Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Harga Sebuah Rasa (Jiwa, Raga, dan Agama)

Harga Sebuah Rasa (Jiwa, Raga, dan Agama)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ada asa yang selalu berbuah cita
Ada asa yang melahirkan kecewa
Ada asa yang terbentur harta
Ada asa yang terpangkas tahta
Ada asa yang terpalingkan wanita

Asa bukanlah segalanya
Asa butuh rasa agar segala sesuatu tak menjadi hampa
Asa pun membutuhkan rasa agar nilai baik lebih terasa

Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Suatu saat ketika kita mendapat kesempatan mencicipi sebuah kuliner di tempat yang cukup mewah dengan pemandangan yang cukup Indah. Walaupun hati mungkin terusik dengan nominal-nominal harga yang tertera sehingga sebuah kalimat yang cukup lumrah kembali mengemuka bahwa rasa tak pernah bohong. Ya, Rasa adalah suatu kata yang melekat dengan nilai. Dalam dunia kuliner, Secangkir kopi hangat bisa memiliki rasa pahit, hambar dan manis. Secangkir kopi itu pun akan kita temui dengan harga bervariasi dari harga warung yang berkisar dua ribuan hingga harga di sebuah Mall atau restaurant yang mencapai Puluhan Ribu hanya untuk secangkir nya. Kita pun akan menemukan berbagai jenis kuliner berharga mahal hingga seolah-olah hanya bisa di rasakan oleh sebagian pihak saja.

Rasa pun memiliki sisi lainnya bila kita menelisik dari unsur ke-Jiwa an. Ada rasa senang yang untuk mencapainya terkadang segelintir manusia rela melakukan banyak hal sekalipun itu menguras harta. Ada bahagia yang terkadang pula bagi sebagian insan bisa di dapat mengeluarkan biaya-biaya untuk menghibur diri.  Dalam dunia hiburan, terkadang kita bisa menghabiskan anggaran hingga ratusan ribu bahkan adakalanya mencapai nominal Jutaan. Mungkin alokasi tersebut hanya untuk sebuah me-rasa-kan pemandangan indah di sebuah pantai dan Sunrise di sebuah Puncak, atau beberapa tempat wisata terbaik di penjuru Indonesia. Ada pula rasa percaya diri yang sebagian manusia menempuh jalan yang salah dengan cara obat-obat terlarang yang beresiko terhadap keselamatan jiwa, lagi-lagi itu pun dengan biaya yang tidak murah. Ada juga rasa malu, sehingga beberapa pihak nekat melakukan suap-menyuap agar tidak merasa malu atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat. Entah berapa banyak uang yang akan hilang dan bertebaran untuk sebuah rasa dalam jiwa, Senang, bahagia, percaya diri, malu, kesal, sedih dan rasa-rasa lain yang bergejolak. Di saat yang sama, Ada insan-insan yang bisa bahagia, senang dan ceria hanya dengan jalan berdua di bawah rintik-rintik air hujan di senja kala. Berlari mengejar bayang-bayang matahari. Ada pula Manusia merasa Bahagia yang teramat sangat manakala ia mendapati sebungkus nasi untuk mengisi perut nya yang berhari-hari tak terisi dengan layak.

Ketika rasa menjadi hak semua manusia, ketika rasa positif (yang menyenangkan) diidentikkan dengan sebuah nilai berharga. Maka Ada sudut pandang lain yang memberikan penjelasan kepada kita mengapa para rakyat jelata masih mampu tertawa dan tersenyum dengan legawa. Mari kita lihat makna sebuah rasa dalam sisi Agama, di mana kita akan menemukan bahwa Allah memberikan rasa yang sangat adil dan merata. Dalam perspektif agama kita mengenal spesifikasi rasa lainnya; Yakin, Syukur, Sabar, Tenang, dan termasuk Cinta (Mahabbah). Tiga hal yang menjadi fitrah manusia (akal, hati atau Ruh dan emosi) melekat pada semua manusia. Tiga hal ini bisa menjadi perantara ALLAH membahagiakan Manusia. Allah yang membolak-balikkan Hati manusia dengan sangat mudah memberikan segala jenis rasa yang ada. Allah berdasarkan prasangka hamba-Nya. Bagi kita yang menggunakan Akal, Segala apa yang telah ada dalam diri ini sudah menjadi alasan kuat untuk bersyukur yang kelak menghadirkan rasa tenang, bahagia. Bagi kita yang pandai meresapi apa kata hati, niscaya cinta akan berbunga menjadikan kehidupan yang senantiasa terasa manis. Khusnudzhon demi khusnudzhon membingkai nalar-nalar kemanusiaan kita. Keyakinan akan semakin mantap bahwa kelak semua berakhir dalam sebuah rasa yang kita definisikan dengan nama Manis. Dan bagi kita yang mampu mengelola emosi, maka energi yang ada kelak lebih terarah pada hal positif yang berbuah keyakinan dan Kesabaran.

Semua rasa dalam perspektif Raga dan Jiwa akan terhempas manakala kita dapat menghadirkan rasa Syukur (Rasa dalam Beragama). Kita tidak pernah menghitung dengan keras betapa setiap bagian dari tubuh kita memiliki harga yang tak ternilai, bahkan bila ada yang hendak menawarkan sepenggal kaki kita dengan harga Milyaran tentunya kita tak akan pernah menjual itu. Keberadaan organ-organ tubuh kita pun memberikan rasa tersendiri. Bilamana kita menjiwai bagaimana rasa dari kelenturan sendi-sendi, tulang, urat, otot dan sejenisnya. Haruskah kita merasakan gelap nya hari-hari tanpa sepasang bola mata. Semua itu memiliki rasa yang tak mampu terdefinisikan dengan sempurna. Dan setiap rasa ini tentunya berharga dan mengandung unsur biaya. Demikianlah Rasa Jiwa dan Rasa Raga yang menjadi anugerah sejak kelahiran kita. Kita membutuhkan Rasa Agama agar semua cinta tentang rasa dapat kita nikmati tanpa terjajah logika-logika dunia.

Semua Rasa dalam perspektif agama dapat diperoleh secara cuma-cuma tanpa harga melainkan menghasilkan nilai-nilai yang sangat berharga. Syukur, Sabar, Cinta dan Yakin, Rasa-rasa ini bisa berbuah rasa-rasa lain pada perspektif Jiwa dan Raga. Keniscayaan ini karena kita menikmati rasa dengan perasaan yang diridhai. Hebatnya Rasa Beragama ini dapat menguatkan Asa. Asa yang berbuah cita. Asa yang tak akan pernah kecewa. Asa yang tidak tergantung pada harta, tahta, maupun wanita. Asa yang akan melahirkan segalanya dan tak pernah hampa. Sebuah asa yang lahir dari Rasa Beragama, bernilai harga dan bermuara pada Surga dan Cinta Rabb kita.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Pembina Relawan Kaum Tani (REKAT). Pengurus Koperasi Tani Sejahtera Indonesia.

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization