Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Invisible Hand, Tangan-Tangan Tak Terlihat, Ngeriii!

Invisible Hand, Tangan-Tangan Tak Terlihat, Ngeriii!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

The_Invisible_Hand_Logodakwatuna.com – Invisible Hand adalah sebuah istilah yang terdapat pada Buku The Wealth of Nation Adam Smith, lebih lengkapnya Invisible Hand of the Market. Metafora ini, menggambarkan bahwa pada ekonomi pasar terdapat tangan-tangan tak terlihat yang mengendalikan pasar, dan langkah terbaik untuk mendapatkan harga terbaik dengan kualitas terbaik adalah dengan membiarkan permintaan-penawaran berjalan, dan karena sumber daya terbatas, ini akan menghasilkan “value” karena masing-masing memperkecil biaya dengan untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin, inilah yang membuat dunia seperti sekarang. Keyakinan inilah yang melatarbelakangi sistem pasar bebas, atau liberalisme pada kata lainnya.

                Maka Invisible ini juga relevan sebenarnya terhadap bidang apapun, termasuk politik, sebuah bidang yang bisa membuat kawan menjadi lawan, dan sebaliknya. Keyakinan inilah, yang mendasari bahwa tiada kepastian dalam hubungan politik. Kepercayaan ini yang menjadi filosofis praktis dunia politik, bahwa “tak ada musuh abadi dalam kepentingan politik”. Maka hari ini sebagian kita dibuat percaya, bahwa apa yang terjadi di ekonomi kita, apa yang terjadi terhadap isu-isu dunia, dan apa yang terjadi pada dunia politik khususnya, itu adalah mekanisme alami, alias berada dalam mekanisme raksasa “Invisible Hand”.

Pertanyaan besarnya, apakah benar-benar ada “Invisible Hand” ini? Umat Muslim meyakini, ada. Namun ia bukan dibentuk oleh mekanisme sebagaimana disebutkan di atas, namun mekanisme yang membuat kehidupan manusia itu ada. Lalu bagaimana kita menyikapi teori ini? Sebagai Muslim, kita harus meyakini, segala yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Namun apakah selesai? Tentu tidak. Sejujurnya kita amat perlu memahami teori ini dalam-dalam. “Invisible Hand” sebagai sebuah dasar filosofis, seharusnya kita kritisi.

Kita bisa belajar dari sejarah-sejarah masa lalu, bahwa ada di setiap masa yang di jalankan dengan cara tirani, selalu dibentuk semacam mitos, sebagaimana Hitler menyemangati pengikutnya bahwa mereka adalah bangsa Arya dan Bangsa merekalah bangsa yang dipilih Tuhan untuk menguasai dunia, kita mengenal sejarah Majapahit dengan Panglima Gajah Madanya, yang bersumpah bahwa kerajaan merekalah yang ditulis oleh kitab mereka akan menguasai seluruh kerajaan, lebih lama kita mengenal Firaun yang membuat mitos bahwa Firaun adalah Tuhan, ia bisa menentukan hidup-mati seseorang.

Maka dari sini kita bisa pelajari, bahwa para Tiran, selalu memiliki cara yang sama, yakni gemar membuat mitos, atau apapun bentuknya, yang mitos ini hidup dalam angan-angan pengikutnya, bahwa mereka ada di bawah pengaruh dan tidak bisa lepas dari kehebatan Tiran tersebut. Konteks hari ini, mitos itu, tiada. Namun ada yang sejenis, dan berfrasa sejenis dengan suatu angan-angan yang hidup dalam benak suatu pengikut maupun rakyat dalam konteks Negara, yakni opini.

Frasa opini, adalah keyakinan yang terbentuk dalam masyarakat. Ia hidup dalam alam sadar maupun bawah sadar. Dengan segala teorinya “opini”, bertujuan membentuk terhadap apa yang di inginkan oleh empunya. Di titik ini, kita bisa melihat, bahwa ada “Invisible” atau yang tak terlihat kasat mata bisa dikendalikan. Berangkat dari fakta ini, maka secara lebih luas kita bisa membedahnya terhadap mitos-mitos yang terdapat pada teori-teori ekonomi, politik, social, keuangan, dan apapun. Segala hal yang terdapat orang yang bekerja pada bidang tersebut, maka selalu ada kemungkinan mitos “Invisible” ini. Konsekuensi sebenarnya dari  “Invisible”  ini adalah, membuat ketidakberdayaan pengikutnya, rakyatnya, bahkan musuh-musuhnya.

Dari kajian beberapa literature, hingga sekarang tak ada Negara dunia manapun, sebegitu besar kalimnya terhadap demokrasi, secara murni menerapkan ekonomi pasar bebas. Amerika sekalipun sebagai punggawa kapitalisme, gak kapitalis-kapitalis amat, Bail out FED terhadap lembaga-lembaga keuangan yang collapse akibat “Subprime Mortagage”, adalah intervensi Negara, proteksi-proteksi beberapa import barang tertentu adalah intervensi Negara. Maka Negara-negara penganut Amerika centric, apakah masih yakin dengan buaian “Invisible Hand” ini.

Artinya, Invisible hand itu tidak ada. Selalu ada tangan-tangan manusia bermain, ada orangnya dan ada perangkat-perangkat pendukungnya, ini hanya sebuah masalah pemenang dan pecundangnya. Maka pemenangnyalah yang mengendalikan permainan. Mitos “Invisible Hand” dipertahankan, untuk membuat sikap menerima dari pihak yang kalah, meredam gejolak, dan menggetarkan lawan.

Mitos, Opini, “Invisible Hand”, dan apapun bentuk frasanya, adalah alat pengaruh yang harus kita terus waspada. Lengah, berarti kita di pihak yang akan selalu dikalahkan. Langkah pertama untuk bisa mengalahkannya, yakni dengan membangunkan alam sadar kita, mengaktifkan lagi panca indera kita, melihat bahwa segalanya berjalan dengan ada pihak pengendalinya, dengan memahami itu, akan lebih jelas, lawan yang kita hadapi, tidak terbuai dengan senggolan kecil opini lain, ketika kita sudah mengetahui, dan memahami cara kerjanya. Selekas itu pula kita akan menjadi manusia merdeka, kita bisa memilih, bahwa selama pengendalinya manusia, akan selalu ada cela, dan ada kemungkinan untuk bisa di rubah. “Invisible Hand” dalam ekonomi, politik, atau apapun, sebuah frasa yang harus kita bongkar, bongkar, dan bongkar!

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (8 votes, average: 8.75 out of 5)
Loading...

Tentang

Ketua RMNI (LDK STEI Rawamangun), anggota FSLDK 2005-2008, sekarang aktif di masyarakat, beristrikan Sri Maryati, di amanahi anak putri Azmi Azizzah Akhras Az-Zahra dan putra Muhammad Azzam Ayyash Syadid.

Lihat Juga

Macet

Fahira: Masalah Jakarta Itu Tol Dalam Kota, Bukan Tiang Bendera Warga

Figure
Organization