Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Harkat serta Martabat Wanita Indonesia dan Wanita Aceh Sesuai Fitrah Wanita

Harkat serta Martabat Wanita Indonesia dan Wanita Aceh Sesuai Fitrah Wanita

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Refleksi RA Kartini 21 April 1964-2013

Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Kartini bangkit kembali, setiap 21 April hadir di tengah bangsa Indonesia. Cita-citanya yang akan mengangkat perempuan Islam dari jeratan adat, dan menjadikan Al Qur’an sebagai sumber cita pembaruan, mengukirkan namanya dituliskan dengan tinta emas sejarah dan abadi sampai kini di tengah bangsanya.

Oleh karena itu, segenap perempuan bumi putera diajaknya kembali ke jalan Islam. Tidak hanya itu, Kartini bertekad berjuang, untuk mendapatkan rahmat Allah, agar mampu meyakinkan umat agama lain memandang Islam, agama yang patut dihormati (Ny.van Kol, 21 juli 1902)

Walau Kartini relatif muda usia, 20 tahun, George Mc Tuman Kahin, dalam Nasionalism and Revolution in Indonesia, menilai bahwa Kartini-lah sebenarnya pelopor pembaruan pendidikan dalam era Pergerakan Nasional, bukan Budi Utomo.

Kartini bukan berjuang hanya untuk perempuan, tetapi untuk kemajuan bangsanya. Seperti penuturannya, “Bersama-sama dengan hidup mandiri, kami pun akan berjuang keras memajukan, membangkitkan bangsa kami dari kehinaan. Hidup kami kaya akan jasa dan penuh dengan cita-cita” (Ny Abendon, 3 September 1901)

Sejak 17 Agustus 1902, disimpulkan kebulatan hatinya, “Sekarang ini kami tiada mencari penghibur hati pada manusia, kami berpegang teguh-teguh di tangan-Nya. Maka hari gelap gulita pu menjadi terang, dan angin ribut pun sepoi-sepoi.”

Kata-kata habis gelap terbitlah terang, selain tercetus pada 17 Agustus 1902, juga karena pengaruh cahaya Al Qur’an yang menerangi lubuk hatinya: Minazh zhulumati ilan nur

Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kaum wanita. Islam mengangkat harkat dan martabat wanita dengan memberikan pendidikan, perlindungan, serta hak-hak mereka sesuai fitrah dan kodratnya. Perhatian besar ini adalah sesuatu yang tidak pernah diberikan oleh umat manapun sepanjang masa.

Sebelum Islam datang, wanita ditempatkan pada posisi yang rendah dan hina. Wanita dianggap sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan dan tak mempunyai hak sedikit pun untuk menolak perlakuan hidup yang sangat rendah. Bahkan, pada masa Arab jahiliyah, kehadiran wanita dianggap sebagai sebuah kesialan.

”Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya, apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS An-Nahl (16): 58-59).

Namun, kini Islam telah datang dengan membawa cahaya kedamaian untuk seluruh alam. (QS Al-Anbiya (21): 107). Dalam naungan Islam, wanita menempati derajat yang tinggi, hak wanita diakui secara sempurna. Islam menjaga wanita dari sekadar objek syahwat dan nafsu kebinatangan. Bahkan, Islam memandang mereka sebagai unsur penting dalam kebangkitan, ketahanan, dan keselamatan masyarakat. Wanita memiliki andil yang amat besar dalam pembentukan tokoh-tokoh berjasa bagi Islam dan kaum Muslimin. Islam menjadikan wanita layaknya sebuah permata yang berharga. Oleh karena itu, Islam menjaga wanita dengan sebenar-benar penjagaan. Sebagai salah satu bukti kongkret, Islam mewajibkan para wanita untuk mengenakan jilbab (QS Al-Ahzab (33): 59).

Wanita tanpa Islam layaknya bunga di tepi jalan. Tak ada yang melindungi. Setiap saat mata-mata nakal, bebas memandangnya dengan buas dan begitu mudahnya dipetik oleh tangan-tangan jahil manusia berhati serigala. Setelah puas, bunga pun dicampakkan begitu saja di jalanan.

Aktivitas Wanita Masa Kini

Sebenarnya, usaha (kiprah) kaum wanita cukup luas meliputi berbagai bidang, terutama yang berhubungan dengan dirinya sendiri, yang diselaraskan dengan Islam, dalam segi aqidah, akhlak dan masalah yang tidak menyimpang dari apa yang sudah digariskan atau ditetapkan oleh Islam.

Wanita Muslimat mempunyai kewajiban untuk memperkuat hubungannya dengan Allah dan menyucikan pikiran serta wataknya dari sisa-sisa pengaruh pikiran Barat. Harus mengetahui cara menangkis serangan-serangan kebatilan dan syubhat terhadap Islam.

Harus diketahui dan disadari hal-hal yang melatarbelakanginya, mengapa dia harus menerima separuh dari bagian yang diterima oleh kaum laki-laki dalam masalah hak waris? Mengapa saksi seorang wanita itu dianggap separuh dari laki-laki? Juga harus memahami hakikatnya, sehingga iman dan Islamnya bersih, tiada keraguan lagi yang menyelimuti benak dan pikirannya.

Dia harus menjalankan secara keseluruhan mengenai akhlak dan perilakunya, sesuai dengan yang dikehendaki oleh Islam. Tidak boleh terpengaruh oleh sikap dan perilaku wanita non-Muslim atau berpaham Barat. Karena mereka bebas dari pikiran dan peraturan-peraturan sebagaimana yang ada pada agama Islam. Mereka tidak terikat pada perkara halal dan haram, baik dan buruk. Banyak di antara kaum wanita yang meniru mereka secara buta, misalnya memanjangkan kuku yang menyerupai binatang buas, pakaian mini, tipis (transparan), atau setengah telanjang, dan sebagainya. Cara yang demikian itu adalah meniru orang yang buta akan hal-hal terlarang.

Nabi SAW telah bersabda:

“Janganlah kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian dan berkata, ‘Aku ikut saja seperti orang-orang itu. Jika mereka baik, aku pun baik; jika mereka jahat, aku pun jadi jahat.’ Tetapi teguhkan hatimu dengan keputusan bahwa jika orang-orang melakukan kebaikan, maka aku akan mengerjakannya; dan jika orang-orang melakukan kejahatan, maka aku tidak akan mengerjakan.”

Fenomena yang terjadi di Aceh saat ini adalah perempuan Aceh semakin banyak yang mempertontonkan auratnya tanpa rasa malu bahkan tidak takut lagi terhadap Syari’at Islam yang berlaku di Aceh, misalnya di sepanjang pinggiran jalan begitu banyak yang tidak memakai jilbab bahkan ada yang berani memakai celana pendek dan berkhalwat dengan lawan jenisnya,sehingga meresahkan seluruh masyarakat Aceh, Syariat Islam yang sudah beberapa tahun dipatenkan masih terkesan ”mati suri”, tidak terlihat adanya kemajuan dalam implementasi syariat islam. Pihak eksekutif tidak pernah serius dalam melaksanakan syariat Islam di bumi Aceh tercinta ini terutama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kaum wanita.

Sebagai salah satu bukti kongkret, Islam mewajibkan para wanita untuk mengenakan jilbab (QS Al-Ahzab (33):59).Jilbab merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk kasih sayang Islam kepada wanita. Jilbab menjadi benteng, agar mereka terlindung dan terjaga. Dengan begitu kesucian mereka akan tetap terpelihara. Sayangnya, wanita zaman sekarang justru menanggalkan nilai-nilai Islam itu. Mereka lebih senang dengan gaya hidup Barat yang serba permisif. Salah satunya adalah kebiasaan mengumbar aurat. Maka, lepas pula perlindungan Islam dari diri mereka.

Dewasa ini, permasalahan yang terjadi di masyarakat Aceh terkait syariat Islam adalah terbentuknya frame berfikir di publik bahwa syariat Islam yang berlaku menjadi penghambat ruang gerak bagi kita para perempuan Aceh, ada pula yang menyebutkan bahwa penerapan syariat Islam di Aceh akan membuat Aceh menjadi daerah yang eksklusif sehingga akan jauh dari lirikan wisatawan untuk hadir di Aceh, dan masih banyak pandangan negatif lainnya terkait penerapan syariat Islam.

Paradigma seperti disebut di atas merupakan paradigma yang keliru dalam mendefinisikan penerapan syariat Islam. Sesungguhnya kehadiran syariat Islam di Aceh merupakan suatu anugerah yang tak di dapat oleh daerah manapun di Indonesia. Jadi sudah selayaknya kita bangga menjalankannya dan meluruskan paradigma kita tentang bersyariat. Syariat Islam bukanlah suatu hal yang menjadi belenggu bagi kita kaum perempuan, justru ia adalah aturan-aturan yang berujung pada perlindungan terhadap perempuan. Tentu kita semua tahu, salah satu aturan yang di tetapkan di darah bersyariat adalah berjilbab, tujuannya tidak lain adalah agar menjauhkan perempuan dari kejahatan yang bisa saja terjadi ketika kita tidak menutup aurat. Itu hanya contoh kecil, masih banyak contoh yang lain yang membuktikan bahwa syariat yang berlaku tidak lain adalah sebagai perlindungan bagi masyarakat.

Penerapan syariat Islam di Aceh erat kaitannya dengan perempuan Aceh sendiri. Pertama, perempuan-perempuan Aceh masa lalu merupakan pejuang yang menjunjung tinggi nilai-nilai syariat dan siap menjalankannya sepenuh hati. Kedua, perempuan Aceh dengan jilbabnya merupakan identitas daerah Aceh yang memang dikenal sebagai daerah bersyariat. Dengan kata lain, identitas perempuan Aceh adalah jilbabnya yang menjadi icon tanah rencong ini. Ketiga, menutup aurat merupakan budaya kental Aceh, dengan tidak adanya legalitas syariat Islam pun di Aceh, menutup aurat memang sudah menjadi budaya orang Aceh. Jadi, kesuksesan penerapan syariat Islam di Aceh, serta pelestarian identitas budaya orang Aceh, itu tergantung pada bagaimana perempuan-perempuan Aceh menjalankan syariat Islam nya.

Dan tentu saja, kekuatan perempuan dalam menerapkan syariat Islam harus didukung oleh berbagai pihak terutama masyarakat Aceh sendiri. Sejak dulu perempuan Aceh dikenal sebagai wanita-wanita Islam yang kuat hingga mampu menjadi pemimpin perang. Nama yang sering muncul di telinga kita seperti Cut Nyak Dhien, Cut Mutia, Pocut Meurah Intan, Laksamana Malahayati, dan lainnya terkenal tidak hanya di Nusantara namun juga di gaung Internasional. Kita boleh berbangga dengan kegemilangan sejarah, namun yang kita lihat kebanyakan saat ini justru sudah sangat jauh dari harapan. Aceh yang dijuluki daerah Syariat Islam justru masih terdapat banyaknya maksiat di sana sini. Perempuan Aceh masih banyak yang belum berpenampilan layaknya perempuan Islam. Bahkan masih belum banyak yang paham makna syariat Islam itu sendiri. Kebanyakan hanya sekadar ikut-ikutan atau takut ditangkap Wilayatul Hisbah (sebutan untuk Polisi Syariah di Aceh).

Dunia itu perhiasan, sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

Anas Ra juga menuturkan, Rasulullah Saw, pernah bersabda: “Siapa saja yang telah dikaruniai Allah wanita shalihah berarti dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya…”. (HR al-Hakim). Wallahu alam bissawab.

Wassalamualaikum. wr. wb.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 6.80 out of 5)
Loading...

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization