Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Jadilah Manusia yang “Stabil”

Jadilah Manusia yang “Stabil”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

berdoa_webdakwatuna.com – Allah SWT banyak menyimpan pelajaran yang penuh makna dalam kehidupan yang terkandung di alam ini. Harun Yahya menyampaikan di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa orang yang tidak beriman adalah mereka yang tidak mengenali atau tidak menaruh kepedulian akan ayat atau tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-Nya. Sebaliknya, kata beliau ciri menonjol pada orang yang beriman adalah kemampuan memahami tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan sang pencipta tersebut. Ia mengetahui bahwa semua ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan ia mampu memahami kekuasaan dan kesempurnaan ciptaan Allah di segala penjuru manapun. Pemahaman ini pada akhirnya menghantarkannya pada penyerahan diri, ketundukan dan rasa takut kepada-Nya. Ia adalah termasuk golongan yang berakal, yaitu “…orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imraan: 190-191).

Di banyak ayat dalam Al-Qur’an, lanjut harun Yahya pernyataan seperti, “Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”, “terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berakal,” memberikan penegasan tentang pentingnya memikirkan secara mendalam tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah telah menciptakan beragam ciptaan yang tak terhitung jumlahnya untuk direnungkan. Segala sesuatu yang kita saksikan dan rasakan di langit, di bumi dan segala sesuatu di antara keduanya adalah perwujudan dari kesempurnaan penciptaan oleh Allah, dan oleh karenanya menjadi bahan yang patut untuk direnungkan. Satu ayat berikut memberikan contoh akan nikmat Allah ini: “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 11).

Di dalam pelajaran tentang mekanika tanah, kita mempelajari satu bahasan yakni faktor kestabilan lereng. Bilamana lereng dikatakan stabil (tidak longsor) ataupun longsor dipengaruhi oleh dua faktor, yakni gaya penggerak dan gaya penahan. Jika pada suatu lereng gaya penahan lebih besar dibandingkan dengan gaya penggerak, maka lereng tersebut stabil (tidak longsor). Akan tetapi bilamana gaya penggerak lebih besar dari pada gaya penahan, maka lereng tersebut akan mengalami longsor (tidak stabil).

Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah pelajaran berharga yang dapat saya ambil. Dari ilmu tentang kestabilan lereng. Sebuah mata perkuliahan di jurusan Teknik Pertambangan. Yakni ada 3 golongan manusia sebagai bukti identifikasi kestabilan dirinya yang dikaitkan dengan kestabilan lereng tanah. Kita sebut saja gaya penahan ini adalah takwa, sementara gaya penggerak ini adalah hawa nafsu. Dalam banyak pendapat salah satunya disampaikan hakikat takwa adalah, hendaknya Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu di dalam perintah-perintah-Nya. Sementara hawa nafsu keburukan adalah sesuatu yang selalu membawa kita ke arah ketidaktaatan, keburukan dan pembangkangan kepada Allah dan perintah-perintah-Nya.

Manusia yang pertama adalah manusia yang stabil, yakni manusia yang pada dirinya terdapat gaya penahan yang jauh lebih besar dibandingkan gaya penggerak. Pada diri manusia ini terdapat nilai dan makna takwa yang besar dibandingkan dengan hawa nafsu. Ketika datang gelombang keburukan yang terus menggelayuti di setiap langkah dan sisi kehidupan, maka dengan besarnya takwa yang bercokol di dalam dirinya ini yang akan meng-counter pengaruh hawa nafsu yang muncul dan mencoba merusak segalanya. Manusia ini yang dimaksud sebagai manusia yang stabil, manusia yang tidak longsor.

Ketika nilai gaya penahan yang rendah dibandingkan nilai gaya penggerak yang jauh lebih besar, maka manusia jenis ini adalah manusia yang tidak stabil dan akan longsor ibarat lereng yang gaya penggeraknya jauh lebih besar dari gaya penahannya. Tipisnya tameng takwa pada diri karena jarang diperhatikan komponen keterikatan setiap partikelnya agar selalu terikat antara satu dan lainnya yang menyebabkan nilainya rendah dan lemah. Atau ada faktor eksternal yang menyebabkan nilai takwa ini begitu kecil dan lemah sehingga tak mampu menahan nilai faktor penggerak yang besar yang ditimbulkan dari hawa nafsu yang bergejolak dan memberikan gempuran dalam diri. Manusia seperti inilah yang disebut manusia yang tidak stabil dan dapat dipastikan segera akan mengalami kelongsoran.

Dan jenis manusia yang ketiga adalah manusia yang labil (antara stabil dan longsor). Dalam ilmu pertambangan lereng ini yang jauh lebih berbahaya karena kita tidak bisa memprediksi kapan dia akan longsor. Bisa jadi ketika lengah atau ketika kita belum siap. Dan yang lebih berbahaya lagi apabila ia belum sadar bahwasanya dirinya ini akan longsor, dan akhirnya ia mengakhiri hidup ini dalam keadaan su’ul khatimah, naudzubillah. Allah SWT berfirman dalam ayat-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208). Ini menjelaskan kepada kita bahwa masuklah dan beradalah dalam Islam dengan pemahaman yang menyeluruh. Tidak setengah-setengah. Ini merupakan perintah Allah kepada orang-orang yang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara utuh dan menyeluruh. Mereka tidak meninggalkan sesuatu pun darinya, dan agar mereka tidak seperti orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya.

Jadilah kita manusia yang stabil. Manusia yang nilai penahannya (takwa) jauh lebih besar dibandingkan nilai penggeraknya (hawa nafsu). Mari tingkatkan takwa kepada Allah agar kita menjadi lereng yang stabil dan kokoh serta aman bagi diri sendiri dan juga aman bagi orang-orang yang berada di sekitar lereng (diri kita). Wallahu a’lam bishawab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (11 votes, average: 9.91 out of 5)
Loading...

Tentang

Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization