Topic
Home / Pemuda / Cerpen / “Menjaga Pandangan”

“Menjaga Pandangan”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (kawanimut)
Ilustrasi (kawanimut)

dakwatuna.com – Seperti biasanya, Aisyah bersiap-siap pergi dengan terburu-buru. Di tengah sibuknya bersiap-siap, Hpnya bergetar. Dia menyempatkan untuk melihat, karena takut itu sms dari adek-adeknya. Tapi ternyata, wajahnya kemudian berubah menjadi muram dan merasa jengkel. Dia pun berkata “kenapa ikhwan ini lagi yang sms?” dengan setengah hati dia membuka pesan itu. Hanya pesan biasa, tapi itu cukup membuatnya merasa malas. Belakangan ini Aisyah memang sering merasa terganggu dengan sms seorang ikhwan. Namanya Hasan. Tapi  dia tetap berusaha untuk bersikap biasa karena dia tidak mau menjadi orang yang ke “GeeR”an.

Flashback…

Aisyah dapat sms dari Hasan saat Aisyah di kantor, yang isinya “ibunya bu Nur meninggal”. Awalnya Aisyah tidak mengerti karena sms itu dalam bahasa Jawa, tapi seperti itulah isinya.

Aisyah membalas “Innalillaahiroji’un,kapan meninggalnya?”.

Hasan menjawab: “jam 11.00 tadi, anti mau datang?”

Aisyah: ”Insya Allah, sepulang kantor ana ke sana”

Hasan : “ana sudah di perjalanan ke sana, tempatnya di Mojosari ukh”

Aisyah: “Mojosari? ana pikir di rumahnya bu nur. Kalau antum sudah ke sana, minta tolong antum smskan alamat lengkapnya”

Hasan: “tempatnya jauh ukh, anti berani ta?”

Aisyah sudah mulai tidak nyaman dengan sms ikhwan ini tapi dia coba untuk tetap positive thinking dan membalas: ”Insya Allah ana ke sana sepulang kantor”

Hasan membalas: “tempatnya benar-benar jauh ukh, jauh masuk ke dalam, dan sekarang hujan ukh, ana kebasahan”

Aisyah benar-benar jengkel dengan sms ikhwan ini, aisyah tidak menyangka ikhwan itu akan sms seperti itu. dalam hati aisyah berkata ‘ngapain kamu bilang ke saya kalau kamu kebasahan? Ih…’.

Dengan jengkel aisyah membalas “Pokoknya antum kirim alamat lengkapnya aja, bisa tidaknya ana ke sana dilihat nanti, lagian ana bareng ukh nisa kok”.

Perbincanganpun berakhir. Kemudian aisyah mencoba untuk menghubungi bu nur tapi tidak dibalas. “bu nur pasti sibuk” kata aisyah dalam batinnya. Tidak lama kemudian…

Hasan sms: ”Kapan anti ke sini, ditanyakan sama bu nur”

Aisyah membalas “ Insya Allah pulang kantor, sekitar jam 16.00-16.30. Insya Allah jam 17.30 nyampe sana”.

Namun hari itu Aisyah pulang telat, dan ternyata nisa tidak bisa pergi karena dia kerja dan tempatnya jauh. Sekitar jam 16.30 Aisyah selesai di kantor tapi hujannya masih sangat deras. Aisyah mulai bingung antara pergi dengan tidak. Tapi dia menguatkan hati untuk pergi.

Kemudian nisa sms: ”anti jadi ta pergi? hujan ukh dan sudah sore banget, anti sendirian dan tidak tahu tempatnya. Nanti anti nyasar. Kalau siang mungkin g pa2 tapi nanti anti pasti nyampe malam di sana”. Aisyah juga sebenarnya takut, karena dia juga tidak mengerti jalan. Aisyah pun tidak jadi pergi dan dengan berat hati meminta maaf kepada bu Nur.

Itulah awal kejengkelan Aisyah pada Hasan. Apalagi setelah itu Hasan selalu sms Aisyah, tapi Aisyah selalu menanamkan sikap “positive thinking” dan tidak ingin berpikir macam2 sehingga dia tetap balas dengan seperlunya.  Dalam sehari dia pasti sms, ada saja yang di sms. Sampai akhirnya Hasan sms sesuatu yang membuat aisyah benar-benar tidak nyaman dan merasa harus menegur Hasan. Aisyah yakin Hasan pasti tidak sadar dengan kelakuannya. Dengan memilih kata-kata sesopan mungkin, Aisyah membalas sms Hasan malam itu.

Aisyah: “Afwan jiddan akh, tapi sepertinya antum sudah kelewatan. Ana tidak suka kalau antum sms seperti itu sama ana. Itu adalah sms yang tidak seharusnya antum kirim kepada ‘akhwat’. Kita sama-sama tarbiyah dan sudah mengerti batas2 antara ikhwan dan akhwat. Sekali lagi afwan jika salah tapi mohon pengertiannya”.

Malam itu Hasan tidak membalas. Aisyah berfikir “apa mungkin dia tersinggung dan marah? tapi sudahlah, toh memang harus seperti itu”. Isi smsnya mungkin dianggap biasa oleh orang umum tapi menurut aisyah, untuk orang-orang tertarbiyah itu adalah hal yang tidak pantas.

Hasan hanya mengutarakan rasa kagumnya pada Aisyah, kagum dalam artian kepribadian dan cara hidup Aisyah. Jadi tidak mengatakan kalau hasan punya “feeling” atau mengatakan kalau Aisyah itu cantik dll.

Paginya Hasan membalas: ”Afwan ukhti, ana yang salah”

Seperti biasanya, walaupun Aisyah memiliki watak jutek dan judes tapi Aisyah adalah orang yang punya “rasa tidak enak”(gak ngerti namanya he…) yang sangat tinggi jadi dia membalas,

Aisyah: ”iya akh, ngga apa-apa, Sesama muslim memang wajib saling mengingatkan”.

Aisyah lega saat itu, artinya dia tidak akan terganggu lagi oleh Hasan dan bisa lebih fokus pada pembinaan adek-adekku yang pastinya selalu berhubungan dengan Hasan, karena Hasan adalah koordinator pembinaan adek-adek yang Aisyah bina. Jadi tidak akan ada pikiran yang macem-macem lagi dan fokus ke pembinaan.

Setelah beberapa hari, Hasan memang tidak pernah sms yang “aneh-aneh” lagi kepada Aisyah, tapi tidak lama kemudian, Hasan sms lagi. Smsnya memang ada hubungannya dengan ‘dakwah’ tapi menurut Aisyah itu tidak terlalu penting untuk dibahas dengan yang bukan muhrim dan mau tidak mau Aisyah harus mengingatkan Hasan lagi. Bahkan Aisyah sudah tidak sungkan-sungkan mengkritik secara kasar. Bahkan ketika syuro membahas adek binaan Aisyah, karena saat itu ada masalah dengan adek binaan Aisyah. Aisyah sengaja menunjukkkan wajah jutek dan pasti sangat jelek kepada Hasan, tapi ternyata itu tidak cukup membuat Hasan mengerti sampai akhirnya berita itu Aisyah dengar.

Aisyah segera berangkat dan Alhamdulillah dia tidak telat. Setelah selesai mengisi adek-adek, Bu Nur memanggil Aisyah, katanya ada amanah yang harus disampaikan. Ternyata ikhwan itu berniat ingin mengKhitbah Aisyah. Aisyah terlihat bingung dan bu Nur menyarankan untuk sholat istikharah dulu.

Aisyah pun pamit. Aisyah memikirkan hal itu di jalan, Aisyah cukup bingung untuk mengambil keputusan karena ikhwan itu sudah dianggap anak oleh bu Nur sehingga Aisyah juga harus memikirkan perasaan bu Nur. Bu Nur pun sms Aisyah,

Bu Nur: “Afwan ya nak karena sudah lancang sama nak Aisyah, sebenarnya ibu sudah sampaikan untuk lewat MR saja tapi anaknya pengen disampaikan dahulu. Ibu tidak enak sama nak Aisyah”.

Aisyah: ”Tidak apa-apa bu, Ibu tidak salah. Dia kan sudah ada niat untuk menikah jadi tidak masalah jika hal itu disampaikan. Kata MR Aisyah, jodoh itu bisa lewat mana aja, tidak harus lewat MR yang penting prosesnya tetap syar’i. Aisyah mohon doa’anya bu Nur untuk kami. Ketika memang berjodoh maka semoga dimudahkan tapi jika tidak, maka Allah sudah menetapkan yang terbaik untuk Aisyah dan dia”.

 

Bu Nur: “iya nak, semoga nak aisyah dan dia diberi yang terbaik Aamin”.

Aisyah masih memikirkannya. “Astaghfirullah, keadaannya begitu bertepatan saat saya jengkel dengannya tadi pagi, kemudian mendengar niatnya seperti ini sekarang. Apa yang harus saya lakukan???” Kata aisyah dalam hati.

Kemudian Aisyah meyakinkan pada dirinya sendiri ”saya tidak boleh memikirkan yang telah dilakukannya kemarin, bukankah setiap orang pernah melakukan kekhilafan, mungkin dia khilaf kemarin itu sehingga saya tidak boleh terlalu menilai orang itu dari kekhilafannya kemarin. Bukankah saya pernah melakukan kekhilafan yang lebih berat???” Aisyah terlihat sedih dan sangat malu ketika mengingat kekhilafan yang pernah dilakukannya. “Ya Allah, maafkanlah hamba-Mu ini yang begitu hina dan bantulah hamba-Mu ini ya Allah….” Do’a aisyah dalam hati. Tapi sayang, ternyata Aisyah kedatangan ‘tamu bulanan’ sehingga ia tidak bisa sholat.

Aisyah mulai mencari jawaban dengan cara membaca artikel tentang pernikahan. Selain itu, Aisyah juga merasa memerlukan masukkan dari orang lain sehingga dia bercerita kepada temannya.

Satu minggu berlalu tapi aisyah belum bisa memberikan jawaban karena Aisyah belum sholat. Bu Nur pun tidak menyinggung hal tersebut saat Aisyah ke rumah beliau.

Setelah bisa sholat, Aisyah langsung sholat istikharah meminta petunjuk kepada Allah tapi Aisyah tetap bimbang. “saya tidak akan memunafikan bahwa saya pernah simpatik kepada Hasan, saya kagum pada ikhwan tersebut. Ikhwan yang aktif dalam agenda dakwah dan pekerjaanya pun sangat berkaitan dengan dakwah karena milik wajihah. Awalnya memang simpatik sampai akhirnya Hasan melakukan hal2 konyol seperti itu” Pikir Aisyah.

Aisyah benar-benar bingung, apalagi ketika mengingat sabda Rasululullah: “Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia.  Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi).

“Apa yang harus hamba lakukan ya Allah? Berikanlah petunjuk-Mu” Do’a Aisyah.

“Ingin menolak tapi takut akan peringatan Rasulullah itu. Bukankah ikhwan itu sudah baik walaupun sempat illfeel karena kelakuannya akhir-akhir ini tapi saya tetap tidak yakin untuk menerima. Aduh, kenapa dia harus sms seperti itu??? Kenapa dia tidak bisa menjaga sikapnya sedikit saja??? Andai bisa menjaga sikap, mungkin tidak akan serumit ini” Astaghfirullah, kenapa saya bisa berpikir seperti itu. Aisyah berisytighfar beberapa kali karena berfikir seperti itu.

Ditengah kebingungan aisyah, Bu Nur sms,

Bu Nur: “Alhamdulillah nak, nak dana mau walimah. Subhanallah prosesnya hanya 1 minggu nak”.

Membaca sms dari bu Nur membuat Aisyah berfikir.. ”Prosesnya hanya 1 minggu, seakan-akan itu adalah teguran untuk saya karena sudah 1 minggu belum ada jawaban, Mungkin bu Nur tidak bermaksud untuk menyinggung tapi saya tetap tersinggung” Ucap aisyah pada dirinya sendiri.

Aisyah meningkatkan kuantitas sholat istikharahnya dengan harapan agar diberi petunjuk segera sampai akhirnya Aisyah membaca artikel di dakwatuna. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa salah satu cara ikhtiar untuk mencari jodoh adalah dengan memperbaiki diri karena yakinlah bahwa di sana pun, di manapun jodoh berada, dia juga dalam proses perbaikan dirinya sendiri agar dapat menjadi imam bagi istrinya. Aisyah  merasa mantap untuk memberikan jawaban setelah membaca artikel itu. Aisyah menghubungi bu Nur untuk menyampaikan jawabannya.

Aisyah: “Maaf bu sebelumnya, sepertinya aisyah tidak bisa melanjutkan proses ini. Saya tidak yakin bu, Aisyah merasa belum siap. Aisyah ingin meperbaiki diri menjadi lebih baik lagi”

Bu Nur: “Tidak apa2 nak, kalau memang nak aisyah ragu maka tidak usah diterima. Ini adalah hal yang harus dipikirkan dengan matang jadi kalau nak aisyah ragu maka tidak usah diterima”

“Alhamdulillah, saya merasa lega sekarang. Semoga keputusan yang saya ambil adalah keputusan yang terbaik Aamin….” Kata aisyah dalam hati.

Sebenarnya Aisyah ada maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada Hasan tapi Aisyah berfikir bahwa itu tidak pantas untuk dilakukan. Ada hikmah yang bisa Aisyah ambil dari kejadian ini dan Aisyah ingin sekali menyampaikannya kepada ikhwan itu, bukan hanya kepada ikhwan itu tapi kepada seluruh ikhwan.

Tetaplah “menjaga pandangan” ikhwah sekalian, ketika engkau bisa menjaga pandanganmu maka sebenarnya engkau juga telah membantu orang lain untuk menjaga pandangannya. Dan untuk para ikhwan, jika ada akhwat yang engkau senangi dan kamu merasa sudah siap maka segeralah untuk mengkhitbahnya, jangan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya hanya untuk mencari perhatian darinya. Ada kelebihan ikhwan dibandingkan akhwat. Ketika akhwat memiliki rasa untuk orang lain maka dia tidak bisa mengajukan kepada ikhwan itu, dia hanya bisa tetap berusaha untuk tetap menjaga hatinya dan itu adalah ujian untuk akhwat, salah satu hal yang uji oleh Allah tentang “ketahanannya” dalam mejaga hatinya sampai dipertemukan dengan yang berhak.Menguji imannya tentang tujuan pernikahan. Tetapi seorang ikhwan, dia diberi “keistimewaan” untuk segera mengajukan ketika ia menyukai seseorang walaupun konsekuensinya bisa saja ditolak, tapi bukankah itu lebih baik dibanding akhwat yang tidak memiliki kesempatan untuk segera menyampaikan asa yang dimilkinya. Bukannya membeda-bedakan, saya  yakin bahwa segala sesuatu ada kelebihan dan kekurangannya termasuk pada aturan yang ditetapkan ini. Pasti ada hikmah dibalik aturan ini dan kita harus meyakini itu. Jadi, mari kita melakukan yang terbaik untuk mendapat Ridho-Nya….

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (13 votes, average: 8.54 out of 5)
Loading...

Tentang

Bekerja di Bank Syariah. Aktif di Iqro' Club di salah satu kota Jawa Timur.

Lihat Juga

Nama Presiden Mursi dan Pesepakbola Abu Treka Dihapus dari Daftar ‘Teroris’ Mesir

Figure
Organization