Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kala Senja Merona…

Kala Senja Merona…

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – “Andai saja ada alat seperti microscope dan bisa kita gunakan untuk melihat seberapa besar iman kita sesungguhnya di hati-hati kita…mmm” sang ustadzah berhenti sejenak. Lalu hening.

“SEBERAPA BESAR KEIMANAN KITA SESUNGGUHNYA??” kali ini nada suara nya sedikit naik dari biasa.

Swiiiiinggggg…

Peserta tahsin hari itu yang biasanya berkicau tak henti mendadak bungkam bak sakit gigi. Begitu pun saya sendiri.

Tak bisa membantah perkataan yang meluncur makin deras dari lisan bijak sang ustadzah petang itu.

“Antum yakin masuk surga dengan jilbab panjang Antum hari ini? Dengan padatnya agenda, dengan sibuknya Antum sampai tak memiliki waktu tuk menghabiskan setidaknya 1 juz … apa lagi menghafal ayat-ayat-NYA…??”

Duwhhh Rabb…sungguh tak kuasa mendengar pernyataannya.

“Pakaian Antum tak kan membuat wajah Antum bersinar tuk bisa menghadapNYA, ukhti fillah…banyaknya agenda tak kan bisa menolong Antum ketika melewati shirat NYA…”

Mulai terdengar isakan tertahan.

“Tapi bacaan Quran Antum bisa.” Lanjut sang ustadzah.

Hening lagi diselingi sesegukan.

“Bacaan dan hafalan Quran Antum lah yang membuat wajah berseri hingga layak tuk menampakkan diri di hadap NYA. Hafalan Antum lah yang meringankan meniti jalan walau hafalan kita tertatih payah…”

Yang lain meng-iya-kan dalam tangisan.

“Kalau muslim itu ibarat pohon, maka ia harus berbuah dan selanjutnya menyemai benih lagi. Jika ia lebah, maka tak cukup terhenti sebagai lebah pekerja. Jadilah sang ratu yang diikuti ke mana pergi…”

Tak ada lagi yang berani menegakkan dahi.

“Tak cukup penampilan tapi tanpa isi, bacaan Quran tertatih… Tak cukup agenda dakwah sana sini tapi ruhiyah tak terisi. Lalu madu seperti apa yang Antum tawarkan ke mereka di luar sana, ya ukhti fillah..???”

Kala senja merona, kami menyesali lalai diri…

***

Mungkin benar, sang ustadzah mengekspresikan marahnya karena pertemuan sebelumnya tak bisa terselenggara disebabkan ada agenda tak biasa kala itu.

Mungkin juga tak perlu terlalu didengar lalu mengusik hati hingga membatasi gerak diri di luar dan menggantikannya dengan perbaikan diri tanpa banyak berkoar mengingat kata-kata tersebut keluar dari seorang ustadzah yang memang tak begitu berafiliasi pada pergerakan eksternal.

Tapi tetap saja…Semua itu benar.

Kala senja merona, wajahku merah menyala menahan malu

Lihatlah aku…

Tak ku bilang ‘kalian’, kawan…

Moga cukup aku yang berjuang tanpa keadaan ruhiyah yang tak terjaga.

Yang jika tak segera diubah…kan menyebabkan petaka di ‘rumah’ kita.

Maaf juga mengganggu kerja dan menghambat turunnya pertolongan Allah karena niatan yang entah ke mana arahnya.

Teruslah bergerak kawan…

Doakan juga aku tetap istiqamah

Doakan ku segera memperbaiki diri dengan terus bertahan di jalan ini

Doakan agar kita semua tak tersisih…walau letih tertatih meniti.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Penulis adalah Guru kelahiran Curup - Bengkulu, 21 Februari 1988. Saat ini penulis tercatat sebagai guru tetap di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Padang Ulak Tanding- Bengkulu. Penulis mengampuh mata diklat bahasa Inggris.

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization