Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kisah Terbanyak Dalam Al-Quran

Kisah Terbanyak Dalam Al-Quran

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Di dalam Al-Quran banyak mengandung cerita dan sejarah. Dalam beberapa surat bahkan bentuk cerita lebih dominan dibanding yang lainnya, sebut saja surat Yusuf, Al-Qoshos, Hud dan lain-lain. Bila kita lebih menilik dan mengkaji lebih dalam ternyata cerita dan sejarah terbanyak dalam Al-Quran berputar pada sejarah dan kehidupan Nabi Musa as. Kisah beliau tak hanya terdapat dalam satu surat namun bertebaran dan diulang-ulang di beberapa surat lainnya. Imam Zarkasyi dalam kitabnya Al-Burhan fi ulum al-Quran menukil perkataan sebagian ulama yang menyatakan bahwa kisah Nabi Musa dalam al-Quran terdapat dalam seratus dua puluh tempat.

Apa rahasia dibalik ini semua? Mengapa cerita Nabi Musa lebih banyak dibanding cerita nabi-nabi atau rasul yang lain? Pengarang kitab Al-fann Al-Qoshoshi (Dr. Kholifullah) berargumen bahwa Yahudi dulu menguasai lingkungan Arab dari segi pemikiran agama, dengan kekuasaan inilah mereka banyak menceritakan sejarah Nabi Musa dan Firaun. Dan dari sini juga akhirnya kepribadian Nabi Musa lebih banyak disebutkan dalam Al-Quran dibanding dengan kepribadian Nabi Ayub atau nabi-nabi lainnya.

Namun pendapat ini ditolak oleh Dr. Muhammad al-Bahi. Dalam bukunya Sikologia al-Qishoh beliau menyatakan bahwa kehidupan agama bangsa Arab sebelum Islam berbeda-beda dan berkelompok-kelompok. Sebagian orang Yaman menyembah matahari, orang Mesir kuno menyembah bulan, sebagian mereka atheis, sebagiannya Yahudi dan sisanya masih dalam ajaran yang lurus mengikuti kakek moyangnya terdahulu.

Dr. Abdurrahman Uwais (Dosen Tafsir Fakultas Ushuludin Universitas Al-Azhar Kairo) akhirnya memberikan argumennya yang menyatakan bahwa pengulangan kisah Nabi Musa yang lebih banyak dari yang lainnya dalam al-Quran karena banyak kesamaan antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad dalam kondisi dakwah mereka. Kaum Musa menjadi hina dan rendah karena selalu menjadi budak Firaun hingga rusaklah karakter mereka yang akhirnya berujung dengan penolakan kebenaran yang datang pada mereka. Hal yang terjadi pada Nabi Musa ini juga terjadi dan mirip dengan apa yang dilakukan oleh para pembesar Quraisy terhadap Nabi Muhammad. Kedua nabi ini memang mendapat misi untuk membentuk umat yang besar serta dianugerahi syariat agama dan dunia namun dakwah Nabi Muhammad lebih berbeda karena ia memiliki keistimewaan dengan keuniversalan dan keabadiannya hingga akhir kiamat.

Sisi kesamaan lainnya adalah mereka sama-sama berusaha keras untuk meruntuhkan kursi kediktatoran, kemusyrikan dan kezhaliman. Bani Israil tunduk di bawah hukum penguasa yang zhalim hingga mereka tidak memiliki kekuasaan apapun dalam diri mereka, sedangkan bangsa Arab berada di bawah kekuasaan suku-suku dan fanatisme golongan hingga kaum lemah selalu tunduk dan patuh pada kaum yang lebih kuat.

Kita juga melihat bahwa mereka (Nabi Musa dan Nabi Muhammad) selalu dibayang-bayangi konspirasi para penguasa. Banyak cara untuk melenyapkan dan menyingkirkan mereka mulai dari modus penyiksaan, penghinaan hingga pembunuhan. Ternyata kemiripan ini tak hanya terbatas pada kedua nabi besar ini namun juga terjadi para pengikut mereka di mana mereka selalu rela dan bersabar walau ditimpa berbagai ujian, cobaan dan siksaan. Walau demikian namun semua ini tidak menjadikan mereka gentar bahkan membuat iman mereka semakin tebal dan kokoh. Hal ini sangat terlihat jelas pada momen para penyihir yang sudah bertaubat dan sadar akan kebenaran Nabi Musa hingga mereka rela menerima ancaman dan siksaan yang diajukan Firaun. Senada dengan itu para sahabat Nabi Muhammad selalu setia berjuang, berkorban hingga tetes darah terakhir untuk selalu berada dalam panji Islam dan cahaya Rasul.

Allah selalu menaruh hikmah dibalik seluruh perbuatan-Nya dan tak akan pernah membuat suatu hal dengan sia-sia. Oleh karena itu maka tulisan yang disarikan dari kitab Qishotu ash-Shuraa’ baina ad-Dai’iyah wa ath-Thogiyah Musa wa Fir’aun fi dhaui ayat al-Quran al-Karim ini sebenarnya tidak bertujuan untuk menguraikan cerita Nabi Musa secara terperinci namun ia hanya berusaha mengambil beberapa pelajaran, hikmah dan ‘ibrah yang mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk kita bersama.

Momen Kelahiran    

            Masa-masa menjelang kelahiran sang nabi menaruh pelajaran yang sangat berharga bagi kita di mana kekuasaan dan usaha yang dilakukan manusia tidaklah berarti apa-apa jika sang Khaliq berkehendak lain. Kita dapat melihat di mana keangkuhan Firaun dan bala tentaranya membabat habis bayi lelaki yang lahir dari Bani Israil, hal ini karena sang “diktator” berspekulasi bahwa akan datang seorang keturunan dari Bani Israil yang akan menghancurkan kekuasaannya. Namun selamatnya Nabi Musa bahkan hidup di istana Firaun membuktikan kelemahan manusia di hadapan Allah.

Ketika menemukan bayi Nabi Musa istri Firaun (Asiah) berinisiatif untuk mengadopsinya dengan harapan agar ia dapat menjadi peneduh hati dan penyejuk pandangan kedua pasangan yang tidak dikaruniai keturunan ini. Namun apalah daya, ternyata ia berbalik menjadi “bumerang” kepada Firaun. Maka benar lah sebuah ungkapan Arab bahwa balasan itu sesuai apa yang ia lakukan (al-jaza min jinsi al-‘amal).

Masa muda Nabi Musa

Pada masa ini Nabi Musa pernah mendapati dua orang sedang bertengkar, beliau memilih untuk memukul orang asing demi menolong pemuda yang berasal dari kaumnya hingga membuat beliau hijrah ke Madyan. Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa terkadang apa yang Allah kehendaki itu pasti lebih baik walau secara zahir terlihat kurang baik. Salah satu hikmah dari hijrahnya Nabi Musa berupa sebuah pendidikan dan persiapan kepada para juru dakwah agar dapat hidup di dunia yang masih murni dan suci jauh dari suasana istana dan kemegahan serta banyaknya konspirasi dan fitnah di dalamnya ditambah agar mereka tetap bergantung pada Allah di manapun mereka tinggal.

Dalam sesi ini ada beberapa kesamaan antara kisah Nabi Musa dan Nabi Yusuf. Di antaranya adalah mereka diasingkan dari asuhan dan kasih sayang orang tua namun apa yang terjadi pada Nabi Musa lebih menggambarkan peran sang ibu sedangkan kisah Nabi Yusuf lebih menekankan pada peran ayah. Keduanya juga tumbuh saat kufur, kezhaliman dan kerusakan merajalela di mana-mana hingga akhirnya Allah menjaga mereka dengan cara mengasingkannya agar tak bercampur dan berbaur dengan kondisi ini.

Kedua nabi ini juga menggambarkan peran para wanita. Bedanya wanita yang ada pada kisah Nabi Yusuf berbanding terbalik dengan yang ada pada kisah Nabi Musa. Wanita pada cerita Nabi Yusuf (istri penguasa Mesir yang mencoba menggoda Nabi Yusuf) lebih cenderung sebagai penguji dan cobaan (mihnah) adapun wanita yang terdapat dalam kisah Nabi Musa (baik ibu, saudara perempuannya, istri Firaun hingga istri Nabi Musa) lebih cenderung membawa angin positif, anugerah dan rahmat dari Allah (mihnah).

Ketika di Madyan Nabi Musa bertemu dengan dua orang wanita yang sedang mengantri untuk mengambil air. Setelah dibantu Nabi Musa salah seorang wanita tadi kembali dan memanggil Nabi Musa dan mengabarkan bahwa bapak mereka ingin bertemu dengannya di mana nantinya salah satu di antara mereka diangkat menjadi istri Nabi Musa. Kita banyak mendapat pelajaran dari kisah kedua wanita ini di antaranya wanita sebaiknya tidak keluar seorang diri walau hal itu sebenarnya dapat dilakukan, keluarnya kedua wanita tadi bukan sekadar untuk bersenang-senang atau berleha-leha namun untuk memenuhi kebutuhan penting keluarga. Ketika keluar wanita hendaknya selalu beradab dan sopan tidak berlenggak-lenggok dan mata yang menggoda. Keluarnya wanita harus disesuaikan dengan kebutuhan saja dan ketika ia sudah selesai melaksanakan keperluannya sepatutnya ia segera kembali.

Pengangkatan menjadi Nabi

Setelah berhijrah ke Madyan dan berhasil menikahi salah satu putri Nabi Syu’aib beliau pergi menuju ke Mesir. Di tengah-tengah perjalanan tepatnya di bukit Tursina beliau diangkat menjadi nabi dengan diberikan beberapa mukjizat seperti tongkat “ajaib” dan tangan yang dapat bersinar. Dari sana juga beliau diberi julukan kalimullah (orang yang dapat berdialog dengan Allah).

Namun ketika beliau diperintahkan untuk menyampaikan misi dakwah ternyata menyelinap sedikit rasa takut untuk memikul beban dan tugas ini. Hal ini didasari oleh beberapa alasan di antaranya; Firaun terkenal dengan kezhaliman, kemungkaran dan pengakuannya sebagai Tuhan. Selain itu Nabi Musa juga merasa melakukan kesalahan ketika membunuh seorang pemuda hingga memaksanya hijrah ke Madyan. Dan rasa bersalah inilah yang menimbulkan rasa takut dalam diri beliau. Namun Allah menjanjikan keamanan dan mereda rasa takut kepada utusan-Nya ini dengan firman-Nya; “Wahai Musa! Kemarilah dan jangan takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang yang aman.” (QS. Al-Qashash [28]: 31). Dari sini para juru da’i dapat mengambil pelajaran bahwa selama ia merasa yakin dalam kebenaran maka janganlah merasa takut ketika ia harus menghadapi lawan yang lalim walau berdiri seorang diri karena Allah selalu bersamanya.

Tenggelamnya Bani Israel 

Terkadang Allah menunda azab kepada para hamba-Nya yang ingkar namun bila sudah tiba waktunya tidak ada yang dapat menghindarinya. Dari sinilah kita diperintahkan untuk menyegerakan taubat karena ia tidak dapat diterima ketika ruh mencapai tenggorokan atau yang mati dalam keadaan kafir sebagaimana terdapat dalam surat an-Nisa ayat 18; “Dan taubat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka (barulah) dia mengatakan, saya benar-benar bertobat sekarang. Dan tidak (pula diterima) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu kami sediakan azab yang pedih.”

Jasad Firaun sampai kini masih ada di Museum Kairo berdekatan dengan Bundaran Tahrir. Hal ini sesuai dengan janji Allah, “Maka pada hari ini Kami selamatkan ragamu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu” (Yunus [10]: 92). Dari sini kita dapat mengambil beberapa hikmah di antaranya bahwa siapa saja yang berbuat seperti yang dilakukan Firaun akan mendapat balasan yang sama dengannya khususnya bagi mereka yang berani mengaku menjadi Tuhan. Jasadnya diabadikan hingga laut pun tak sudi menerima jasad makhluk kotor ini.

Hikmah lainnya adalah agar para pengikut Firaun ini tidak dapat membuat mitos-mitos dan keterangan palsu semisal Firaun sudah diangkat ke langit dan sudah berada di tempatnya dengan tenang. Mudah-mudah kisah ini semua dapat menjadi ibrah dan manfaat bagi kita semua. Allahu wa rosuluhu ‘alam.

Istana Cinta-Lembah Juang Kairo, 26 Maret 2013. 

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...
Mahasiswa Fakultas Ushuludin Universitas Al-Azhar dan Mahasiswa Akademi Al-�Asyiroh Al-Muhammadiyah �Kairo.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization