Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Ketika Ketsiqahan Dipertanyakan

Ketika Ketsiqahan Dipertanyakan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Assalamu’alaikum akh, af1 Ana bsa mnta tlong akh, Ana bru plng les akh, dn sdah gk ad angkot lg k pondokan, antm bsa jmput Ana? tlong akh, plis

Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Aku melirik jam di handphone pabrikan Korea milikku, jam sepuluh lewat lima menit. Tugas masih menumpuk, berkutat di depan ku dalam layar laptop dengan kelir berwarna merah maron. Ah, ini tantangan ukhuwah, tugas bisa menanti. Mouse pad nya ku sentuh mengarahkan cursor ke arah simbol silang di sudut kanan atas program Auto Cad 2007 yang tengah terbuka menunggu untuk ku mainkan.

Laptop itu pun aku shut down. Aku lihat ada satu SMS lagi yang masuk,

Akh, Ana tnggu d smpng gdung RRI y akh. Sykran jzk

Setelah merasa laptop ku aman untuk di tinggalkan, aku beranjak untuk berkemas, lebih tepatnya sekadar memakai jaket. Ku ambil jaket berwarna hitam dengan logo masjid di bagian punggung nya. Aku keluar kamar menuju kamar sebelah, meminjam motor rencananya.

“Assalamu’alaikum akh, sibuk ndak malam ini?” sambil berdiri di depan pintu kamar, aku buka rencana peminjaman dengan sedikit basa basi,

“Ndak bang, cuma bikin laporan, mau ngetik nih, eh Ana boleh pinjam mesin tiknya bang?” eh, beliau malah balik minjam. Mungkin ada yang bertanya tanya, mesin tik? ya beginilah nasib kami, tipikal anak teknik di kampusku yang tugasnya luar biasa membunuh, di zaman yang canggih di mana input access sudah memakai layar sentuh, kami masih diperintahkan membuat tugas dengan laptop zaman baheula ini, canggih nya abis ngetik langsung  nge-print.

“Tafadhal, ambil aja di kamar bang. Eh abang bisa minjam motor Antum gak?” mulai masuk serangan awal.

“Hmmm, mau ke mana bang?” aku sedikit diinterogasi, wajar harus jelas dan transparan jika ingin meminjamkan sesuatu, apalagi ini motor.

“Mau jemput bang Danil, kemalaman pulas les, gak ada angkot lagi, bisa gak akh?”, aku meyakinkannya, serangan kedua.

“Tafadhal bang, hati hati aja, masih gerimis di luar, Ana baru dari warung”, ia mengaruk kantong celana dasarnya, “ini kuncinya bang”

“Syukran akh, Insya Allah bang hati-hati”, mission complete, motor bebek dengan warna dominan biru akhirnya berpindah tangan, tapi cuma sementara waktu.

Aku pun mengeluarkan motor dari rumah, di luar masih gerimis. Setengah jam yang lalu hujan lebat dan masih menyisakan sisa tangisan langit-Nya. Jaketku cukup tebal. Rasanya cukup menahan hujaman rasa dingin di sekujur tubuhku, oleh lambaian lembut angin malam. Helm sudah terpasang, starter motor, dan cabut. Aku menyusuri jalan malam kota Padang di bawah temaram lampu jalan dan rintik-rintik hujan. Jalanan basah membuatku mesti ekstra hati-hati dalam memainkan tarikan motor. Karena pada saat hujan lapisan asphaltin pada jalan yang terdapat di dalam bitumen bisa saja keluar dan menambah licinnya jalan, begitu ilmu yang kudapat dari bangku perkuliahan.

Singkat cerita, aku sampai di depan gedung RRI. Lihat lihat sebentar aku menemukan orang yang membutuhkan bantuanku. Motor kuarahkan ke sampingnya.

“Yuk langsung akh, dingin nih”, pintaku padanya

“Afwan, tunggu dulu ka, masih ada akhwat yang belum bisa pulang, sama kayak Ana mereka gak dapat angkot”

“Mereka? Ada berapa orang? Akhwat mana?”, aku penasaran

“Ada dua orang, dan akhwat kampus kita juga, Ana satu tempat les sama mereka. Mereka ada di simpang sana nunggu angkot gak datang datang. Udah malam, Antum bisa tolongin gak? Cariin mobil apa kek buat mereka”

Aku ternganga, malam malam gini, kulirik jam di tangan kananku. Pukul 22.46, Masya Allah belum dapat angkot juga tu akhwat, bisa jadi masalah ini, ah ini lagi-lagi tantangan ukhuwah, aku harus bisa menemukan jalannya keluarnya.

“Insya Allah akan Ana carikan, tapi Antum ke tempat akhwat itu…”

“Nemenin gitu?” wajahnya berubah tegas, dengan nada sedikit meninggi

“Bukan, makanya jangan dipotong dulu, Antum sampaikan keadaannya, akan ada yang mencarikan angkot atau apalah, nah nanti koordinasi dengan Ana, kalau ada dapat sama Antum langsung aja, kalau tidak tunggu Ana dapat hasilnya. Dan kasihan juga malam malam begini akhwat itu berdiri di tepi jalan, Antum berdiri dekat sana, sekadar menjaga, gimana?”

“Setuju, nah cepat kita bergerak. Ana jalan ke simpang sana dulu akh”

“Antum tunggu Ana apapun keadaannya akh”, danil hanya mengangguk dan berlalu

Aku pun memutar otak mencari cara agar mendapat tumpangan, dimulailah perburuan kendaraan malam ini. Masih ada beberapa angkot yang narik malam ini, sayang tidak ada yang jurusannya ke arah kost an akhwat itu, hujan kembali menambah intensitasnya. Sudah ada beberapa angkot yang aku lobi agar mau mengarah ke daerah jeruk manis, dengan tawaran harga yang melambung dari tari biasanya, namun banyak yang menolak karena jaraknya yang cukup jauh.

Ada sedikit rasa putus asa, banyak angkot yang tidak mau. Sedangkan danil hampir tiap lima menit mengirim sms kepadaku, namun aku tidak sempat membacanya karena perhatianku tersita dengan pencariannya malam ini.

Harapan itu masih menghampiri diriku, ada taksi yang sedang parkir di depan plaza, aku mendekatinya. Terjadi transaksi yang cukup alot. Sampai didapat kata sepakat. Taksi itu aku arahkan ke lokasi Danil dan 2 orang akhwat yang sedang menunggu tadi. Duh, dengan apa taksi ini bakal dibayar, mana sudah akhir bulan lagi. Aku membatin. Cepat cepat kubuang jauh pikiran itu, Insya Allah akan ada rezeki yang lebih dari itu, ingat gantinya 700 kali lipat.

Aku lebih dulu tiba di simpang di mana mereka menunggu, sedangkan taksi itu tertinggal di belakangku sekitar 15 meter kurang lebih. Aku terkejut  ternyata ada 2 orang ikhwan lagi yang datang malam itu lengkap dengan motor masing-masing. Akh Romi dan akh Dayat, berdiri di samping Danil.

“Loh kok ada Antum berdua di sini?”, aku penasaran akan kedatangan mereka

“Tadi Danil nelpon, katanya ada akhwat yang gak bisa pulang karena gak ada angkot, jadi Ana ke sini”, jawab dayat

“Terus, Antum mau membonceng akhwat itu?”

“Ya tidak juga akh. Keadaannya kan sudah terdesak akh, Ana dengar Danil sudah cemas sekali jadinya Ana kemari”, Romi menjawab

“Afwan, pesan Ana tadi kan tolong tunggu Ana, Ana akan carikan, kok malah begini”, aku berpaling pada Danil, ada rasa kecewa yang terbersit di hatiku,

“Ya, afwan Ana sudah panik, Antum ndak ada membalas SMS Ana”,

“Ana kan sedang di atas motor mutar-mutar mana bisa Ana membalas SMS Antum, gak sempat akh. Tu Ana bawa taksi, Ana carikan taksi untuk Antum. Taksinya masih tertinggal di belakang Ana, sebentar lagi juga tiba”, nadaku mulai meninggi, dadaku bergemuruh menahan segala rasa yang sulit untuk dilukiskan ini.

“Afwan akh, Ana…”

“Sudah-sudah, keadaan kan sudah aman, taksi juga akan datang, yang jelas sekarang semua bisa pulang dengan selamat”, Romi berusaha menengahi keadaan aku hanya diam mendengus, sedangkan akhwat itu bingung ada masalah apa sebenarnya.

Bertepatan dengan itu taksi pun tiba, aku membayar ongkos di depan, sesuai dengan janjiku tadi. Danil kuminta ikut dalam taksi tersebut. Sedangkan kami bertiga mengikuti dari belakang dengan motor masing-masing. Amarahku sudah mulai mereda, namun benih-benih kekecewaan itu belum sepenuhnya hilang dari perasaanku

Alhamdulillah, akhwat itu sudah diantar ke rumah mereka dengan selamat, kost an mereka dengan pondokan kami tidak terlalu jauh, jadi Danil pun turun juga. Kami melepas taksi itu kembali ke pusat kota.

“Alhamdulillah, aman perjalanan kita kan. Nah yuk kita semua pulang, Ana mau ke kost an Ana juga”, ujar Romi

“Ana juga lah, tugas masih menunggu”, Dayat pun ikut berbicara

“Afwan, Romi bisa antarkan Ana ke pondokan?”

“Eh, bukannya Antum satu pondokan sama Kaka, lah kok sama Ana minta diantarin, itu beliau punya motor”

“Sama Antum aja lah”, Danil sedikit memohon

Aku yang masih belum jernih kembali menggelegak setelah mendengar perkataan Danil,

“Maksud Antum apa? Afwan, bukannya Romi kost nya jauh dari kita”, aku mengklarifikasi pernyataan Danil, namun Danil hanya diam saja

“oh, jadi begitu, tadi Ana minta tolong untuk menunggu Ana, Antum telpon yang lainnya untuk membonceng akhwat itu, padahal Antum minta tolong ke Ana, amanah yang Antum berikan Ana kerjakan, sekarang Antum malah begini, jadi apa mau Antum?” kata-kataku mulai tidak terkendali.

“Kaka, sudah-sudah. Antum ini kenapa? Istighfar akh”, Dayat mencoba menenangkanku.

“Ana tau, mungkin Ana tidak pantas jadi mas’ul Antum, Ana jauh dari kata baik”, Danil masih membisu mendengarkan kata-kataku, Romi mulai merangkul Danil, berusaha menenangkan Danil.

“Kalau Antum tidak tsiqah dengan Ana, dan tidak senang Ana sebagai pimpinan Antum, tafadhal sampaikan ke pihak syura, Ana siap diturunkan, lebih baik dari pada tidak dipercaya begini”.

Aku mengambil motor dan pergi begitu saja. Tidak tahu ke mana aku harus melangkah, aku berjalan di pekatnya malam tanpa arah yang jelas, rasa dingin sudah tidak kupedulikan lagi. Akhirnya ku memutuskan menginap di tempat ikhwah yang lain dan tidak tidur di pondokan.

Handphoneku bergetar berulang-ulang, kulihat Romi dan Dayat berkali-kali menelponku dan tidak ada yang kuangkat, hatiku sudah terlanjur sakit, penuh dengan tuba kekecewaan, sampai ada sebuah SMS dari Dayat

Akh, antm knpa jd bgini? Afwn jka Ana da slah td, tp lhat danil, ia diam aj dri tdi, di ajk plang jga gk mau, bliau nngis aj dr tdi. Ana ajk bliau ke kost an Ana sja dl. Afwan jiddan akh

Aku tidak mempedulikan SMS itu, tidak ada keinginan untuk membalas SMS Dayat. namun ada rasa sesal di hatiku, kenapa aku bersikap begitu? kenapa aku begitu beringas? Apakah ini yang dinamakan kekecewaan? Wajar kan jika rasa kecewa itu menghampiri, tapi di dalam jamaah ini? Apakah tidak ada toleransi? Aku bingung dengan jawaban semuanya

Akhirnya aku tertidur dengan segala pertanyaan menyesak di benakku.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (6 votes, average: 8.50 out of 5)
Loading...
Mahasiswa Politeknik Negeri Padang Unand angkatan 2010.

Lihat Juga

Hadiri Pelantikan Erdogan, Presiden Djibouti Angkat Simbol 4 Jari (Rabiah)

Figure
Organization