Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Motivasi dengan Perspektif Psikologi Islam

Motivasi dengan Perspektif Psikologi Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Cover buku “Motivasi dengan Perspektif Psikologi Islam”
Cover buku “Motivasi dengan Perspektif Psikologi Islam”

Penulis: Bagus Riyono

Penerbit: Quality Publishing

Terbit: Desember 2012

Tebal: 317 halaman

dakwatuna.com – Buku ini diawali dengan kisah tentang jatuh bangunnya peradaban Indonesia setelah merdeka lebih dari 60 tahun. Seperti yang banyak dituding oleh masyarakat dan seperti yang tampak, setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, belum banyak prestasi yang dapat ditorehkan oleh Indonesia. Keinginan yang terpendam dari sebuah kemerdekaan belum diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Dulu, ketika mencapai usia 10 tahun kemerdekaan, indonesia ingin menjadi negara terkuat di Timur Jauh, sehingga disebut sebagai “Raksasa Muda”. Namun lihat, kini raksasa tersebut sedang terduduk lemas atau bahkan tidur. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, “Apa yang menghambat Indonesia untuk mengejar ketertinggalan di antara negara-negara ASEAN ini?”.

Para ahli ilmu-ilmu sosial sepakat bahwa ada kekuatan (the force) yang mendorong manusia untuk maju, baik untuk kesuksesan dirinya maupun secara kolektif dalam membangun sebuah peradaban. Secara garis besar disebutkan bahwa terdapat empat kekuatan yang mempengaruhi kemajuan peradaban suatu negara atau bangsa, yaitu natural force (letak geografis, iklim, dan unsur geopolitik lainnya), socio-cultural force (pemerintah, agama, sistem ekonomi, sistem pendidikan, dan budaya), group force (kekuatan dari dalam diri individu-individu yang berkumpul dalam satu kelompok), dan internal force (kekuatan yang muncul dari dalam diri dan menjadi penyaring semua kekuatan yang ada, serta menjadi penentu keunikan diri tiap pribadi). Namun demikian, masing-masing dari keempat kekuatan tersebut memiliki kelemahannya masing-masing, yang saling kontradiktif sehingga tidak dapat dijadikan dasar sebagai kekuatan untuk mendorong manusia memajukan peradaban. Berangkat dari sini, maka yang menjadi titik tengah dari the force (kekuatan) adalah dorongan yang mendalam yang berasal dari dalam diri dan menjadi penyebab mengapa manusia bergerak. Secara sederhana, ini disebut dengan motivasi.

Motivasi adalah sebuah konstruksi psikologis. Konstruk ini akan mempengaruhi pilihan dan tindakan seorang individu. motivasi juga merupakan sesuatu yang bertanggungjawab atas pilihan individu terhadap alternatif perilaku yang ada. Dalam arti, individu tersebut memilih serangkaian perilaku dari sekian pilihan perilaku yang ada.

Dalam ilmu psikologi barat, manusia dianggap sebagai binatang. Bergerak berdasarkan hawa nafsu/keinginan demi mencapai kenikmatan semata. Manusia dianggap pula sebagai makhluk yang parsial. Sebagian ahli menganggap manusia berperilaku karena didorong oleh hawa nafsu, sebagian lagi berkata karena pengaruh lingkungan yang kuat. Di sisi lain, memang masih ada yang memasukkan unsur internal berupa kognisi, namun secara umum, ilmu psikologi barat mengabaikan proses internal dalam diri manusia ketika menjelaskan tentang perilaku.

Buku ini berusaha merumuskan konstruksi psikologis manusia dari perspektif psikologi islam dengan asumsi bahwa manusia adalah makhluk integral, tidak berdiri atas satu aspek saja. Manusia memiliki ruh (soul) yang merupakan pengendali semua organ maupun fungsi dalam diri. Dan inilah ranah yang ditinggalkan oleh psikologi kontempores yang berkembang di Barat. Mereka hanya mengakui tiga aspek pada diri manusia, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Padahal, seorang ahli berkata bahwa setiap perubahan yang terjadi pada satu bagian diri saja akan mempengaruhi keseluruhan sistem jiwa seseorang.

Dalam psikologi islam, ruh masuk ke dalam ranah spiritual, di samping qalb (afektif), aql (kognitif), dan irada (konatif). Sebagai makhluk integratif, sejatinya manusia dikendalikan oleh ruh (soul), yaitu sesuatu yang digambarkan oleh Ibnu Sina sebagai sebuah substansi yang menjadi pusat kesadaran manusia. Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa manusia adalah makhluk spiritual yang secara integratif dan simultan berperilaku dengan menggunakan akal (kognitif), persaan (afektif), kekuatan kehendak (konatif), dan ketajaman hati nurani (spiritual). Dan empat aspek inilah yang menjadi faktor the force dari motivasi manusia atau dapat disebut sebagai motivational force.

Terkait dengan kekuatan yang mempengaruhi motivasi tersebut, terdapat tiga unsur paling esensial dalam dinamika motivasi manusia, yaitu risk avoidance (kemungkinan konsekuensi negatif akibat perilaku), uncertainty tolerance (probabilitas terjadinya konsekuensi negatif), dan hope reliance (keyakinan untuk mendapatkan sesuatu yag baik atau keberuntungan dibalik kepastian) (R.U.H). Dianalisis lebih dalam, maka R.U.H tersebut sejatinya bersifat sujektif, dan ibarat atom, perspektif R.U.H ini dikatakan tidak stabil. Dengan demikian, maka untuk mencapai kestabilan, manusia akan berada dalam proses pencarian anchor.

Secara bahasa, anchor adalah sesuatu yang dapat memberikan kestabilan pada sesuatu yang terkait dengannya. Pencarian anchor sendiri adalah fenomena sentral dalam dinamika motivasi manusia. Anchor dapat berupa materi, kondiri, maupun sifat atau seseorang yang dianggap penting. Berdasarkan ini, maka bagi seorang individu anchor tidak bersifat tetap dan pasti, karena anchor akan dipersepsi sesuai dengan tingkat pemahaman individu itu sendiri.

Secara logis, pencarian manusia terhadap anchor­-nya akan mencapai puncaknya ketika ia sampai pada Tuhan. Sehingga dikatakan bahwa anchor yang berpusat pada Allah merupakan anchor yang paling kuat sebagai sumber energi dari motivational force tersebut. Dari sini dapat diasumsikan bahwa pemahaman spiritual menjadi faktor utama terhadap keberhasilan dalam proses pencarian anchor ini.

Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa jatuh bangunnya peradaban terkait dengan pergeseran anchor dan spiritualisme ke dalam bentuk materialisme. Suatu peradaban akan dibangun dengan semangat spiritualitas yang tinggi dan dihancurkan oleh apa yang disebut dengan excessive materialism.  Hal ini juga sejalan dengan dengan pendapat Einstein bahwa manusia akan bisa mencapai kehidupan yang berharga dan harmonis, hanya jika mereka dapat membatasi diri dalam mengejar materi, dan meningkatkan nilai-nilai spiritual dalam masyarakat.

Buku ini sangat ditujukan bagi Anda yang senang dengan bacaan yang membutuhkan berpikir sejenak sebelum mencerna apa yang dimaksud. Karena buku ini hampir menyerupai ringkasan teori yang  menunjukkan kepada dunia bahwa di balik segala peristiwa yang terjadi, ada satu faktor yang mendorong dengan kuat dan mempengaruhi perilaku yang ada. Dan satu faktor itu adalah anchor, sebuah kepercayaan, sumber kekuatan, dan kehidupan. Namun demikian, buku ini tetap menyenangkan untuk dibaca. Selamat dihujani inspirasi dan hati-hati jika religiusitas Anda meningkat ketika membaca buku ini!

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Undergraduate Student (2011), Fellowship of Center for Indigenous and Cultrual Psychology, Head of Muslimah Department, Keluarga Muslim Psikologi, Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada.

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization