Topic
Home / Pemuda / Essay / Saya Bukan Ikhwan

Saya Bukan Ikhwan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Assalamu’alaikum wr wb

Alhamdulillahirabbil’aalamiin ….

Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Alhamdulillah setelah sekian lama akhirnya bisa kumpul-kumpul lagi sama temen-temen harakah dari sekolah lain, karena faktor kebetulan juga ada event yang akhirnya bisa menyatukan kami kembali para bujang-bujang kece  … hehehe. Ngobrol bareng soal dakwah, bisnis menambah kehangatan forum dadakan di masjid Cimut itu.

Namun ada suatu hal yang sebenarnya hal ini memang sudah lumrah di kalangan para jenggoters *sebutan buat para aktivis* tapi bagi saya, ini semua tidak se-simple itu, ini semua terasa tabu untuk disandangkan, “Ikhwan”

“Ikhwan” entah sebuah pakem dari mana asalnya, setiap orang yang sudah “terbina” maka dia bisa distempeli dengan label ikhwan, dan  tak jarang jua mereka mungkin bangga atas itu. Pun demikian dengan akhwat, apakah dengan ngaji, ikut liqoat, seseorang bisa dengan mudahnya disebut ikhwan ataupun akhwat? Bagi saya tidak, tidak segampang itu, tidak sesederhana itu, karena ini lebih seperti sebuah dikotomi dengan kerancuan bahasa dalam penggunaannya.

Saya memang ngaji, ikut liqa rutin setiap minggunya. Saya juga cukup aktif di salah satu lembaga dakwah sekolah, meski sekarang sudah tidak terjun langsung ke sekolah, tapi mulai mencari tempat singgah selanjutnya di salah satu lembaga dakwah alumni, walaupun notabene saya memang belum bisa dikatakan sebagai alumni, maklum lah institusi tempat saya belajar menganut sistem pembelajaran 4 tahun, dan biasanya di kelas 4 ini disebut masa-masa mengambang, belajar di kelas nggak tapi SPP per bulannya tetap istiqamah.. hehehe

Dari dulu saya tidak terlalu nyaman jika orang-orang memanggil dengan ikhwan atau ikhwah, saya lebih suka dipanggil nama asli saja atau bisa juga akhi, asalkan jangan disingkat jadi “akh”. Menurut saya itu agak lebay kedengarannya… hehe. Sebenarnya bukan tanpa alasan saya tidak begitu suka dengan ikhwan, tapi saya hanya beranggap bahwa saya belum nyampe pada predikat “ikhwan”, karena menurut saya.. ikhwan itu . . . . .

+ Ikhwan itu identik dengan penampilan yang sopan, rambut rapi, baju koko, celana katun hitam dan beberapa ada juga yang biasa pakai jaket hitam polos bak seorang trainer atau motivator. Hehe…

+ Ikhwan itu sikapnya dewasa, pikirannya dewasa, orang nya serius, saking serius nya susah banget diajak humor. Kalau di umpamain pakai emoticon, kaya gini nihh :|

+Ikhwan itu hobi nya baca Qur’an, ke mana-mana bawa Qur’an, dikit-dikit baca Qur’an, kerjaannya ngafalin Qur’an, bahkan beberapa suka galau kalau hafalan Qur’an nya hilang.

+ Ikhwan ituuu buku bacaan nya gak sembarangan, bahkan bisa kita kategorikan dalam 3 kategori menurut buku yang dibacanya :) :

  • Kalau Ikhwan yang masih newbie, biasanya baca buku-buku soal apa itu dakwah, tarbiyah, mentoring de-el-el. Buku-buku bang Solihin Abu Izzudin biasanya jadi rujukan, kaya “Zero to Hero”, “Super Murabbi” dan buku-buku lain kaya “100% Dakwah Keren”, “Mentoring Is FUN” biasanya jadi pilihan-pilihan utama mereka, yaa walaupun dari sekian banyak buku paling 1 atau 2 yang dibeli, maklum lahh masih newbie, maklum lahh anak sekolahan. Hhehe
  • Kalau ikhwan yang udah rada senior, yaa bisa dibilang kelas tingkat akhir SMA/SMK sederajat agak beda nihh bacaannya, udah mulai mencari jati diri, udah mulai kena panah-panah asmara, kalau bahasa ikhwannya “Virus Merah Jambu” katanya, udah mulai meriang, tidur gak enak 3 hari 3 malam gara-gara suka keingetan sama si “ukhti”. Hehehehe afwan yee kalau ada yang kesindir. Nahh kalau ikhwan-ikhwan model begini bacaannya udah mulai high class nihh, buku-buku nya bang Salim A Fillah biasanya jadi panutan utama, maklumlah dengan gaya bahasa nya yang mudah dicerna plus suka ada puisi-puisi di buku nya, karya-karya Bang Salim semisal “Nikmatnya Pacaran Setelah Pern**ah*n”, “ Bahagianya Merayakan Ci*ta” dan lain lain jadi rebutan buat dibaca, maklum lahh biasanya yang punya buku nya seorang, yang minjemnya buanyaak, jadi umpama dipinjemin besok, ehh balik nya mah 2, 3 bulanan lagi. Itu udah paling cepet lhoo belum lagi kalau misalnya dipinjemin sama yang minjem buku, trus yang dipinjemin buku sama orang yang kita pinjemin minjemin lagi ke temannya untuk kemudian dipinjemin lagi. Ribetnyaaa udah kaya MLM, Down Link nya buanyaakk. Hhehehe :)
  • Nahh Kalau Ikhwan yang ke-3 ini beda dari yang ke 1 sama ke 2 *ya iya lahh -___-* Ikhwan-ikhwan ke-3 ini biasanya kategori alumni, anak kuliahan, atau anak kuliah yang sambil kerja juga… hehhe ribet juga sihh soalnya ane juga belum sampai tahap ini, maklum lahh masih kelas4, maklum lahh sekolah saya kan 4 taun, maklum juga lahh wong sekolah nya juga RSBI. *lohh RSBI bukannya udah di Hapus kan sama MK?? :D  Baguslah, Okelah Kalau beg-beg-begitu :) * Ikhwan-ikhwan rentan umur segini biasanya bacaannya udah High Class, Level VVIP, Ibarat kalau nonton Box Office di TV, di pojokan bawah kanan nya itu ada lambang “D”. Bukan “R” atau “BO”, tapi “D” :) . Nahh bacaan bagi mereka-mereka itu biasanya buku-buku karya ust. Fauzil Adhim, dengan “Kupinang Engkau dengan Hamdalah”, “Saatnya Untuk Menikah”, dan “Mencapai Pernikahan Barakah” jadi sasaran buat Ikhwannya, kalau akhwat nya biasanya pakai karya-karya ustadzah Asma Nadia, “Catatan Hati Seorang Istri”, “Catatan Hati yang Cemburu” dan “Sakinah Bersamamu” biasanya ludess di pasarann. Maklum lahhh orang-orang di kategori ke-3 ini biasanya udah punya penghasilan pribadi, maklum juga lahh wong namanya juga udah siap nikah *frontal :D *, maklum lagi lahhh masa mau baca buku kaya gini masih pakai duit ortu sihh, masih minjem ke teman sihh, APA KATA (calon) MERTUAA???  hhoohoho hheeehe :)

+ Ikhwan itu paling anti sama yang namanya #pacarannn mereka itu yaa kalau ngobrol gak pernah bahas masalah akhwat, kalau lagi jalan malah nunduk, bahasa kerennya ghaddul basher. Bahkan beberapa dari mereka kadang-kadang suka merasa berdosaaa banget kalau lagi terserang sama si VMJ, beberapa bahkan meriang 3 hari 3 malam, plus galau sampai semingguan gara-gara suka kepikiran sama si “ukhti” yaa si “ukhti” yang dianggapnya itu hebat, yang rajin banget bawa Qur’an nya *Cuma bawa sihh kalau baca nya belum berani cari tau.. hhehe* yaa sama ukhti yang lugas bicaranya saat memberi masukan-masukan di setiap rapat kepengurusan, si ukhti yang kalau kata gondes “visi jihad nya menguntai indah sastra, visi dakwah nya setara dengan S3” hhehehe…

 “Rileks, Harga dirimu itu hanya mas kawin ditambah seperangkat alat shalat dan uang 30 Ribu (buat daftar ke KUA)”.- 
Disadur dari Bio salah seorang Follower di Twitter yang juga calon Menkominfo.
Bukan bermaksud untuk menyudutkan “ikhwan”, tapi sebenarnya saya malu,
Saya malu dengan label ikhwan, sedangkan diri sendiri pun masih melakukan banyak larangan Tuhan…
Saya malu dengan label Ikhwan, sedangkan pribadi ini lebih seperti seorang bajingan …
Saya malu dengan label ikhwan, sedangkan celotehan dari mulut ini tak jarang hanya bernilai bualan …
Saya malu dengan label Ikhwan, sedangkan hati ini terkadang masih berkawan dengan syaithan …
Rabbii, maafkan hambaMu yang lemah ini, yang lebih sering menuntut ketimbang bersyukur, yang lebih sering meminta ketimbang memberi,

Fagfirlii Rabbii …

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (25 votes, average: 8.68 out of 5)
Loading...

Tentang

Seorang Remaja yang hobinya Baca Buku, tapi tidak mau disebut Kutu Buku. Karna Buku terlalu mulia jika disandingkan dengan seekor kutu.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization