Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Ada Ummi di Senja Kala Ini

Ada Ummi di Senja Kala Ini

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Hidayat Nur Wahid dan almarhum ibunda. (inet)

dakwatuna.com – Ummi, apa kabar? Lama tak kusapa dirimu. Senja kali ini sangat sepi ummi, sesepi hatiku saat ini. Mungkin ini pengaruh dari kesunyian yang sedari tadi menemaniku. Aku mengunci diri dalam kamar ini, ummi. Aku hanya ingin merasakan kehadiranmu, walau harus berteman dengan sepi.

Entah mengapa tiba-tiba aku sangat merindukanmu, ummi. Rindu pada kelembutanmu, rindu pada masakanmu, dan rindu dinasihati olehmu.

Ummi, aku cemburu pada teman-temanku. Seringkali mereka bercerita tentang ibu mereka yang menyambut mereka dengan hangat di rumah, yang mengajari mereka memasak, yang menasihati mereka dengan penuh cinta. Ketika aktivitas mereka padat dan rutinitas pun seakan tak pernah menyuruh mereka istirahat, mereka punya seorang ibu yang siap siaga melepaskan penat dalam pikiran mereka, yang selalu menyemangati mereka dengan untaian kasih sayang yang tak pernah reda.

Bagaimana dengan anakmu ini, ummi?

Aku pulang ke rumah disambut oleh sebuah kamar sunyi. Sebuah Al-Quran kecil dan menjumpai-Nya dalam waktu-waktu shalat adalah hiburanku, pemberi semangat dalam hidupku. Hanya itu Ummi.

Aku jadi membayangkan jika suatu saat ketika senja menyapa dan segala aktivitas yang melelahkan telah menyedot semangatku, aku melihat senyummu kembali menyambutku di depan rumah, memelukku hangat, seraya menanyakan mengapa pulang terlalu senja.

Ah… semua itu terlalu indah, ummi. Bahkan terlalu indah untuk menjadi angan-angan.

Aku juga ingin merasakan lagi betapa damai tidur di pangkuanmu, betapa tenang dibelai olehmu. Betapa bahagianya bisa berkeluh kesah denganmu, ummi.

Di saat proses pendewasaan yang kulalui, seharusnya ada dirimu yang membimbingku menuju dewasa. Karena aku tahu, ummi pasti akan marah jika aku bangun terlambat, Ummi takkan berhenti mengomel jika aku tak menghabiskan makananku, Ummi juga akan berteriak “Hati-hati dijalan” jika aku sedang terlambat dan pergi terburu-buru.

Semua itu melekat di benakku Ummi, sebagai pengganti hadirnya dirimu di sampingku, kenangan itu akan tetap ada di sini ummi, di hati anakmu ini.

Ummi, Salahkah bila aku marah pada mereka yang tak menghargai ibu mereka di rumah, yang bersikap tidak ramah pada ibu mereka, yang tak melibatkan persetujuan seorang ibu pada keputusan-keputusan yang hadir dalam hidup mereka?

Padahal, Nasihat dan saran dari seorang ibu adalah kata-kata berharga yang tak bisa dirangkai oleh seorang penulis hebat sekalipun.

Dan cinta kasih seorang ibu pada anaknya bagaikan sebuah pohon yang tak pernah mengeluh untuk memberi buahnya meskipun terkadang harus dipanjat, dilempari batu, atau bahkan dipatahkan dahannya.

Seperti itukan ummi?

Mungkin marahku ini adalah bentuk pencegahan agar mereka tak menyesal di kemudian hari. Maksudku, tak selamanya seorang ibu itu akan terus menemani anaknya. Akan ada masa di mana tugas seorang ibu menjaga anaknya itu telah usai.

Ketika sebuah perpisahan terjadi. Perpisahan yang abadi, yaitu kematian. Mungkin jika Allah berkehendak, Dia yang Maha Rahman akan memberikan karunia-Nya berupa pertemuan kembali seorang anak dan ibunya di surga-Nya nanti, di sanalah tempat yang abadi.  Tak ada perpisahan lagi setelah itu. Jika Allah berkehendak.

Namun sekarang, jika masih ada seorang ibu di samping kita, sungguh tak patut jika disia-siakan cintanya. Jadikan kebahagiaan ibu adalah salah satu prioritas utama kita, birrul walidain.

Sebagai pengetahuan, seorang ibu itu tak perlu materi atau harta yang banyak yang diberikan seorang anak untuk membuat hati ibunya menjadi bahagia, hanya cukup engkau tersenyum di depannya, berwajah berseri-seri, segera menghampiri jika dipanggil olehnya, melakukan apa yang disuruh olehnya, dan menurut serta mendengar kata-katanya. Hanya dengan itu seorang ibu akan menemukan kebahagiaannya. Dan dirimu akan disanjung olehnya di depan teman-temannya. Dia akan menyebut dirimu sebagai anak shalih yang telah dititipkan Allah untuknya. Di situlah letak kebahagiaan seorang ibu.

Seperti itukan Ummi?

Baiklah Ummi, Terima kasih telah hadir di senja kala ini, mendengarkan keluh kesah anakmu. Aku akan terus berdoa untukmu, semoga kebahagiaan akan selalu bersamamu dan semoga Allah selalu menjagamu, Ummi. Aamiin.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (12 votes, average: 8.67 out of 5)
Loading...

Tentang

Seorang Penulis asal Palembang, pernah menuntut ilmu di Universitas Sriwijaya.

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization