Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Berawal Dari Selembar Hijab

Berawal Dari Selembar Hijab

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (qimta.devianart.com)
Ilustrasi (qimta.devianart.com)

dakwatuna.com – Orang yang baru mengenal ku mungkin tak akan percaya kalau 3 tahun yang lalu sebelum selembar kain ini menempel di kepala ku, aku adalah seorang yang tomboy, yang bebas bergaul, yang sering mengabaikan perintah shalat, puasa dan yang wajib-wajib lainnya, yang belum mengenal Rabb-nya dengan baik. Bahkan untuk membaca surat cinta dari-Nya pun jarang sekali. Hanya karena setiap hari jumat di sekolah ku mewajibkan membaca al-Quran sebelum memulai pelajaran, itupun terkadang aku tidak membawa Al-Quran punyaku sendiri. Kemudian tentang ber-ikhtilat (campur baur perempuan dan laki-laki) itu sudah sangat biasa untukku. Dan semuanya mulai berubah saat Allah menempatkanku kuliah di Statistika Unpad pada tahun 2009 lalu. Ketika aku melihat mereka wanita-wanita shalihah, bidadari pilihan Allah (Insya Allah) yang hijabnya menjuntai panjang, yang menutup aurat secara sempurna. Ya, mereka menutupnya, bukan membalut aurat. Seperti ada sesuatu yang menyejukkan dadaku ketika melihat mereka. Sungguh aku ingin seperti mereka, ya Rabb…

Tanpa proses pemikiran yang panjang, aku memutuskan untuk berhijab. Ya, aku memutuskan memakai hijab padahal aku tidak punya banyak hijab. Ketika itu aku adalah seorang mahasiswi baru, dan kost adalah pilihanku karena tempat tinggalku di Jakarta. Tentu saja barang-barang yang ku bawa ke tempat kostku ini terbatas, dan untuk hijab, aku hanya membawa satu hijab warna putih karena OSPEK tiap akhir pecan mewajibkan kami yang putrid memakai hijab.

Berat. Berusaha menutup aurat ini sungguh berat. Di mulai dari kondisi rumah yang agak aneh melihat perubahanku, dan hal-hal yang memberatkan lainnya. Tahukah? Bahkan ibuku sempat mengira aku terkena aliran sesat di kampusku. Bagaimana tidak, aku berangkat dari rumah dengan pakaian menyerupai laki-laki, dan setelah beberapa bulan tidak pulang ibuku melihat aku pulang dengan pakaian muslimah. Meskipun tidak mudah memutuskan berhijab di tengah-tengah lingkungan yang kurang kondusif pada waktu itu, tapi janji Allah itu pasti. Seperti yang Allah sebutkan di Surah Al-insyirah ayat 5-6 “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”. Bahkan Allah menyebutkannya dua kali di dalam surah ini. Allah tidak menghadirkan kemudahan SETELAH kesulitan atau SEBELUM kesulitan, tapi Allah menghadirkan keduanya secara BERSAMA-SAMA. Dan, Allah memudahkan jalanku untuk semakin mengenal-Nya. Inilah titik balik perubahanku.

Perlahan Allah mengganti semuanya yang buruk-buruk dalam diriku. Sedikit demi sedikit kesukaanku dan kebiasaanku mulai berubah. Allah hadirkan lingkungan yang lebih kondusif di sekelilingku. Allah hadirkan sahabat-sahabat yang tak hentinya mengingatkanku pada-Nya. Allah mudahkan jalanku untuk belajar memahami agamaku, agar aku yakin bahwa Islam ini benar-benar agamaku, bukan agama keturunanku. Semakin aku belajar, semakin banyak yang belum aku tau tentang Islam. Islam itu indah, jika kita mengerti. Padahal ini adalah agamaku sejak lahir, bahkan sejak Allah meniupkan roh ke dalam janin ibuku. Ya, semua manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah Islam, kemudian keluarganya lah yang menjadikannya selain Islam. Semakin aku mengenal Allah, semakin aku memahami agama ini, semakin aku berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Menjadi aku yang lebih mengendalikan emosi, aku yang sabar, aku yang berusaha ikhlas, aku yang semangat untuk terus dan terus mendekatkan diri pada-Nya. Ternyata benar bahwa alasan yang mengatakan “ingin menghijabkan hati dulu, sebelum menghiijabkan diri” itu sangat keliru. Itu hanya alasan mereka untuk menunda menjalankan perintah Allah. Karena sungguh, perlahan-lahan hati akan menyesuaikan diri kita yang sudah berhijab. Ia akan ‘terhijabi’ dengan sendirinya, dan yang pasti menghijabkan diri itu lebih nyata wujudnya daripada menghijabkan hati.

Ini lah berkah dari selembar hijab. Inilah hidayah terindah yang pernah ku rasakan. Sungguh tak ingin aku menyia-nyiakan hidayah ini. Aku tak ingin Allah mencabut hidayah ini dariku. Aku ingin mati dalam keadaan Islam. Syukurku tak terhingga karena Rabb-ku memberi waktu untukku memperbaiki diri sebelum kematian datang menjemput.

Untuk sahabat yang belum menggunakan hijab, mulailah dari sekarang. Karena menutup aurat adalah perintah langsung dari Allah. Karena menutup aurat adalah kewajiban setiap umat muslim. Karena kita tidak pernah tau kapan dan dalam keadaan apa kita mati. Gunakan kesempatan di dunia ini untuk memperbaiki sebaik-baiknya. Karena penyesalan selalu datang di belakang. Sungguh beruntung orang-orang yang mati dalam keadaan syahid, dalam keadaan Islam, dalam keadaan tertutup aurat. Percayalah ukhti fillah, hijab tak pernah menghalangi kita untuk beraktivitas di dunia, tak pernah menahan rezeki kita, tak pernah menyulitkan kita, tak pernah memberatkan kita. Justru hijab ini yang memudahkan segalanya, hijab ini pelindung diri kita dari gangguan-gangguan luar, hijab ini identitas diri kita sebagai MUSLIM, yang membedakan kita dengan yang lain. Inilah cara Allah untuk memuliakan kita, seorang wanita. Dan antunna jauh lebih terlihat cantik dengan kerudungmu yang menjuntai panjang menutupi lekuk tubuh indahmu.

Untuk sahabat yang sudah berhijab, pertahankanlah! Jangan sia-siakan hidayah yang telah Allah berikan padamu. Perbaharuilah kerudungmu, perbesarlah kerudungmu hingga menutup dadamu dan lekuk tubuhmu yang indah sehingga tak dijadikan objek khayalan para pria. Jangan pernah takut dengan kerudung akan sulit mendapatkan pekerjaan. Sungguh, rezeki seseorang itu tidak pernah tertukar karena Allah telah menetapkannya sejak ditiupkannya roh ke dalam rahim ibu kita saat kita masih berada di dalamnya. Jangan pernah takut akan sulit mendapat jodoh. Ketahuilah, Allah telah menyiapkan jodoh yang terbaik untuk kita. Jika kita terus memperbaiki diri, maka niscaya jodoh kita pun sedang memperbaiki dirinya pula. Dan jika Allah tak mempertemukan kita dengan sang jodoh di dunia, maka akan Allah pertemukan di surga-Nya kelak.

Allah, Terima kasih atas nikmat indah-Mu ini, terima kasih atas hidayah ini yang begitu memudahkanku untuk berubah, terima kasih telah meluruskan kembali jalanku yang sempat bengkok. Jangan Kau ambil hidayah ini, ya Allah…

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (10 votes, average: 9.40 out of 5)
Loading...

Tentang

Agustus, 21 tahun silam lahir dari rahim seorang ibu hebat, dia beliau memberi nama bayi perempuannya yaitu Ghita Hansin Tarakanita. Putrinya ini tumbuh di tengah-tengah keluarga sederhana dan biasa, tumbuh menjadi gadis tomboy, bandel, lalu bertransformasi menjadi wanita muslimah yang tidak tomboy lagi. Sejak kecil hobbynya adalah menulis. Entah itu menulis diary ataupun cerita-cerita singkat, terlalu singkat, tidak bisa dibilang sebuah cerpen. Meskipun suka dunia tulis-menulis, itu bukan menjadi satu-satunya hobby. Ya, menulis hanya menjadi pengisi waktu luangnya. Karena lebih suka menghitung, maka jurusan yang diambilnya pada saat masuk perguruan tinggi adalah Statistika, bukan sastra. Cita-cita menjadi seorang penulis pun sudah ada sejak dulu. Hanya saja tidak terlalu berambisi untuk mewujudkannya, sebab bisa menulis hanya jika kondisi hati sedang baik. Namun, semakin kesini semakin ingin mewujudkan mimpi menjadi seorang penulis. Meskipun belum ada pengalaman dan belum punya basic, tapi sering membuat cerpen-cerpen dan itu tersimpan rapih dalam laptop. Satu hal yang belum berubah dari dulu adalah, menulis hanya menjadi pengisi waktu luangnya. Karena menemukan ketenangan tersendiri ketika menulis dan merangkai kata-kata menjadi sabuah cerita.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization