Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Sumber Energi Itu: Untuk Allah

Sumber Energi Itu: Untuk Allah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Malam itu jatuh di salah satu hari dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Allah memberiku kesempatan untuk menunaikan sunnah RasulNya yang mulai terlupakan, yaitu I’tikaf. Di sebuah masjid besar di pusat kota Jakarta, ibadah mulia itu ditunaikan.

‘Puncak’ dari i’tikaf malam itu adalah shalat malam. Tak tanggung-tanggung, bacaannya tiga juz. Aku akui itu banyak sekali, bisa-bisa membuat seluruh badan pegal. Namun aku berusaha untuk mengikutinya.

Nah, benar dugaanku. Bacaan yang begitu panjang di setiap rakaat membuat badanku mulai terasa pegal, terutama bagian punggungku. Namun aku tetap bertekad sambil berbisik dalam hati: “Ini untuk Allah.” Seketika, ada energi besar yang kuraih dan mengalahkan rasa pegalku itu dan rasa enggan yang lain. Hingga dengan izinNya tunailah jua shalat malam itu.

Dari shalat malam itu aku mendapat sebuah pelajaran berharga dalam hidupku. Berbuatlah untuk Allah niscaya diri ini akan memperoleh energi yang besar. Energi untuk terus maju walaupun banyak masalah dan rintangan yang menghadang. Energi untuk terus berjalan tanpa ada keinginan untuk mundur sedikit pun. Energi itulah yang membuat diri ini tetap bertahan walaupun raga harus tercabik-cabik. Tsabat (keteguhan) adalah wujud energi itu.

Lihatlah Rasulullah. Beliau rela untuk tetap berdakwah walau banyak sekali ujian yang harus dilalui. Beliau rela dimusuhi, diperangi, dicaci maki, dianggap orang gila, dan disakiti. Hanya satu yang menguatkan beliau: Aku lakukan dakwah ini semata untuk Allah, tak berharap imbalan dari manusia.

Lihatlah Asiyah, istri Fir’aun yang tetap teguh dalam keimanan. Ia rela disiksa oleh suaminya yang durjana itu hingga syahid di tiang salib. Hanya satu yang membuatnya teguh: Iman ini untuk Allah, tetap aku pertahankan walau harus mati.

Lihatlah Fathi Yakan, seorang pemuda Palestina yang berani menyerang tentara Israel seorang diri hingga akhirnya gugur sebagai syuhada’. Hanya satu yang membuatnya tetap maju: Perlawanan ini untuk Allah dan aku persembahkan jiwaku untukNya.

Jika ibadah ini untuk Allah, maka tak akan terasa lelah berlama-lama berdiri dan munajat di hadapanNya. Jika dakwah ini untuk Allah, maka hati tak terasa lelah walau ditimpa ujian, fitnah, dan serangan bertubi-tubi. Jika jihad ini untuk Allah, maka jiwa dan raga siap dipersembahkan untukNya.

Bukankah diri ini telah berikrar padaNya?

‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku, hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-An’am:162)

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (12 votes, average: 9.75 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization