Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Bersegera Menuju Pulang

Bersegera Menuju Pulang

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Hampir setiap manusia merasakan kehidupan sebagai jalan berliku yang kadang naik, turun, dan berkelok. Bukan jalan lurus bebas hambatan. Yang menjadikan berbeda adalah sikap yang ditunjukkan dalam menempuh lika-liku kehidupan. Ada yang tetap tenang dihantam cobaan, ada yang cepat gelisah disentil permasalahan. Namun, yang membuat kita kembali kuat, sebuah ujian pasti memiliki akhir. Waktu berakhirnya tak seorang pun bisa memprediksi, hanya menjadi rahasia Sang Pemberi Ujian. Kehidupan adalah sebuah rangkaian panjang ujian. Layaknya sebuah ujian, kehidupan pun pasti akan menemui akhir.

Akhir kehidupan kita kenal dengan sebutan kematian. Hakikatnya kematian adalah gerbang jalan menuju pulang ke rumah asal manusia yakni di sisi Allah Ta’ala. Inilah kematian yang diidamkan dan ditunggu-tunggu setiap hati yang beriman, akhir kehidupan dalam kondisi iman terbaik atau khusnul khatimah.

Khusnul khatimah adalah kondisi iman yang diliputi ketenangan, keikhlasan, dan ingatan tertuju hanya pada Allah ketika melewati nafas terakhir selama di dunia. Sesungguhnya inilah tujuan yang harus diincar selama menempuh perjalanan dunia yang berlika-liku. Setiap muslim pasti mengharapkan khusnul khatimah, namun akankah khusnul khatimah terjadi pada diri setiap muslim?

Karunia yang besar tak akan datang tanpa ikhtiar. Layaknya menabung uang, besarnya jumlah uang yang terkumpul hanya akan terasa nikmat setelah melalui jerih payah menyisihkan sepeser demi sepeser. Tak akan dirasakan nikmat yang sama bagi orang yang tidak menabungkan sedikit demi sedikit uangnya, bahkan tanpa sama sekali usaha hanya tabungan kosong melompong yang didapatnya.

Begitu pula khusnul khatimah. Akan kita alami atau tidak tergantung pada tabungan kita selama di dunia. Isinya adalah kombinasi antara ketenangan, keikhlasan, dan ingatan tertuju pada Allah. Sehingga menjadi suatu hal yang sangat mungkin untuk menakar akankah kematian kita akan berakhir khusnul khatimah. Caranya dengan melihat kembali diri kita, sudahkah menjadi hamba yang baik? Maka, seperti apa hamba yang baik itu?

Rasulullah SAW bersabda bahwa al-Abrar (orang baik) adalah orang yang baik akhlaqnya. Sehingga kualitas derajat iman kita di mata Allah tergantung pada kualitas akhlak kita. Akhlak adalah sebuah sifat spontan yang menginternalisasi dalam diri seorang hamba bila dihadapkan dengan sesuatu hal. Perwujudannya tercermin lewat hubungan manusia dengan tiga hal, yakni Allah, sesama makhluk-Nya, dan hawa nafsu pribadi.

Hubungan kepada Allah dikatakan baik bila hati selalu dalam kondisi berdzikir. Tentunya tidak cukup dengan berdzikir yang hanya membasahi bibir, namun dzikir berarti selalu ingat bahwa apa pun yang ada dan terjadi di alam ini, semuanya ada dan terjadi atas izin Allah, untuk kebaikan umat manusia. Maka berdzikir hendaknya menjadi proses membina hubungan baik dengan Allah yang dibuktikan dengan selalu berprasangka baik atas takdir-Nya dan hanya memilih apa yang Allah sukai.

Sedangkan hubungan dengan sesama makhluk terdapat dalam sebuah kata kunci yaitu keikhlasan. Orang yang ikhlas berarti dapat melapangkan hati kepada siapa pun, tidak membeda-bedakan orangnya. Berhasilnya memupuk keikhlasan akan tampak bila seseorang dapat menganggap masalah apa pun yang hadir dalam hidupnya merupakan peluang tabungan keikhlasannya, hingga sukses mencapai puncak tabungan keikhlasan untuk menjemput khusnul khatimah. Misalnya, dalam sebuah amanah atau pekerjaan dihadapkan dengan rekan kerja yang menguji kesabaran, maka cukuplah mengikhlaskan hal itu dengan menganggapnya sebagai peluang tabungan keikhlasan di sisi Allah SWT. Orang yang ikhlas senantiasa menyerahkan dirinya dijaga Allah SWT.

Sering kali terasa, bagian yang tersulit adalah melawan hawa nafsu diri sendiri. Agar berhasil melewatinya membutuhkan ujian dalam proses panjang hingga menghasilkan buah ketenangan yang terinternalisasi dalam diri. Wujud dari ketenangan adalah saat seseorang tidak lagi membebani diri dengan sifat dan sikap yang merugikan dirinya sendiri. Ujian apa pun tak mudah membuat ketenangannya bergeming karena yakin sesuatu terjadi hanya dengan izin Allah dan akan selalu berprasangka baik terhadap ketentuan-Nya.

Maka, setiap hari adalah langkah yang menghantarkan kepada jalan menuju pulang. Setiap hari adalah pundi-pundi mengisi tabungan. Khusnul khatimah dapat diraih hanya dengan tabungan ketenangan, keikhlasan, dan ingatan tertuju pada Allah yang terlatih dari setiap ujian yang datang. Seandainya hari ini kita masih merasa belum memiliki tabungan yang cukup sebagai bekal menuju pulang, tak ada yang bisa menjamin kepulangan khusnul khatimah kita. Karena kepulangan itu mungkin saja datang semenit lagi, sebelum kita sempat berpikir memenuhi tabungan perbekalan. Dan sisa waktu itu, tak perlu dihabiskan untuk berpikir yang lain, kecuali bersegera. Bersegera melakukan percepatan mengisi bekal menuju pulang. Hingga kematian menjadi suatu kerinduan bertemu Sang Kekasih. Wallahu a’lam bisshowab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (4 votes, average: 8.00 out of 5)
Loading...
Sekretaris Umum Forum Lingkar Pena Wilayah Yogyakarta. Mahasiswi Prodi Teknik Arsitektur UGM angkatan 2009.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization