Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Harga tak Ternilai Itu Bernama Ukhuwah

Harga tak Ternilai Itu Bernama Ukhuwah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

Ilustrasi (nurlienda.wordpress.com)
Ilustrasi (nurlienda.wordpress.com)

dakwatuna.com – Baru saja selesai membaca buku Madal hayah: chicken soup for tarbiyah karyanya Asri Widiarti…

Benar kata teman yang pernah posting resensi buku ini di Facebook beberapa waktu lalu. Sebuah buku yang menyajikan cerita ringan tapi sarat makna dan kesan yang mendalam. Tepat jika diberi judul; chicken soup. Apresiasi dari hidangan ringan tapi penuh nutrisi.

Terkesan dengan satu cerita di bagian 2 buku ini… bunda, Allah mendengar doamu, cerita 1: harga tak ternilai itu disebut ukhuwah…

Di pengantar buku ini dikatakan jika keseluruhan cerita yang ada adalah nyata terjadi, maka sangat mengharu hati ketika sampai di bagian ini…

Bercerita tentang seorang ibu yang terkena penyakit asam lambung akut hingga ia tak kuat untuk sekadar bangun dari tempat tidurnya. Semua pekerjaan rumah tangga awalnya dihandle oleh sang suami…

Saya tulis ‘awalnya’…karena setelah para sahabat ibu itu tahu tentang keadaan nya, maka para sahabatlah yang mengambil alih kesibukannya. Bahkan seorang ibu berkenan ‘mengambil sementara’ anak bungsunya untuk ia rawat di rumah selama sang ibu dirawat di rumah sakit.

Teman lainnya bergantian ‘piket’ di rumah sang ibu. Bergiliran menungguinya di rumah sakit. Hingga seorang teman menghibahkan laptopnya agar sang ibu punya kesibukan disela rehatnya itu…

“Ya Allah Yaa Robbana.tak mungkin ada ukhuwah setulus ini kecuali dalam jamaah dakwah yang tak mengharapkan keuntungan dunia…” (page 74)

***

Lalu…teringat tentang aku dan ukhuwah ku atas saudara-saudara ku hari ini…

Senin sore minggu ini saja misalnya, baru ku dengar kabar seorang saudari yang baru selesai operasi kanker. Atau waktu itu. Ketika seorang ukhti tertimpa ujian untuk nama baiknya… rasa nya aku orang terakhir yang tau… Allahu Rabbi…

Belum lagi tentang prasangka ku atas saudaraku. Tentang hak kepercayaan yang harusnya ku berikan. Tentang hak diam dan tak membenarkan kabar miring tentang mereka sebelum ku temukan fakta benarnya. Atau sekadar menghibahkan telinga untuk mendengar pembelaan mu atas fitnah. Tentang…

Juga tentang alpa ku ketika jatuhmu. Tak segera ku ulurkan tangan. Malah waktu yang ku ulur untuk sekadar mengingatkan mu…

Entah…

Apa patut aku menyalahkan kesibukan ku atas kelalaian ku terhadap keadaan mu, saudara ku..

Ahhh…naif sangat rasanya. Di cerita itu pun dipaparkan betapa sibuknya sang ibu dan teman-teman nya itu. Belum lagi kesibukannya akan anak-anaknya. Benar-benar tak bisa dibanding dengan kesibukan ku saat ini. Tapi ukhuwah mereka sangat manis terasa. Tak seperti ukhuwah yang ku beri pada saudaraku…hambar

Mmm..Ukhuwah itu pernah begitu manis saat SMA. Juga saat kuliah. Masih teringat ketika seorang saudara sakit, kami menjenguknya, memasak makanan nya, membersihkan kamar kos nya bahkan mencuci pakaian kotornya yang makin menggunung. Masih teringat juga bagaimana tak terpejam mata ketika seorang sahabat harus dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. Semua mengajukan diri sebagai jaminan perawatan rumah sakit ketika orang tuanya belum datang. Padahal waktu itu kami tak berpenghasilan seperti sekarang ini. Juga lebih sibuk dari sekarang ini karena sebentar lagi UAN. Tapi ukhuwah itu begitu manis terasa. Atau tentang paniknya aku dan beberapa saudara lainnya ketika seorang saudara terpeleset dari jalannya…

Lantas… apa yang salah dengan diri kini??

Ketika punya apa-apa yang dulu tidak ketika ukhuwah itu manis rasanya, seakan ia mengurangi jatah gula untuk rasa manisnya ukhuwah. Nikmat yang akhir justru menghilangkan nikmat yang awal. Memudarkan peduli. Menyamarkan kepekaan hati…

Allaahu Rabbi…

Maafkan aku atas cintaku yang sedikit ini…

Berharap kalian masih berkenan menyebutku… “Saudaraku…”

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (8 votes, average: 9.88 out of 5)
Loading...

Tentang

Penulis adalah Guru kelahiran Curup - Bengkulu, 21 Februari 1988. Saat ini penulis tercatat sebagai guru tetap di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Padang Ulak Tanding- Bengkulu. Penulis mengampuh mata diklat bahasa Inggris.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization