Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Tazkiyatun Nufus / Sudah, Sudahlah…

Sudah, Sudahlah…

Ilustrasi (donialsiraj.wordpress.com)

dakwatuna.com – Masya Allah, sudahlah. Tidak ada manfaatnya terus berdebat dan mempersoalkan posisi-posisi. Siapapun yang mendapatkan amanah, harus melaksanakan dengan sepenuh kemampuan. Siapapun di antara kita yang tidak mendapatkan amanah sesuai keinginan, tidak layak untuk kecewa.

Lembaga dakwah kita ini bukan organisasi profesi, bukan organisasi bisnis, bukan pula organisasi karier.  Ini adalah wadah pengabdian, wadah perjuangan, wadah kontribusi, wadah pengorbanan. Tidak ada rumus tertentu untuk menentukan personal pada posisi-posisi strategis itu. Bisa Fulan, bisa Falun, bisa Fulun, bisa Fulanah, atau yang lainnya.

Sudah, sudahlah. Semua akan menjadi mudah jika kita meletakkan secara mudah. Bahwa tidak layak berebut amanah, bahwa tidak layak berambisi untuk posisi dan jabatan tertentu. Terlalu sempit nilai diri kita jika hanya diukur dengan posisi dan jabatan publik. Itu semua hanya atribut, yang menentukan kualitas kekaderan kita adalah kontribusi terbaik di jalan dakwah ini.

Kecewa itu wajar saja, namun jangan mendramatisasi suasana. Kenyataannya, lebih banyak kader yang tidak mendapat kesempatan menempati pos-pos publik itu, dibanding dengan kader yang mendapat amanah menempatinya. Alangkah banyaknya kader dakwah kita, dan betapa sedikit pos-pos kepemimpinan publik yang tersedia.

Sulit bagi saya memahami kedalaman kekecewaan itu. Tidak mendapat amanah dalam kepemimpinan publik, apa masalahnya? Selama kepemimpinan publik itu tetap dipegang oleh kader dakwah, kita bersyukur bisa memberikan kesempatan kepadanya. Lalu apa masalahnya bagi kita? Sudah, sudahlah, relakan hak sejarah itu diberikan kepada kader lainnya. Itulah ciri bahwa kaderisasi kepemimpinan berjalan dengan efektif dalam gerakan dakwah ini.

Sudah, sudahlah. Bagi kader yang pernah mendapatkan amanah posisi jabatan publik, bersyukurlah karena telah mendapat kesempatan pembelajaran dan pengabdian melalui jabatan publik. Bagi yang tidak mendapatkan amanah untuk menempati posisi tersebut untuk kali kedua, ketiga atau keempat, berbahagialah, karena Anda telah memberikan kesempatan kepada kader lain untuk belajar dan berkontribusi melalui jalur posisi publik tersebut.

Bagi kader yang sama sekali belum pernah mendapat kesempatan untuk menempati posisi-posisi kepemimpinan publik, bersyukurlah karena tetap bisa berkontribusi melalui berbagai pos-pos lainnya yang amat sangat banyak. Teramat banyak peran yang tidak bisa disebutkan judulnya, karena bukan posisi publik. Padahal peran tersebut sangat signifikan bagi perjalanan dan kelanjutan dakwah kita.

Sangat mudah menyebut –dengan bangga—saya menjadi gubernur, saya menjadi bupati, saya menjadi anggota dewan, saya menjadi menteri, saya menjadi direktur bank, atau semacam itu. Tidak mudah menyebut peran-peran yang bukan pos kepemimpinan publik, saya pengelola kaderisasi, saya penjaga markaz dakwah, saya murabbi, saya full-timer di kantor dakwah, saya petugas rekrutmen tarbawi, saya petugas rabthul ‘am. Bukankah semua posisi, semua peran, semua pos tersebut saling menguatkan, dan semua memiliki nilai strategis masing-masing?

Maka berbahagialah kita semua, karena memiliki kesempatan untuk berkontribusi di jalan dakwah ini. Bersyukurlah karena memiliki konsistensi untuk terus bekerja demi kejayaan bangsa. Bersabarlah atas segala kejadian dan keputusan yang tidak sesuai dengan harapan. Berharaplah hanya kepada Allah, agar dakwah ini dimenangkan dengan keterlibatan kita di dalamnya. Ada cucuran keringat kita, ada tapak-tapak langkah kaki kita, ada kontribusi kita dalam mencapai kemenangan dakwah.

Sudah, sudahlah. Semua indah pada waktunya. Semua indah jika kita mampu menikmatinya. Sebagai apapun, atau tidak sebagai apapun kita –posisi-posisi publik yang bisa disebut—tetaplah memberikan kontribusi terbaik bagi perjalanan dakwah hingga mencapai puncak kejayaannya. Mungkin bukan kita yang menduduki posisi-posisi yang tengah diperjuangkan, namun ada kontribusi kita di dalamnya.

Tidak ada manfaatnya terus berdebat dan mempersoalkan posisi-posisi. Siapapun yang mendapatkan amanah, harus melaksanakan dengan sepenuh kemampuan. Siapapun di antara kita yang tidak mendapatkan amanah sesuai keinginan, tidak layak untuk kecewa.

Lembaga dakwah kita ini bukan organisasi profesi, bukan organisasi bisnis, bukan pula organisasi karier.  Ini adalah wadah pengabdian, wadah perjuangan, wadah kontribusi, wadah pengorbanan. Tidak ada rumus tertentu untuk menentukan personal pada posisi-posisi strategis itu.  Yang harus dijadikan ukuran adalah mekanisme dalam penentuannya, bukan hasil akhir berupa nama-nama. Hasil akhir itu bisa muncul nama siapa saja, yang penting telah sesuai aturan dan mekanisme.

Sudah, sudahlah. Saatnya kita semua bekerja untuk kejayaan bangsa. Sebagai apapun, atau tidak sebagai apapun kita. Semua memiliki peran signifikan untuk mewujudkannya.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (6 votes, average: 7.67 out of 5)
Loading...
Senior Editor di�PT Era Intermedia, Pembina di�Harum Foundation, Direktur�Jogja family Center, Staf Ahli�Lembaga Psikologi Terapan Cahaya Umat. Alumni�Fakultas Farmasi�Universitas Gadjah Mada (UGM).

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization