Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Aku, Kamu, Dia, Mereka Dan Tentang Poligami

Aku, Kamu, Dia, Mereka Dan Tentang Poligami

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Aku

Aku adalah pelaku poligami. Aku bukanlah membicarakan Rasulullah SAW dan para sahabat beliau dengan keagungan dan kemuliannya. Aku adalah seorang laki-laki biasa dengan sebutan suami dan ayah. Tentu aku mempunyai kadar keimanan yang beragam, juga kondisi ekonomi atau keuangannya yang beragam pula. Aku adalah si pengambil keputusan utama, dipikulnya segala pertanggungjawaban besar tentang perjanjian yang berat (mitsaqon gholiza) dalam ikatan suci bukan hanya kepada satu, bisa dua, tiga tapi tidak lebih dari empat wanita, lalu konsekuen dengan segala amanah yang akan ditanggung. Aku juga siap dan mampu berlaku adil, tanpa kecenderungan kepada satu pihak, lalu apa alasan bagi setiap aku untuk melakukan poligami?

Tentu keridhaan Allah yang dicari dalam melakukan hal yang telah dibolehkan dan dihalalkan yaitu berpoligami, berbagai macam alasan tentu tergantung kondisi keimanan dan ketakwaan, seperti untuk menolong para janda tua, miskin, banyak anak, tanpa pedulikan faktor fisik (cantik/jelek) yang memang relatif. Ada juga yang menganggap sebagai bentuk jihad dari perselingkuhan dan perzinaan yang marak belakangan ini, terkadang tanpa direncanakan atau tanpa sengaja (bisa juga disengaja) hadirnya sosok wanita idaman lain, lalu terjebak dalam situasi yang dilematis, tanpa ingin melepas wanita tersebut dan tanpa berkurangnya kecintaan terhadap istri pertama, maka poligami menjadi alternatif. Ada juga yang tanpa alasan (di luar unsur agama) sekadar menunjukkan kepada dunia atas jati dirinya dan agar bisa diakui bahwa aku ‘bisa’ beristri lebih dari satu. Juga tidaklah sedikit, aku menjadikan alasan melakukan poligami hanya sekadar memuaskan nafsu syahwat (seks), dan akad nikah hanya sebuah formalitas agar tidak dikatakan berzina, jika dilihat hadits berikut:

Hai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menanggung beban pernikahan, maka menikahlah. Sebab menikah dapat memejamkan mata dari pandangan yang diharamkan dan memelihara kehormatan dari perzinaan. Barangsiapa belum mampu, hendaklah berpuasa. Sebab puasa dapat mengurangi gejolak syahwat’ (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).

Pengertian mampu di atas, bisa diartikan mampu secara lahir dan mampu secara batin. Mampu secara lahir, berarti siap menanggung segala beban dan biaya hidup ketika ataupun sesudah menikah. Sedang kemampuan batin adalah kesiapan mendidik, membimbing, dan melindungi anak dan istri. Sedang perintah berpuasa bagi yang belum mampu, karena puasa dapat mendatangkan ketenteraman hati dan rohani, sehingga kemungkinan seseorang melakukan perbuatan zina lebih kecil*. Tidak hanya dengan cara berpuasa saja, tetapi Islam juga memerintahkan menjaga pandangan mata dan larangan berbuat apa saja yang menjurus pada terusiknya nafsu syahwat. Maka, Apapun alasan bagi aku untuk melakukan poligami, jangan sewenang-wenang melakukannya, tengoklah pada niat yang sebenarnya.

Kamu

Kamu adalah seorang istri ataupun ibu. Kamu bukanlah membicarakan sosok Siti Aisyah RA atau istri sahabat Rasulullah. Kamu adalah seorang wanita biasa yang sedang menghadapi suami yang ingin atau sudah berpoligami, lalu bagaimana sikap kamu?

Kamu punya hati yang bukan biasa-biasa saja ketika mempersilakan suami untuk berpoligami, terlepas dengan keikhlasan yang luar biasa ataupun keterpaksaan. Bahkan adakalanya kamu yang mencarikan calon istri baru untuk suamimu. Mungkin karena kamu menilai, suamimu telah menjadikanmu bidadari ataupun permaisuri dalam istanamu, dan kamu telah merasakan surga dunia dalam dekapan suami, sehingga kamu pun merasa pantas menghadiahkan istri baru untuk suami kamu, untuk kamu bagi kebahagiaan, dan menurut kamu, cinta kepada sesama dapatlah terbagi namun cinta kepada Allah saja yang tak akan bisa terbagi, lalu terbayanglah kenikmatan surga yang sebenarnya nanti.

Atau kamu pun merasa sangat tak berdaya, ketika keterbatasan kamu dalam melayani suami karena didera suatu penyakit atau ketidakmampuan kamu menghadirkan si buah hati dari rahim kamu sendiri, kerap kali menjadi alasan kamu, (yang sekali lagi) dengan keikhlasan yang luar biasa ataupun dalam keterpaksaan.

Adapun kamu yang seringkali merasa tersakiti ketika suami berniat poligami, jangankan hanya niat, sepenggal kalimat tentang poligami saja membuat kamu terluka, mungkin kamu merasa terzhalimi sebab seperti apa perlakuan suami kamu, kamu lah yang paling mengetahuinya. Atau kamu tak sanggup membayangkan peranmu akan terganti, perjuangan dan pengorbanan kamu dalam mendampingi suami selama ini akan terabaikan dan tak berarti. Banyak pula dari kamu untuk memilih bercerai dari suami, sepenuhnya adalah hak kamu. Bukan berarti hati kamu tak seluas samudera, namun hal itu memang tak mudah untuk diarungi, asalkan hukum Allah tentang poligami tak kamu pungkiri, sebab mengapa hukum Allah itu diturunkan karena pastilah ada suatu kemaslahatan di dalamnya.

Dia

Dia adalah seorang wanita biasa yang berstatus gadis ataupun janda. Dia adalah sosok kedua, ketiga atau keempat yang kehadirannya biasanya menjadi buah bibir, tersudutkan atau menjadi tersangka. Ada apa dengan dia dengan segala keputusannya?

Tak bisa ditebak terkadang hati berkeliaran ke manapun, hingga terpaut dan memiliki kecenderungan yang tertuju pada seseorang, tak peduli lagi status seseorang itu belum menikah atau sudah menikah. Dia pun memilih untuk menjadi sosok yang kedua untuk seseorang yang sangat dicintainya.

Ada kalanya dia tak bisa memilih, hanya ada satu jalan yang membawa dia menerima lamaran dari seseorang yang telah beristri entah karena keterpaksaan atau memang karena ingin menggenapkan separuh diennya karena Allah dan jalan ini lah sebagai suatu bentuk pertolongan dari Allah. Atau bisa juga dia mengutamakan kehendak orangtua yang telah memilihkan calon dengan seseorang yang telah beristri. Apapun alasan dia, dia pasti bermental seperti baja, dengan kadar keimanan, ketakwaan beragam yang dimiliki dia.

Mereka

Mereka adalah anak-anak yang akan menghadapi kenyataan atas diri ayah yang berpoligami dengan tingkat pemahaman yang berbeda-beda, sehingga tanggapan dan reaksi mereka berbeda-beda pula. Ada yang bereaksi biasa-biasa saja, atau bereaksi secara positif, antara lain mereka mengenal konsep berbagi, yaitu berbagi kasih sayang, senang karena saudaranya bertambah jika ibu kedua mereka mempunyai anak atau terkadang bangga dengan hadirnya sosok baru sebagai ibu dan sebagai pendamping baru bagi ayah mereka. Adapun yang bereaksi sebaliknya dan tidak sedikit, mereka merasa sangat kecewa, malu, minder terhadap teman-teman atau lingkungan sekitar, sehingga cenderung depresi dan menarik diri, yang paling ekstrim ketika mereka menjadi pemberontak lalu melarikan diri pada obat-obat terlarang (narkoba) dan pergaulan bebas.

Wahai aku (pelaku poligami) sudahkah memberi penjelasan dan pengarahan tentang poligami ini kepada mereka terlebih dahulu? Mungkin mereka terluka dan sudahkah berbesar hati untuk meminta izin atau sekadar meminta maaf kepada mereka? Sentuh hatinya dan berikan pengertian pada mereka sesuai taraf pemahaman mereka. Mengabaikan mereka berarti menaruh bom waktu dalam sebuah keluarga.

***

Bagi aku (pelaku poligami), ingatlah keberadaan kamu, dia dan mereka atas perasaannya, pendapatnya atau peranannya menjadi bagian teramat penting untuk menjadi pertimbangan, sehingga berpoligami bukan hanya sekadar keputusan tanpa syarat. Sebab bagi siapa pun dalam sebuah pernikahan atau satu keluarga mempunyai keinginan yang sama, yaitu sakinah (tenang, tenteram), mawadah (cinta, harapan) dan rahmah (kasih sayang). Kebahagiaan dunia dan akhirat adalah menjadi dambaan. Semua itu dapat dirasakan dengan keimanan dan ketakwaan pada Allah tentunya, tanpa itu tak akan mungkin mendapatkan tujuan yang diidamkan dari suatu pernikahan, sebab pernikahan merupakan ibadah dan usaha dalam merintis jalan untuk kembali kepada Sang Pencipta, Sang Pemilik Diri dan Sang Pemilik Cinta.

Menikahlah, Engkau menjadi Kaya; A Mudjab Mahalli

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (17 votes, average: 9.18 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization