nilai: