Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Sudah Cantik

Sudah Cantik

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Bismillah…

Salam cantik. Bagaimana kabarmu di musim penghujan ini? Apa kabar pula dengan cara berpakaianmu? Semoga jawab dari dua tanyaku ini adalah “Tetap terjaga”.

Sebelum memulai tarian penaku ini, aku sengaja ingin menyapa kalian. Para wanita, perempuan, atau mungkin sebuah kata yang tak lagi asing di telinga, akhwat. Apapun sebutannya, kau adalah anugerah.

Cantik. Sapaan awal yang terkesan menjurus pada sebuah penilaian fisik. Tak apa jika ada yang protes. Tapi asal kau tahu, salam itu kutujukan untuk semua kaum hawa.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa tidak semua kaum hawa itu tercipta cantik. Ada yang hidungnya tidak seberapa mancung, ada yang memiliki kadar melanin tinggi, ada yang memiliki porsi tubuh yang kurang ideal, dan lain sebagainya. Tak apa. Bagiku, kau tetap cantik, karena kau adalah anugerah.

Percayakah kau padaku bahwa semua kaum hawa itu cantik? Kalau kau tak percaya, cobalah kau perhatikan wajah mereka. Dari yang tercantik sampai yang terjelek, versimu. Maka kau akan temukan sebuah keajaiban. Mereka terlihat cantik, meski tak sama cantik.

Cantik mengandung unsur relativitas. Mungkin itulah sebabnya kau akan menemui bahwa semua kaum hawa itu nampak cantik.. Apalagi jika diamati dengan seksama. Bahkan dari anak muda hingga nenek tua. Bagiku, mereka tetap terlihat cantik.

Kecantikan itu menjadi magnet tersendiri bagi kaum adam. Sudah sewajarnya pula jika kaum adam tertarik, karena Allah telah berikan berbagai macam tipe ‘medan magnet’ kepada kaum hawa.

Ya. Penjelasan di atas adalah sebuah penguatan untuk menginternalisasi cantik dalam diri.

Sekali lagi ingin ku katakan, kau cantik.

Dalam balutan kesederhanaan, kau telah nampak cantik. Apalagi jika kau mematut diri. Meski hanya dengan ulasan tipis lip gloss di senyum manismu. Atau taburan bedak baby yang memoles wajahmu. Atau olesan samar perona pipi. Atau berbagai ‘make up’ minimalis lainnya, seperti beraneka mode jilbab misalnya.

Duhai cantiknya dirimu. Ya, kau akan nampak bertambah cantik. Kaum adam pun makin melirik.

Ingin itukah yang terbesit di hati. Agar kaum adam melirik, agar tampil lebih cantik agar lebih menarik? Ingin seperti ini memang nampak wajar. Wanita mana yang tak ingin dirinya tampil cantik dan memesona. Dan semakin nampak wajar karena ia adalah sosok kaum hawa yang diberi cita rasa ‘lebih’.

Semua mungkin memang nampak wajar. Tapi sadarkah duhai saudariku. Hal itu berbahaya. Berbahaya bagi hatimu.

Aku memang mendukung mode jilbab gaul yang cantik dan syar’i. Tapi, Tiba-tiba terbesit dalam pikirku, “Duhai cantiknya saudariku ini, tapi bagaimana dengan niat di hatinya, masihkah ia terjaga?”

Ya. Aku mempertanyakan hatimu. Apakah masih terjaga dengan tampilan cantikmu dalam balutan ‘make up’. Padahal tanpanya pun, kau telah nampak cantik…

Mungkin kau menganggapku terlalu. Mengapa mengurusi urusan hati yang bersifat sangat sirri. Rahasia, tersembunyi. Urusan hati adalah sebuah perkara ‘gaib’ di mana hanya dirimu dan penduduk langit yang tahu.

Benar saudariku sayang. Tepat sekali. Ini adalah urusan hati yang tak patut aku campuri. Tapi spesifiknya ranah pribadi ini tak menghalangiku berupaya untuk saling menasihati, saling mengingatkan.

Aku amat sangat tidak lebih baik dari dirimu. Tapi aku menyayangimu, dan rasa inilah yang menghantarkan diriku pada sebuah keberanian untuk memasuki ranah pribadimu.

Aku tidak menjugde-mu. Dengan beranggapan bahwa ketika kau mematut diri, secara otomatis hatimu terkontaminasi. Tidak. Sama sekali tidak. Dengan bangunan literasi ini, aku hanya ingin menyapamu… Menanyakan kabar hatimu. Sebuah tanya yang tidak memerlukan jawab.

Saudariku, dengan kesederhanaanmu, kau sudah sangat cantik. Menarik. Membuat kaum adam melirik. Apa tah lagi jika kau mematut diri.

Bukan berarti aku melarangmu atau tidak setuju dengan patut dirimu. Lagi-lagi aku hanya ingin mengingatkan agar keterjagaan mewarnai diri dan hatimu. Karena ranah yang kau ambil begitu riskan dari godaan, oleh itulah dengan tarian pena ini aku mencoba mengajakmu dialog hati. Agar perbaharuan dan keterjagaan niat menjadi perjuangan kita bersama.

Semoga dengan patut dirimu, kau tetap dapat menjaga cantiknya niat di hatimu.

Ah saudariku sayang, semoga kesederhanaan tetap menghiasi cantikmu.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 9.40 out of 5)
Loading...
Berusaha Menjadi Berarti dan Memberi Arti

Lihat Juga

Mencintai Diri Sendiri

Figure
Organization