Topic
Home / Berita / Opini / Bersatu Tegakkan Keadilan dan Perdamaian

Bersatu Tegakkan Keadilan dan Perdamaian

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

Ilustrasi. (fdlpalestina.org)

dakwatuna.com – Setelah delapan hari serangan Israel (airstrike) terhadap Palestina sejak 14 November 2012, sedikitnya 164 orang warga Palestina gugur (syahid) dan 1234 orang luka-luka (KNRP.or.id, 23/11). Akhirnya Israel pun mendorong disepakatinya gencatan senjata (Kamis, 22/11.Republika). Hal tersebut dilakukan Israel mengingat sudah banyak kerugian yang diderita di pihak Israel disebabkan serangan balik pejuang HAMAS Palestina. Sementara di pihak Palestina meskipun dengan segala keterbatasan yang dimiliki para pejuang Palestina menunjukkan perjuangan yang tanpa henti untuk mempertahankan tanah airnya. Pendudukan dan penjajahan Israel terhadap Palestina telah berjalan sejak tahun 1947 saat resolusi PBB memecah Palestina menjadi dua wilayah Arab dan Israel, jelas waktu sepanjang itu telah menuai banyak pengorbanan rakyat Palestina. Tanpa suatu alasan yang jelas setelah ditetapkannya pembagian wilayah Israel : Palestina (55% : 45%) secara sepihak dan kontroversial oleh dukungan Inggris dan sekutu sejak Perang Dunia I, menjadi awal tragedi kemanusiaan di Palestina. Meskipun telah melewati gencatan senjata, dukungan terhadap Palestina tetap bergulir seakan dalam sepekan ini menjadi pekan aksi nasional untuk Palestina, beberapa wilayah Indonesia bergilir melakukan aksi solidaritas dan penggalangan dana untuk Palestina.

Di era demokrasi seperti sekarang ini, sangat disayangkan ketika ternyata masih begitu banyak terjadi pelanggaran dan penistaan terhadap nilai-nilai dan hak-hak kemanusiaan di belahan dunia ini. Tidak hanya di Palestina, sebut saja Rohingya, salah satu wilayah di Myanmar. Beberapa waktu lalu dan bahkan sampai dengan hari ini masih bergejolak dengan perselisihan dan penindasan terhadap minoritas muslim di Arakan. Dan mungkin berbagai peristiwa sejenis yang terjadi di belahan bumi lain yang tidak semua kita ketahui. Sebuah keterpurukan yang terjadi di tengah globalisasi dan kemajuan zaman. Di masa ketika didengungkannya pembelaan dan sikap menjunjung tinggi terhadap nilai-nilai keadilan, kerjasama, keterbukaan dan persatuan global.

Konflik Israel vs Palestina tentu tidak terlepas dari konstelasi politik internasional. Beberapa kali Palestina mendapati penolakan Amerika Serikat selaku anggota Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam upayanya menjadi anggota berstatus penuh di PBB. Dan masih, penolakan Amerika Serikat pun ditujukan kepada Palestina atas pengajuan status anggota pengamat di Dewan Musyawarah PBB. Bagaikan punuk merindu rembulan, tanpa dukungan bangsa-bangsa dunia di kancah percaturan politik Internasional, Palestina akan menghadapi kerikil-kerikil tajam dalam perjuangan kemerdekaannya atas Israel. Melakukan eksodus pun bukanlah pilihan yang baik untuk masyarakat sipil Palestina, meskipun tanpa berselempang senjata para sipil Palestina justru telah bermental pejuang. Karena pada dasarnya, Palestinian-lah yang berhak atas tanah Palestina. Sementara Israel dahulunya adalah bangsa yang terombang-ambing sebagai imigran yang berdiaspora di berbagai wilayah dunia sebagai bangsa tanpa negara yang syah. Palestinian memilih bertahan di bumi pertiwinya dan berjuang merebut kembali kehidupan mereka dengan merdeka. Ini adalah salah satu jati diri bangsa yang mulia, sebuah nilai kebanggaan terhadap kesatuan bangsanya.

Sejarah panjang konflik Israel vs Palestina mengajarkan kepada setiap negarawan tentang perjuangan dan pengorbanan sejati. Tentang sikap pertahanan dan pembelaan yang utuh terhadap tanah air dan bangsa, tentang kesatuan cita mengentaskan dan menolak segala bentuk kolonialisme, feodalisme, dan imperialisme. Sekaligus menyentil sisi sosiologis dan psikologis manusiawi. Kejahatan perang dan penjajahan sejak dahulu selalu meninggalkan traumatic yang tak bisa ditolerir. Ada saja alibi-alibi yang digunakan sebagai pembenaran kekejian depopulasi, genocida, dan penyelewengan nilai-nilai dan hak-hak kemanusiaan lain.  Dan lagi, berbagai kepentingan politis buta hanya akan menghancurkan kemuliaan manusia sebagai makhluk beradab dan bermartabat. Untuk kasus Palestina, jatuhnya korban jiwa sebagian besar dari kalangan anak-anak dan wanita adalah sebuah fakta yang mengungkap kekejian yang melewati batas logis dan etis perang itu sendiri (Hukum Humaniter Internasional-HHI). Hari demi hari wilayah Palestina pun semakin menyusut dicaplok dan diduduki paksa oleh Israel bermodal perjanjian Balfour dan Cam David.

Palestina picu persatuan dunia

Dalam sudut pandang Islam, bahwa tanah air adalah wilayah yang membentang sejauh adanya umat Islam yang tinggal. Muamalah Islam, membentang sejauh aktivitas bersama meskipun kerjasama terjalin dengan umat di luar Islam. Antara sudut pandang tanah air dan muamalah ini, Islam meluaskan ajaran kerjasama dan jalinan yang berlandaskan atas dasar akad kerelaan bukan karena paksaan (suka sama suka), berasaskan keadilan, kebermanfaatan dan saling menghargai satu sama lain. Maka dengan kaidah tersebut, akan terbangun tatanan sosial yang harmonis tanpa keterdesakan kepentingan semu antar golongan. Kepentingan yang dibangun atas ambisi dan superioritas hanya akan menghantar golongan pada kehancuran.

Dalam konteks persoalan Palestina, fakta yang didapati bahwa sebagian besar komunal kultural dunia menyepakati penghentian penjajahan dan penindasan Israel terhadap warga dan negara Palestina. Ini menandakan bahwa dunia telah membuka mata dan memposisikan Palestina bukan lagi sebagai persoalan golongan umat Islam saja. Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina melewati batas-batas lintas tanah air universal, ia pun telah melewati paradigma muamalah Islam. Sebab masalah kemanusiaan semua menyepakati sebagai persoalan universal tanpa sekat golongan. Maka tidak heran jika dukungan komunal kultural dalam bentuk aksi solidaritas dan penggalangan dana untuk Palestina dan mengutuk aksi  Israel  juga berdatangan dari negara-negara yang umat Islamnya masih minoritas, sebut saja Selandia Baru, Barcelona, Toronto, Meksiko, Korea Selatan, Prancis, bahkan inggris (Islamedia web, 18/11)

Jika demikian, apalah lagi bagi umat Islam itu sendiri. Maka sudah selayaknya Palestina menjadi perhatian. Meskipun secara geografis sangat jauh dari Indonesia, namun Palestina dan Indonesia memiliki kedekatan historis dan emosional. Dahulu Palestina adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Dalam kondisinya yang terpuruk sebagai korban penjajahan Israel, Palestina tetap peduli terhadap Indonesia dan memberikan bantuannya ketika bencana kemanusiaan terjadi di Indonesia, misal ketika peristiwa meletusnya gunung Merapi, tsunami Aceh, tragedi Lapindo, dll. Secara sosiologis dan emosional mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, sehingga dalam paradigma keIslaman Palestina dan Indonesia didekatkan oleh ikatan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah). Meskipun di dalam negeri kita sendiri Indonesia masih memiliki banyak permasalahan dan polemik, namun hendaknya hal tersebut tidak menghalangi kepedulian kita terhadap saudara sesama muslim di belahan bumi yang lain. Bahkan kedekatan sejarah itu tampak pada sebuah statement kenegaraan yang dahulu dilontarkan Presiden RI pertama Ir. Soekarno, “…selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.”(kompasiana.com, 17/11) Dan meskipun hanya diwakili oleh statement menteri dalam negeri RI Marty Natalegawa di markas PBB di New York, AS, Jumat (28/9/2012): “negara-negara Timur Tengah yang memiliki hubungan dengan Israel agar melakukan evaluasi, juga boikot produk Israel yang dihasilkan di daerah pendudukan”. (sabili.co.id, 29/9) merupakan salah satu bentuk dukungan nyata dan jelas Indonesia secara legalitas formal terhadap kemerdekaan Palestina.

Dibalik tragedi memilukan di Palestina, sarat akan pembelajaran bagi kita semua. Mengingatkan kita akan jati diri bangsa yang sangat menjunjung tinggi keadilan dan perdamaian.  Ingat bahwa dalam pembukaan UUD’45 sangat jelas tertulis dalam alinea ke-4, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial……” Hal ini seharusnya mendorong kita menyadari potensi yang begitu besar apabila persatuan dan kesatuan itu terjalin dengan baik. Beberapa tragedi perpecahan dalam negeri, kisruh dan perang antar suku di beberapa wilayah tanah air yang pernah terjadi, cukuplah menjadi catatan sejarah yang terakhir kalinya. Dan sudah saatnya kita kembali menata kehidupan yang harmonis dan menjadikan ketahanan dan pertahanan bangsa sebagai suatu orientasi hubungan di antara kita. Sebagaimana Palestina membuktikan dengan persatuan suatu komunal kultural sekalipun akan mampu menumbangkan benih-benih penjajahan dan penindasan. Apalagi jika kekuatan tersebut didukung oleh komunal struktural yang ada.

Indonesia, sebagaimana juga negara di belahan bumi yang lain khususnya negara dengan penduduk mayoritas muslim, seperti Mesir, Turki, Lebanon, Malaysia dan Yaman memang tidak dapat berlepas diri dari keberagaman yang ada. Namun justru inilah yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang unik, di sinilah tumbuh subur toleransi atas perbedaan agama, suku, budaya. Adalah dengan mencari kesamaan dan persamaan sehingga dapat memperkecil perbedaan yang ada. Mengorientasikan kepentingan pada keperluan dan hajat hidup orang banyak baik dalam sudut pandang keindonesiaan (nasional) maupun global (internasional). Hal ini akan mendorong terciptanya kehidupan yang saling menghormati dan menghargai hak-hak sesama, menjauhkan dari sikap superioritas fanatik dan egosentris yang akan menggerogoti nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan umum.

Sudah saatnya bangsa-bangsa dunia mendeklarasikan kemerdekaan atas penjajahan, atas kesewenang-wenangan, dan cengkraman dari bangsa yang mengklaim dirinya kuat atas bangsa yang dikesankan lemah. Sudah saatnya bangsa dengan ajaran dan ketinggian cita sebagai makhluk beradab bersatu. Terlebih, bangsa dengan budaya Islam yang rahmatan lil’alamin adalah harapan besar untuk menjadikan dunia ini hidup berdampingan dan saling menyokong satu sama lain. Sudah saatnya masyarakat muslim dunia khususnya yang ada di Indonesia bersatu dan menghilangkan kepentingan-kepentingan golongan yang semu, dan menggantinya dengan paradigm global muslim sebagai saudara se-aqidah. Bebaskan Palestina! Bebaskan seluruh dunia dari tangan penjajah! Kolonialisme, feodalisme, dan imperialisme harus ditaklukkan, ketiganya nyaris tak berbeda sebagaimana kejamnya hukum rimba. Karena sesungguhnya hukum rimba hanya berlaku antar sesama hewan buas dan lemah yang biasa hidup di belantara hutan. Namun tidak untuk manusia dengan tingkat inteligensia dan peradaban yang jauh lebih tinggi dan bermoral.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumnus FISIP Ilmu Komunikasi Universitas Lampung. Saat ini sebagai pengurus daerah KAMMI Lampung. Aktivitas lain sebagai santri PPM Daarul Hikmah, anggota Ikatan Pembaca dan Penghafal Al-Quran (IP2A), aktivis pemuda, pemerhati sosial politik dan kemasyarakatan.

Lihat Juga

Opick: Jangan Berhenti Bantu Rakyat Palestina!

Figure
Organization