Topic
Home / Berita / Opini / Caleg Non-Muslim dan Tantangan Dakwah di Papua

Caleg Non-Muslim dan Tantangan Dakwah di Papua

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Mukri Nasution)
Ilustrasi. (Mukri Nasution)

dakwatuna.com – Sebenarnya saya malu mau menuliskan ini, belum banyak yang bisa saya perbuat untuk dakwah dan saya juga tidak jago dalam menulis. Tapi melihat banyaknya kesalahpahaman kenapa PKS mencalonkan Non-Muslim di daerah Indonesia Timur. Kalau menurut saya ini isu biasa saja, tapi bagi sebagian orang mungkin ini isu yang cetar membahana layaknya Indonesia mau kiamat. Segala argumen dengan nada menyerang bertebaran di kolom komentar untuk postingan Dakwatuna pagi ini.

Saya sudah setahun berada di Papua tepatnya daerah Pegunungan Tengah di salah satu kabupaten pemekaran dari Jayawijaya, daerah yang sering dilanda konflik, daerah dengan jumlah muslim minoritas. Jangankan bicara jumlah kader, jumlah Muslimnya saja masih sedikit. Awal ke sini saya menemui ketua DPW PKS Papua ustadz Danang untuk menanyakan siapa ikhwah dan kelompok liqo yang bisa saya temui di Kabupaten tujuan.

Berharap akan gabung dengan kelompok liqo baru eh ternyata ikhwah dalam 1 kabupaten itu hanya 1 orang, beliau bekerja di salah satu perusahaan tambang. Bahagianya luar biasa ketika bertemu dengan ikhwah di tengah hutan belantara ini, rasanya menemukan sebongkah emas, jangankan bertemu ikhwah bertemu muslim saja sudah luar biasa senangnya. Masjid hanya satu dalam 1 kabupaten yang begitu luas, itupun belum boleh adzan dengan menggunakan pengeras suara. Ke Masjid perlu naik ojek biar tidak terlambat atau pergi 1 jam sebelum adzan biar nggak telat shalat berjamaah karena komplek saya tinggal ada sekitar 3 KM jaraknya ke Masjid. Jika kangen dengan suara adzan, ya kita putar melalui HP di rumah.

Alhamdulillah itu masih kami syukuri karena masih ada masjid meski Cuma 1, ada tempat berkumpul dengan masyarakat Muslim lainnya. Di Kabupaten lain malah ada yang belum punya masjid. Untuk agenda pengajian mingguan (Halaqah) ikhwah harus rela menuju ke kabupaten tetangga, jangan bayangkan aksesnya mudah seperti di Jakarta yang dengan mudah kapan saja kita mau bisa berangkat, tak ada jalur darat semua jalur udara. Pertama kali mengikuti halaqah dengan kawan2 ikhwah di pegunungan, saat perkenalan si A dari kabupaten ini, si B dari kabupaten itu. Luar biasa.

Itulah sekilas tentang kondisi kami di daerah minoritas di belantara Papua. Kita kembali ke masalah kenapa PKS mengusung calon yang Non-Muslim? Begitu munafiknyakah partai ini? Begitu rakusnyakah partai ini dengan kekuasaan? Melihat komentar-komentar itu saya sendiri miris melihatnya. Seperti daerah yang saya tinggal jumlah muslim kurang dari 1% apakah kita ngotot untuk memimpin yang mayoritas Non-Muslim, barangkali mereka juga gak mau dipimpin oleh yang muslim 1 % itu. Mereka juga berhak dipimpin oleh yang seaqidah dengan mereka. Sama halnya misalnya kita di daerah yang mayoritas 99% Muslim, apakah kita mau dipimpin oleh yang minoritas 1 %? Janganlah kita samakan dengan DKI Jakarta, itu kondisi antara langit dan bumi. Lagi pula seandainya PKS tetap ngotot mengajukan kader untuk maju, apakah ada kader yang bersedia? Saya sendiri lebih nyaman berdakwah melalui profesi saya ketimbang duduk manis jadi anggota dewan, saya belum sanggup mengemban amanah yang begitu besar di sini, tantangan yang luar biasa apalagi di sini kalau sudah masalah politik penyelesainnya bukan ke pengadilan tapi perang suku. Coba kawan-kawan googling berapa banyak konflik politik di sini yang berakhir perang antar suku. Di sinilah kelihaian PKS untuk meminimalisir mudharat dengan menempatkan Non-Muslim di Dewan tapi yang mampu melindungi umat Islam minoritas dan memberikan gerak untuk dakwah.

Secara psikologis masyarakat Papua juga lebih nyaman ketika mereka dipimpin oleh masyarakat asli ketimbang pendatang dan di tempat saya tak 1 pun orang asli Papua yang Muslim. Masih memaksakan orang Islam untuk naik?

Untuk komentar-komentar yang mengatasnamakan kader bawah kasihan diperalat, kasihan kader bawah dibodohi. Kader bawah yang mana? Secara struktural saya tidak menjabat di PKS, saya juga tidak memiliki KTA PKS, saya hanya mengaji dengan orang-orang PKS. Saya tidak merasa dibodohi, apalagi merasa kasihan kepada saya. Jika saya dimanfaatkan untuk kebaikan oleh PKS, ya silakan saja. Kalau memang benar-benar kasihan kepada kami di sini, ke sini yuk berdakwah di belantara Papua ini agar jumlah ikhwah cepat bertambah dan kerja-kerja dakwah ini lebih mudah. Saya salut dengan ikhwah yang berdakwah sudah puluhan tahun di sini tanpa ingin kerja-kerjanya diketahui oleh dunia luar sana, ada yang sudah mendirikan sekolah Islam Terpadu, mendakwahi masyarakat pedalaman, tak ada mengeluh mereka hanya bekerja dengan cinta dan harmoni.

Doakan kami untuk bisa tetap istiqamah, melayani masyarakat dengan sepenuh hati, memberikan yang terbaik yang bisa kami berikan untuk agama dan Negeri ini. Tak ada gunanya saling mencaci, merasa paling benar dakwahnya. Salam 3 Besar dari Pegunungan Tengah Papua…..

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (12 votes, average: 9.75 out of 5)
Loading...

Tentang

Bekerja di Puskesmas Distrik Langda, Yahukimo, Papua.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization